Rabu, 30 Desember 2009

MUSDA KE IV PPCI PROPINSI SULAWESI SELATAN




Telah berlangsung Musyawarah Daerah ke IV Persatuan Penyandang Cacat Indonesia Propinsi Sulawesi Selatan di Hotel Sabindo Kabupaten Enrekang pada tanggal 18 ~ 20 Desember 2009. Diikuti oleh lebih kurang 83 orang dari 6 DPC PPCI Kabupaten, 2 Orsos Penyandang Cacat, Panitia Daerah dan Pengurus DPD PPCI Sulawesi Selatan. DPC PPCI yang ikut adalah DPC PPCI Kab. Selayar, DPC PPCI Kab. Jeneponto, DPC PPCI Kab. Takalar, DPC PPCI Kab. Enrekang, DPC PPCI Kab. Pinrang dan DPC PPCI Kab. Sidrap. Sedangkan Orsos yang ikut adalah DPD HWPCI Sulawesi Selatan dan DPD PERTUNI Sulawesi Selatan. Terpilih dalam Musda tsb. sebagai Ketua adalah sdr. Bambang Permadi Surya Kelana dan Ketua Dewan Pertimbangan adalah sdr. Drs. Darusman. ( bpsk )
INNALILLAHI WAINNAILAIHI ROJIUN
Kami keluarga besar
PERSATUAN PENYANDANG CACAT INDONESIA PROPINSI SULAWESI SELATAN
TURUT BERBELA SUNGKAWA ATAS WAFATNYA
BAPAK K.H. ABDURRAHMAN WAHID ( MANTAN PRESIDEN R.I. KE IV ) pada tanggal 30 Desember 2009 jam 18.45 WIB

SELAMAT JALAN GUS DUR... BAPAK BANGSA.. DEMOKRAT SEJATI..
MANTAN PRESIDEN R.I. KE IV.

SEMOGA AMAL IBADAHNYA DITERIMA ALLAH SWT. AMIEN



KELUARGA BESAR
PERSATUAN PENYANDANG CACAT INDONESIA
PROPINSI SULAWESI SELATAN

Bambang Permadi Surya Kelana
Ketua

Minggu, 13 Desember 2009

TUNA RUNGU

Apa yang dimaksud dengan Tunarungu?

Tunarungu adalah satu gejala dimana seseorang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal.

Apa ciri-ciri seseorang mengalam gangguan pendengaran atau tunarungu?

1. Secara nyata tidak mampu mendengar.
2. Terlambat perkembangan bahasa.
3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
4. Kurang/tidak tanggap bila diajak berbicara.
5. Ucapan kata tidak jelas.
6. Kualitas suara aneh/monoton.
7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
8. Banyak perhatian terhadap getaran.
9. Keluar cairan ‘nanah’ dari kedua telinga.

Penyebab seseorang menjadi tunarungu

Rubella (yang oleh masyarakat umum dikenal dengan nama campak) sering dipandang sebagai penyakit ringan. Orang dewasa maupun anak-anak biasanya tidak akan dibahayakan secara permanen oleh penyakit ini, tetapi bayi yang masih dalam kandungan dapat sangat terpengaruh. Jika seorang ibu yang sedang mengandung mengidap penyakit ini pada masa tiga bulan pertama kkehamilannya, dia sendiri mungkin tidak akan merasa sakit sama sekali, tetapi penyakit tersebut dapat berdampak kepada bayi di dalam kandungannya melalui placenta, dengan akibat yang serius. Banyak di antara bayi-bayi itu lahir tunagrahita, dan mereka juga dapat mengalami kecacatan fisik. Penyakit jantung, kesulitan pernafasan, gangguan penglihatan atau gangguan pendengaran sering dialami oleh bayi-bayi ini (Finkelstein, 1994). Oleh karena itu, berbagai upaya pencegahan seyogyanya dilakukan untuk mengurangi ancaman terha­dap janin. Anak­-anak--terutama pe­rempuan--sebaiknya divaksi­nasi agar mereka mengembangkan daya tahan terhadap rubella di kemudian hari. Wanita yang sedang hamil muda harus mengh­indari kontak dengan orang yang sedang terkena penyakit ini.Deteksi Dini KetunarunguanEasterbrooks (1997) mengemukakan tanda-tanda ketunarunguan sebagai berikut. Pada bayi atau anak kecil, tanda-tanda ketunarunguan itu mencakup tidak adanya perhatian atau adanya perhatian yang tidak konsisten, tidak adanya atau kurangnya interaksi vokal, dan tidak adanya atau sangat lambatnya perkembangan bahasa, terutama yang terkait dengan kata-kata yang diakhiri konsonan tak letup seperti t, ‑ng, atau ‑s. Pada anak-anak usia sekolah, tanda-tanda ketunarunguan itu mencakup tingginya tingkat frustrasi terhadap sekolah dan orang lain, rendahnya atau sangat menurunnya nilai-nilai pelajarannya, atau berubahnya pola perhatiannya. Pada orang dewasa, tanda-tanda tersebut dapat berupa keluhan bahwa orang lain bergumam padahal berbicara normal, atau menyalakan peralatan seperti radio atau TV terlalu keras. Klasifikasi dan Jenis Ketunarunguan
1. Jenis Ketunarunguan berdasarkan lokasi gangguannyaEasterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut lokasi ganguannya:
1) Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
2) Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak. (Ketunarunguan Andi tampaknya termasuk ke dalam kategori ini.)
3) Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.
2. Jenis Ketunarunguan berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi.Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, Ashman dan Elkins (1994) mengklasifikasikan ketunarunguan ke dalam empat kategori, yaitu:
1) Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.
2) Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
3) Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4) Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (superpower). Survey tahun 1981 di Australia menemukan bahwa 59% dari populasi tunarungu menyandang ketunarunguan ringan, 11% sedang, 20% berat, dan 10% tidak dapat dipastikan (Cameron, 1982, dalam Ashman dan Elkins, 1994). Perlu dijelaskan bahwa decibel (disingkat dB) adalah satuan ukuran intensitas bunyi. Istilah ini diambil dari nama pencipta telepon, Graham Bel, yang istrinya tunarungu, dan dia tertarik pada bidang ketunarunguan dan pendidikan bagi tunarungu. Satu decibel adalah 0,1 Bel.Bagi para fisikawan, decibel merupakan ukuran tekanan bunyi, yaitu tekanan yang didesakkan oleh suatu gelombang bunyi yang melintasi udara. Dalam fisika, 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz (Ashman & Elkins, 1994). Metode dan Pendekatan Pengajaran Bahasa bagi Anak TunarunguPerdebatan tentang cara terbaik untuk mengajar anak tunarungu berkomunikasi telah marak sejak awal abad ke-16 (Winefield, 1987). Perdebatan ini masih berlangsung, tetapi kini semakin banyak ahli yang berpendapat bahwa tidak ada satu sistem komunikasi yang baik untuk semua anak (Easterbrooks, 1997). Pilihan sistem komunikasi harus ditetapkan atas dasar individual, dengan mempertimbangkan karakteristik anak, sumber-sumber yang tersedia, dan komitmen keluarga anak terhadap metode komunikasi tertentu.Metode Pengajaran Bahasa bagi Anak TunarunguTerdapat tiga metode utama individu tunarungu belajar bahasa, yaitu dengan membaca ujaran, melalui pendengaran, dan dengan komunikasi manual, atau dengan kombinasi ketiga cara tersebut. 1) Belajar Bahasa Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)Orang dapat memahami pembicaraan orang lain dengan "membaca" ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir (Berger, 1972). Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang "tersembunyi" itu. Jadi, orang tunarungu yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini (Ashman & Elkins, 1994). Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran (speechreading).Delapan bentuk tangan yang menggambarkan kelompok-kelompok konsonan diletakkan pada empat posisi di sekitar wajah yang menunjukkan kelompok-kelompok bunyi vokal. Digabungkan dengan gerakan alami bibir pada saat berbicara, isyarat-isyarat ini membuat bahasa lisan menjadi lebih tampak (Caldwell, 1997). Cued Speech dikembangkan oleh R. Orin Cornett, Ph.D. di Gallaudet University pada tahun 1965‑66. Isyarat ini dikembangkan sebagai respon terhadap laporan penelitian pemerintah federal AS yang tidak puas dengan tingkat melek huruf di kalangan tunarungu lulusan sekolah menengah. Tujuan dari pengembangan komunikasi isyarat ini adalah untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak tunarungu dan memberi mereka fondasi untuk keterampilan membaca dan menulis dengan bahasa yang baik dan benar. Cued Speech telah diadaptasikan ke sekitar 60 bahasa dan dialek. Keuntungan dari sistem isyarat ini adalah mudah dipelajari (hanya dalam waktu 18 jam), dapat dipergunakan untuk mengisyaratkan segala macam kata (termasuk kata-kata prokem) maupun bunyi-bunyi non-bahasa. Anak tunarungu yang tumbuh dengan menggunakan cued speech ini mampu membaca dan menulis setara dengan teman-teman sekelasnya yang non-tunarungu (Wandel, 1989 dalam Caldwell, 1997). 2) Belajar Bahasa Melalui PendengaranAshman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa individu tunarungu dari semua tingkat ketunarunguan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal (mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam. Komponen eksternal dan internal tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis cochlear implant dirancang untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan stimulasi elektrik pada syaraf pendengaran (Laughton, 1997). Akan tetapi, meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat dikenali secara cukup baik oleh orang dengan klasifikasi ketunarunguan berat untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang diamplifikasi dengan alat bantu dengar. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak berfungsi dengan baik akibat kehabisan batrai dan earmould yang tidak cocok. 3) Belajar Bahasa secara ManualSecara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara komunikasi manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai negara telah mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara nasional. Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa komunikasi manual dengan bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Kerugian penggunaan bahasa isyarat ini adalah bahwa para penggunanya cenderung membentuk masyarakat yang eksklusif.Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa bagi Anak TunarunguPengajaran bahasa secara terprogram bagi anak tunarungu harus dimulai sedini mungkin bila kita mengharapkan tingkat keberhasilan yang optimal. Terdapat dua pendekatan dalam pengajaran bahasa kepada anak tunarungu secara dini, yaitu pendekatan auditori-verbal dan auditori-oral.1. Pendekatan Auditori‑verbalPendekatan auditori-verbal bertujuan agar anak tunarungu tumbuh dalam lingkungan hidup dan belajar yang memungkinkanya menjadi warga yang mandiri, partisipatif dan kontributif dalam masyarakat inklusif. Falsafah auditori-verbal mendukung hak azazi manusia yang mendasar bahwa anak penyandang semua tingkat ketunarunguan berhak atas kesempatan untuk mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan dan menggunakan komunikasi verbal di dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Pendekatan auditori‑verbal didasarkan atas prinsip mendasar bahwa penggunaan amplifikasi memungkinkan anak belajar mendengarkan, memproses bahasa verbal, dan berbicara. Opsi auditori‑verbal merupakan strategi intervensi dini, bukan prinsip-prinsip yang harus dijalankan dalam pengajaran di kelas. Tujuannya adalah untuk mengajarkan prinsip-prinsip auditori‑verbal kepada orang tua yang mempunyai bayi tunarungu (Goldberg, 1997). Prinsip-prinsip praktek auditori‑verbal itu adalah sebagai berikut:
o Berusaha sedini mungkin mengidentifikasi ketunarunguan pada anak, idealnya di klinik perawatan bayi.
o Memberikan perlakuan medis terbaik dan teknologi amplifikasi bunyi kepada anak tunarungu sedini mungkin.
o Membantu anak memahami makna setiap bunyi yang didengarnya, dan mengajari orang tuanya cara membuat agar setiap bunyi bermakna bagi anaknya sepanjang hari.
o Membantu anak belajar merespon dan menggunakan bunyi sebagaimana yang dilakukan oleh anak yang berpendengaran normal.
o Menggunakan orang tua anak sebagai model utama untuk belajar ujaran dan komunikasi lisan.
o Berusaha membantu anak mengembangkan sistem auditori dalam (inner auditory system) sehingga dia menyadari suaranya sendiri dan akan berusaha mencocokkan apa yang diucapkannnya dengan apa yang didengarnya.
o Memahami bagaimana anak yang berpendengaran normal mengembangkan kesadaran bunyi, pendengaran, bahasa, dan pemahaman, dan menggunakan pengetahuan ini untuk membantu anak tunarungu mempelajari keterampilan baru.
o Mengamati dan mengevaluasi perkembangan anak dalam semua bidang.
o Mengubah program latihan bagi anak bila muncul kebutuhan baru.
o Membantu anak tunarungu berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan maupun sosial bersama-sama dengan anak-anak yang berpendengaran normal dengan memberikan dukungan kepadanya di kelas reguler.
Hasil penelitian terhadap sejumlah tamatan program auditori‑verbal di Amerika Serikat dan Kanada (Goldberg & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997) menunjukkan bahwa mayoritas responden terintegrasi ke dalam lingkungan belajar dan lingkungan hidup "reguler". Kebanyakan dari mereka bersekolah di sekolah biasa di dalam lingkungannya, masuk ke lembaga pendidikan pasca sekolah menengah yang tidak dirancang khusus bagi tunarungu, dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Di samping itu, keterampilan membacanya setara atau lebih baik daripada anak-anak berpendengaran normal (Robertson & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997).Pendekatan Auditori‑OralPendekatan auditori‑oral didasarkan atas premis mendasar bahwa memperoleh kompetensi dalam bahasa lisan, baik secara reseptif maupun ekspresif, merupakan tujuan yang realistis bagi anak tunarungu. Kemampuan ini akan berkembang dengan sebaik-baiknya dalam lingkungan di mana bahasa lisan dipergunakan secara eksklusif. Lingkungan tersebut mencakup lingkungan rumah dan sekolah (Stone, 1997).
Elemen-elemen pendekatan auditori‑oral yang sangat penting untuk menjamin keberhasilannya mencakup:
o Keterlibatan orang tua. Untuk memperoleh bahasa dan ujaran yang efektif menuntut peran aktif orang tua dalam pendidikan bagi anaknya.
o Upaya intervensi dini yang berfokus pada pendidikan bagi orang tua untuk menjadi partner komunikasi yang efektif.
o Upaya-upaya di dalam kelas untuk mendukung keterlibatan anak tunarungu dalam kegiatan kelas.
o Amplifikasi yang tepat. Alat bantu dengar merupakan pilihan utama, tetapi bila tidak efektif, penggunaan cochlear implant merupakan opsi yang memungkinkan.
Mengajari anak mengunakan sisa pendengaran yang masih dimilikinya untuk mengembangkan perolehan bahasa lisan merupakan hal yang mendasar bagi pendekatan auditori‑oral. Meskipun dimulai sebelum anak masuk sekolah, intervensi oral berlanjut di kelas. Anak diajari keterampilan mendengarkan yang terdiri dari empat tingkatan, yaitu deteksi, diskriminasi, identifikasi, dan pemahaman bunyi. Karena tujuan pengembangan keterampilan mendengarkan itu adalah untuk mengembangkan kompetensi bahasa lisan, maka bunyi ujaran (speech sounds) merupakan stimulus utama yang dipergunakan dalam kegiatan latihan mendengarkan itu. Pengajaran dilakukan dalam dua tahapan yang saling melengkapi, yaitu tahapan fonetik (mengembangkan keterampilan menangkap suku-suku kata secara terpisah-pisah) dan tahapan fonologik (mengembangkan keterampilan memahami kata-kata, frase, dan kalimat). Pengajaran bahasa dilaksanakan secara naturalistik dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada diri anak, tidak dalam setting didaktik. Pada masa prasekolah, pengajaran bagi anak dan pengasuhnya dilakukan secara individual, tetapi pada masa sekolah pengajaran dilaksanakan dalam setting kelas inklusif atau dalam kelas khusus bagi tunarungu di sekolah reguler. Setting pengajaran ini tergantung pada keterampilan sosial, komunikasi dan belajar anak. Keuntungan utama pendekatan auditori-oral ini adalah bahwa anak mampu berkomunikasi secara langsung dengan berbagai macam individu, yang pada gilirannya dapat memberi anak berbagai kemungkinan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Geers dan Moog (1989 dalam Stone, 1997) melaporkan bahwa 88% dari 100 siswa tunarungu usia 16 dan 17 tahun yang ditelitinya memiliki kecakapan berbahasa lisan dan memiliki tingkat keterpahaman ujaran yang tinggi. Kemampuan rata-rata membacanya adalah pada tingkatan usia 13 hingga 14 tahun, yang hampir dua kali lipat rata-rata kemampuan baca seluruh populasi anak tunarungu di Amerika Serikat.

Materi diadopsi dari :Handsout – Studikasus Tunarungu, Didi Tarsidi dan Permanarian SomadUniversitas Pendidikan Indonesia (UPI)

AUTISME

INFORMASI MENGENAI AUTISME DAN PENDIDIKANNYA

PERISTILAHAN

Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.
APA AUTISME ITU?
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.
American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000)
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Mardiyatmi ‘ 2000).
Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
Autisme dapat terjadi pada anak, tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.
Privalensi Autisme diperkirakan 1 per 150 kelahiran. Menurut penelitian di RSCM selama tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru Autisme sebanyak 103 kasus. Dari privalensi tersebut diperkirakan anak laki-laki autistik lebih banyak dibanding perempuan (4:1).
APA TANDA-TANDA ANAK AUTISTIK?
Anak autistik menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini: (sering dapat diamati sehari-hari)
Bagaimana Anak Austistik berkomunikasi?

1. Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
2. Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
3. Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya..
4. Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara sama sekali.
5. Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
6. Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
7. Suka bergumam.
8. Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami arti dan konteksnya.
9. Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak tampak.
10. Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya.

Bagaimana anak austistik bergaul?

1. Tidak ada kontak mata
2. Menyembunyikan wajah
3. Menghindar bertemu dengan orang lain
4. Menundukkan kepala
5. Membuang muka
6. Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya
7. Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
8. Kurang tanggap isyarat sosial.
9. Lebih suka menyendiri.
10. Tidak tertarik untuk bersama teman.
11. Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas perbuatan sendiri.

Bagaimana anak autistik membawakan diri ?

1. Menarik diri
2. Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng)
3. Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara
4. Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
5. Lebih senang menyendiri. .
6. Hidup dalam alam khayal (bengong)
7. Konsentrasi kosong
8.Menggigit-gigit benda
9. Menyakiti diri sendiri
10. Sering tidak diduga-duga memukul teman.
11. Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan
12. Sering menangis/tertawa tanpa alasan
13. Bermasalah tidur/tertawa di malam hari
14. Memukul-mukul benda (meja, kursi)
15. Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan tangan, mengangguk-angguk dsb).
16. Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas

Bagaimana kepekaan sensori integratifnya anak autistik ?

1. Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka dipeluk.
2. Sensitif terhadap suara-suara tertentu
3. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
4. Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa sakit.

Bagaimana Pola Bermain autistik anak?

1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2. Kurang/tidak kreatif dan imajinatif
3. Tidak bermain sesuai fungsi mainan
4. Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin roda sepeda, dan lain-lain.
5. Sering terpaku pada benda-benda tertentu

Bagaimana keadaan emosi anak autistik ?

1. Sering marah tanpa alasan.
2. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum )bila keinginan tidak dipenuhi.
3. Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan
4. Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.

Bagaimana kondisi kognitif anak autistik ?

Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu.
Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan denga obyek visual (gambar)
Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.

APA PENYEBAB AUTISME?

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:

1. Menurut Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.

2. Teori Biologis
Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.

3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga batu bara, dlsb.

4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.

II. APA YANG PERLU KITA LAKUKAN TERHADAP ANAK AUTISTIK USIA DINI?

Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:
1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang
5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.
6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.

III. Ada Beberapa Pendekatan Pembelajaran Anak Autistik Antara Lain


1. Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”

2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.

3. Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.

4. TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.


IV. BAGAIMANA MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN

Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:

1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
Guru terkait telah siap menerima anak autistik
Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
Dan lain-lain yang dianggap perlu.

3. Program Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.

4. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.

6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis.
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:(1) Pengenalan diri(2) Sensori motor dan persepsi(3) Motorik kasar dan halus(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi(5) Bina diri, kemampuan sosial(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.

TERAPI DAN EDUKASI ANAK KHUSUS

Dengan semakin banyaknya kasus yang mengalami hambatan dalam wicara dan komunikasi maka kami memberikan informasi sebagai berikut dan semoga dapat membantu para orang tua dalam penentuan terapi pada anak tercinta kita

Terapis Wicara
Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.
Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD):Bersifat: (1) Verbal; (2) Non-Verbal; (3) Kombinasi.
Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:
Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, makaTerapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.
Untuk Artikulasi atau Pengucapan:Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.
Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:1. Phonology (bahasa bunyi);2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;3. Morphology (perubahan pada kata),4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas),6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.
Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;
PERAN KHUSUS dari Terapi wicara adalah mengajarkan suatu cara untuk ber KOMUNIKASI:
Berbicara:Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional. (Termasuk bahasa reseptif/ ekspresif – kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).
Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (1) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal); (2) Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa bagi yang memang NON-Verbal.

FLOOR TIME


Untuk orang tua ISTIMEWA , ini adalah salah satu metode yang dapat membantu anak-anak ISTIMEWA kita
Floor time yang secara harafiah diterjemahkan sebagai 'waktu di lantai' diperkenalkan oleh Stanley I. Greenspan dan Serena Wieder, sebagai pendekatan interaktif yang berlandaskan kekuatan relasi dan struktur keluarga; dan mempergunakan relasi yang sistematik untuk membantu anak melewati tahapanperkembangan emosi

Prinsip utama floor time adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosinya. Interaksi tersebut diharapkan bermula dari inisiatif anak, anak dianggap sebagai pemimpin dan kita mengikuti minatnya

Tujuan Utama Floor Time
Seperti dijelaskan sebelumnya, 6 tahapan perkembangan emosi harus dilalui seorang anak untuk mencapai kemampuan komunikasi, berpikir dan membentuk konsep diri. Tujuan utama floor time adalah tercapainya keenam hal tersebut, tetapi karena dari keenamnya ada beberapa hal yang secara alamiah saling beririsan, tujuan utama floortime adalah:
1. mendukung tercapainya atensi mutual dan keintiman/ keterlibatan dan mempertahankannya selama mungkin. Saat anak belajar tetap tenang saat mengeksplorasi dunianya, ia juga akan mengembangkan minat terhadap anda sebagai orang terpenting dalam dunianya. Tujuan kita adalah membantu anak tetap terlibat dengan kita dan menikmati kehadiran kita. (1-2)
2. membantu anak belajar membuka dan menutup siklus komunikasi, dimulai dari yang bersifat gestural dan lama kelamaan berkembang menjadi lebih kompleks, mengerti dan mengekspresikan keinginan, harapan, perasaan, dan kemudian komunikasi yang bersifat problem solving. (3-4)
3. mendukung pengekspresian dan p&nggunaan perasaan dan ide-ide baik melalui kata-kata maupun bermain pura-pura. Tujuan kita adalah mengembangkan drama dan bermain pura-pura sebagai sarana (5)
4. membantu anak mengkaitkan ide dan perasaan sehingga mencapai pemahaman tentang dunia yang logis dan saling terkait. la belajar berpikir logis (6)

Strategi Dasar dan Kiat Praktis

Cobalah bergabung dengan aktifitas yang dilakukan anak, sesederhana apapun aktifitas yang dimulainya. Hal ini lebih baik daripada mencoba memperkenalkan ide-ide baru kita dan memotong/menghentikan minatnya.Namun bila anak tidak memulai, baru kita melontarkan ide aktifitas yang sesuai dengan tingkatan dan minatnya.
Sedapat mungkin libatkan dalam aktifitas harian, oleh dan bersama siapapun anggota keluarga, jangan biarkan ia terlalu lama sendirian dan terserap dalam dunianya.
Ciptakan lingkungan yang merangsang dan memancing anak lebih eksploratif, letakkan mainan-mainan dan benda-benda yang menarik di mana-mana, ajaklah anak mengeksplorasinya bersama.
Berilah 'masalah', sesuatu yang tidak seperti biasanya, tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan rutinitasnya. Misalnya beri rintangan bila ia ingin mengambil sesuatu, sengaja memberikan mainan atau makanan yang salah/tidak sesuai keinginannya, perkenalkan sesuatu yang baru, beri 'kejutan' di sela-sela rutinitasnya.
Anggaplah semua tingkah laku anak bertujuan dan bermakna. Berikan respon yang beragam untuk memberikan makna baru seolah-olah ia memang melakukan hal tersebut. Misalnya ia membuang/melempar mainan, tangkaplah dengan ekspresif seolah-olah ia memang mengajak anda bermain lempar-tangkap.
Bantulah apa yang anak ingin lakukan, tidak sepenuhnya, tetapi buatlah menjadi aktifitas bersama dimana anak tetap terlibat. Berilah contoh bagaimana melakukannya, tetapi biarkan anak mencoba menirukannya sendiri. Jadilah lebih 'gestural' (atraktif dalam bahasa tubuh) dan lebih interaktif, tetapi kurang koperatif (menuruti dengan segera).
Berikan perhatian dan respon p.ada apapun yang dimulai atau ditirukan oleh anak.Bergabunglah dalam permainan 'perseveratif-nya, tetapi buatlah menjadi lebih bermakna, lebih bervariasi dan lebih interaktif. Bila interaksi sudah lebih baik, cobalah sedikit-sedikit mengubahnya. Misalnya anak berlari bolakbalik, halangi jalannya dan tangkap serta peluklah ia, sehingga terjadi interaksi. Tidak perlu melarang anak melakukan 'tingkah laku stereotipik'-nya.
Jangan menganggap kata 'tidak' yang diucapkannya, atau penghindarannya sebagai penolakan. Bila anak mengabaikan, cobalah untuk 'mengganggunya' secara main-main (play full).
Berusahalah untuk lebih ekspresif, baik dalam mimik wajah, intonasi suara maupun bahasa tubuh. Terutama untuk memberikan penekanan emosi terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan.
Berusaha menarik perhatian anak dengan ucapan-ucapan pendek seperti "oh-oh", "wah", "aduh".
Bahasakan semua kegiatan anak dan kegiatan kita, semua hal yang sedang diperhatikan dan dilihatnya. Pergunakan kata-kata pendek dan berikan jeda supaya memberinya kesempatan bereaksi bila ia mau, sekaligus memberi kesempatan kita mengamati reaksi anak.
Sedapat mungkin posisikan diri di hadapan anak, mata sejajar dan 'carilah' tatapan matanya, tanpa memaksa anak menatap mata kita. Kontak mata bisa dipancing dengan selalu memegang sesuatu yang diminatinya (makanan, mainan, benda lain) di antara mata kita dan matanya, memanfaatkan cermin, memanggil namanya atau menutupkan selendang tipis di atas kepalanya dan kepala kita sekaligus.
Lakukan permainan sensori-motor seperti menggelitik, melempar, mengayun, bergulat, dll untuk memancing reaksi, tetapi ingatlah karakteristik SI anak yang sangat spesifik. Misalnya jangan gelitiki anak yang sangat sensitif terhadap rangsang raba, atau ayunkan anak yang sangat sensitif terhadap rangsang vestibular. Bermain ciluk ba, kucing-kucingan dan permainan interaktif lain.
Pergunakan mainan yang bersifat sensorik seperti bunyi-bunyian, bulu-bulu, baling-baling, cahaya, dll Juga mainan yang memperkenalkan 'sebabakibat' misalnya bila dipencet bergetar, bila ditiup berputar.
Menyanyilah sambil mendudukkan anak di pangkuan secara berhadapan, berhentilah di tengah-tengah lagu supaya memancing anak bereaksi dan meminta kita meneruskan, atau siapa tahu ia akan melanjutkan nyanyian kita.
Lakukan apapun untuk memperpanjang interaksi; berpura-pura bodoh, pura pura salah, menginterupsi aktifitasnya. Jangan berikan segera/terlalu cepat apa yang diinginkannya, walaupun anda sudah tahu, pancinglah terjadinya 'negosiasi' yang menyenangkan/bermain-main, jangan sampai anak menjadi benar-benar marah atau kesal.
Jangan mengalihkan subjek ataupun memutus interaksi yang dimulai dan sedang berlangsung.Pastikan kita maupun anak memberikan respon yang sesuai dengan cara menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi).
Selalu beritahu arah dan tujuan kegiatan, ingatlah bahwa mereka masih sulit memprediksi apa yang akan terjadi dan cenderung tidak nyaman dalam suasana yang tidak pasti.Buka pintu menuju permainan pura-pura/simbolik, dengan memulai dari pengalaman nyata sehari-hari. Beresponlah terhadap keinginan nyatanya dengan aksi pura-pura.Konsisten dan konsekuenlah, terutama dengan 'peraturan', 'negosiasi' dan hadiah/hukuman.
Cobalah untuk menerima kemarahan, protes dan kekesalan anak. Jangan menghindari/ mengalihkan atau membiarkan anak mengganti subjek untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan. Biarkan ia mengekspresikan rasa marah/kesalnya, tetapi tunjukkan sikap mengerti dan berikan stimulasi SI yang paling sesuai untuk menenangkannya. Setelah. reda coba 'bahas' situasi itu sedapat mungkin dengan cara yang bisa dimengertinya.
Bantulah anak menghadapi kecemasannya (perpisahan, kekecewaan, agresi, ketakutan, kehilangan, dll) dengan menggunakan stimulasi SI, bahasa tubuh, intonasi lembut dan penyelesaian masalah.
Bila ia sudah sampai pada pemahaman bermain pura-pura, gunakan bermain pura-pura untuk bereksperimen dengan kemarahan, agresi, ketakutannya sehingga ia bisa belajar mencari jalan keluar yang lebih efektif, proporsional dan bisa diterima.

Daftar Pustaka:

Stanley I Greenspan dan Serena Wieder (1998): The Child with Special Needs,Cambridge, Massachusetts, Perseus Publishing.

KEBIJAKAN KEGIATAN Prioritas Direktorat Pendidikan Luar Biasa

Program Uji Coba Pendidikan InklusiPendidikan Inklusi adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikandalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh anak berkebutuhan khusus usiasekolah, mulai dari jenjang TK, SD, SLTP sampai dengan SMU� bagi anak berkebutuhan khusus untuk bersosialisasi dan berintegrasidengan anak sebayanya di sekolah reguler.� Sebagai solusi terhadap kendala sulitnya anak berkebutuhan khususuntuk mendapatkan pelayanan pendidikan secara utuh di desa-desa dan daerahterpencil� Desiminasi program inklusi yang telah dilaksanakan antara lain di SLBNegeri Kabupaten Gunung Kidul, SLB Pembina Tk Propinsi di Lawang, SLB NegeriBandung, dan Sekolah-sekolah terpadu di DKI Jakarta, NTB dsb.Penanganan anak autismePenanganan secara dini bagi anak yang mengalami hambatan dalamberkomunikasi, bersosialisasi, sensorik, perilaku, dan emosi untukmendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.� Menggali dan mengembangkan kemampuan-kemampuan tenaga ahli (dokterumum, dokter ahli, psikolog) melalui instansi terkait melalui seminarlokakarya layanan pendidikan untuk penyandang autisme.� Peningkatan SDM dengan memasukkan kurikulum mengenai pendidikan untukpenyandang autisme pada pendidikan guru dan guru luar biasa (terutama guruTK dan SD sebagai saringan pertama) terkait.� Menyusun satu model layanan pendidikan bagi anak autis.� Menyusun pedoman modul layanan pendidikan bagi anak autis.� Memotivasi yayasan penyelenggara pendidikan Autis dan penyelenggaraSLB dengan memberikan bantuan berupa block grant.KEBIJAKAN PELAYANAN Pendidikan Bagi Anak AutisI. PENGERTIANIstilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri "Isme"yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya padadunianya sendiri.Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkutkomunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampaksebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudahada sejak lahir.Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental,sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untukbidang-bidang tertentu (savant)Anak penyandang autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang :1. Komunikasi2. Interaksi sosial3. Gangguan sensoris4. Pola bermain5. Perilaku6. EmosiApa Penyebab Autistik?Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang perananpenting pada terjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalamigangguan autistik yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukanbeberapa anak dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalamigangguan yang sama.Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yangburuk; perdarahan; keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambatpertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandungterganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.Akhir-akhir ini dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguanpencernaan dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60 % penyandang autistikini mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebutberupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercernadengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadiasam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam aminoyang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik,peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk keotak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dangliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsiotak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif,reseptif, atensi dan perilaku.II. KARAKTERISTIKAnak autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:1. Komunikasi:- Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.- Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna,- Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.- Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain- Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi- Senang meniru atau membeo (echolalia)- Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya- Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa- Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu2. Interaksi sosial:- Penyandang autistik lebih suka menyendiri- Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan- tidak tertarik untuk bermain bersama teman- Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh3. Gangguan sensoris:- sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk- bila mendengar suara keras langsung menutup telinga- senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda- tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut4. Pola bermain:- Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,- Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,- tidak kreatif, tidak imajinatif- tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di putar-putar- senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,- dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana5. Perilaku:- dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)- Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata kepesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang- tidak suka pada perubahan- dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong6. Emosi:- sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan- temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya- kadang suka menyerang dan merusak- Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri- tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lainIII. IDENTIFIKASI 1. Diagnosa AutismeWaktu adalah bagian terpenting. Jika anak memperlihatkan beberapa gejaladiatas segera hubungi psikolog klinis, dokter ahli perkembangan, anak,psikiater anak atau neurologis khusus autistik dan gangguan perkembanganyang akan membuat suatu assesstment/pengkajian yang diikuti dengan penegakandiagnosa. Jika terdiagnosa dini, maka anak autistik dapat ditangani segeramelalui terapi-terapi terstruktur dan terpadu. Dengan demikian lebih terbukapeluang perubahan ke arah perilaku normalIV. BAGAIMANA PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKANNYALayanan Pendidikan Awal:A. Program Intervensi Dini:1. Discrete Trial Training dari Lovaas: Merupakan produk dari Lovaas dkkpada Young Autistikm Project di UCLA USA, walaupun kontroversial, namunmempunyai peran dalam pembelajaran dan hasil yang optimal pada anak-anakpenyandang autistik. Program Lovaas (Program DTT) didasari oleh modelperilaku kondisioning operant (Operant Conditioning) yang merupakan faktorutama dari program intensive DTT. Pengertian dari Applied BehavioralAnalysis (ABA), implementasi dan evaluasi dari berbagai prinsip dan tehnikyang membentuk teori pembelajaran perilaku (behavioral learning), adalahsuatu hal yang penting dalam memahami teori perilaku Lovaas ini.Teori pembelajaran perilaku (behavioral learning) didasari oleh 3 hal:� Perilaku secara konseptual meliputi 3 term penting yaituantecedents/perilaku yang lalu, perilaku, dan konsekwensi.� Stimulus antecendent dan konsekwensi sebelumnya akan berefek padareaksi perilaku yang muncul.� Efektifitas pengajaran berkaitan dengan kontrol terhadapantecendent dan konsekwensi. Yaitu dengan memberikan reinforcement yangpositif sebagai kunci dalam merubah perilaku. Sehingga perilaku yang baikdapat terus dilakukan, sedangkan perilaku buruk dihilangkan (melalui timeout, hukuman, atau dengan kata 'tidak'). Dalam teknisnya, DTT terdiri dari 4bagian yaitu:- stimuli dari guru agar anak berespons- respon anak- konsekwensi- berhenti sejenak,dilanjutkan dengan perintah selanjutnya2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Program for preschooler and parents)Intervensi LEAP menggabungkan Developmentally Appropriate Practice (DAP) dantehnik ABA dalam sebuah program inklusi dimana beberapa teori pembelajaranyang berbeda digabungkan untuk membentuk sebuah kerangka konsep. Meskipunmetoda Ini menerima berbagai kelebihan dan kekurangan pada anak-anakpenyandang autistik, titik berat utama dari teori dan implementasi praktisyang mendasari program ini adalah perkembangan sosial anak. Oleh sebab itu,dalam penerapan ini teori autistik memusatkan diri pada central socialdeficit. Melalui beragamnya pengaruh teoritis yang diperolehnya, model LEAPmenggunakan teknik pengajaran reinforcement dan kontrol stimulus. Prinsipyang mendasarinya adalah :1. Semua anak mendapat keuntungan dari lingkungan yang terpadu2. Anak penyandang autistik semakin membaik jika intervensi berlangsung konsisten baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat3. Keberhasilan semakin besar jika orang tua dan guru bekerja bersama-sama4. Anak penyandang autistik bisa saling belajar dari teman-teman sebayamereka5. Intervensi haruslah terancang, sistematis, individual6. Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan yang normal akan mendapat keuntungan dari kegiatan yang mencerminkan DAP.Kerangka konsep DAP berdasarkan teori perilaku, prinsip DAP dan inklusi.3. Floor Time:Pendekatan Floor Time berdasarkan pada teori perkembangan interaktifyang mengatakan bahwa perkembangan ketrampilan kognitif dalam 4 atau 5 tahunpertama kehidupan didasarkan pada emosi dan relationship (Greenspan & Wieder1997a). Jadi hubungan pengaruh dan interaksi merupakan komponen utama dalamteori dan praktek model ini.Greenspan dkk mengembangkan suatu pendekatan perkembangan terintegrasi untukintervensi anak yang mempunyai kesulitan besar (severe) dalam berhubungan(relationship) dan berkomunikasi, dan tehnik intervensi interaktif yangsistematik inilah yang disebut Floor Time. Kerangka konsep program inidiantaranya:- pentingnya relationship- enam acuan (milestone) sosial yang spesifik- teori hipotetikal tentang autistik4. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children)Divisi TEACCH merupakan program nasional di North Carolina USA, yangmelayani anak penyandang autistik, dan diakui secara internasional sebagaisistem pelayanan yang tidak terikat/bebas. Dibandingkan dengan ketigaprogram yang telah dibicarakan, program TEACCH menyediakan pelayanan yangberkesinambungan untuk individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk anakpenyandang autistik. Penanganan dalam program ini termasuk diagnosa,terapi/treatment, konsultasi, kerjasama dengan masyarakat sekitar, tunjanganhidup dan tenaga kerja, dan berbagai pelayanan lainnya untuk memenuhikebutuhan keluarga yang spesifik. Para terapis dalam program TEACCH harusmemiliki pengetahuan dalam berbagai bidang termasuk, speech pathology,lembaga kemasyarakatan, intervensi dini, pendidikan luar biasa danpsikologi. Konsep pembelajaran dari model TEACCh berdasarkan tingkah laku,perkembangan dan dari sudut pandang teori ekologi, yang berhubungan eratdengan teori dasar autisme.B. Program Terapi Penunjang:Beberapa jenis terapi bagi anak autistik, antara lain:1. Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik2. Terapi Okupasi: untuk melatih motorik halus anak3. Terapi Bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy): dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.5. Terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak dengan masalah alergi makanan tertentu6. Sensory Integration Therapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya7. Auditory Integration Therapy: agar pendengaran anak lebih sempurna8. Biomedical treatment/therapy: penanganan biomedis yang paling mutakhir, melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphin, alergen, dsb)C. Layanan Pendidikan LanjutanPada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh" dari gejala autistiknya.Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunyasehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalamkelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalammeniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan menirutingkah laku anak normal seusianya.1. Kelas Terpadu sebagai kelas transisi:Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadudan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akanpengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata carapengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru besar,dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten,dsb).Tujuan kelas terpadu adalah:1. Membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler2.Belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehinggadapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnyaPrasyarat:1. Diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengankeperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb)2. Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu teamdari berbagai bidang ilmu ( psikolog, pedagogi, speech patologist, terapis, guru dan orang tua/relawan)3. Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler untukmemudahkan proses transisi dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengankelas reguler pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)2. Program inklusi (mainstreaming)Program ini dapat berhasil bila ada:1. Keterbukaan dari sekolah umum2. Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal3. Peningkatan SDM/guru terkait4. Proses shadowing/dapat dilaksanakan Guru Pembimbing Khusus (GPK)5. Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (MempunyaiIEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya)6. Anak dapat "tamat" (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesaimelewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers.7. Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umumAnak autistik mempunyai cara berpikir yang berbeda dan kemampuan yang tidakmerata disemua bidang, misalnya pintar matematika tapi tidak suka menulis dsb.Ciri khas pada anak autistik:1. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain2. Anak tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi orang lain atas perbuatannya.3. Pemahaman anak sangat kurang, sehingga apa yang ia baca sukardipahami. Misalnya dalam bercerita kembali dan soal berhitung yang menggunakan kalimat4. Anak kadang mempunyai daya ingat yang sangat kuat, seperti perkalian, kalender, dan lagu-lagu5. Anak lebih mudah belajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners)6. Anak belum dapat bersosialisasi dengan teman sekelasnya, seperti sukar bekerjasama dalam kelompok, bermain peran dsb.7. Anak sukar mengekspresikan perasaannya, seperti mudah frustasi bila tidak dimengerti dan dapat menimbulkan tantrumKesulitan-kesulitan anak pada bulan-bulan pertama antara lain:1. Kesulitan berkonsentrasi2. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru3. Perilaku anak masih sulit diatur4. Anak berbicara/mengoceh atau tertawa sendiri pada saat belajar5. Timbul tantrum bila tidak mampu mengerjakan tugas6. Komunikasi belum lancar dan tidak runtut dalam bercerita7. Pemahaman akan materi sangat kurang8. Belum mau bermain dan berkerjasama dengan teman-temannyaPada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autistik didampingi oleh seorangterapis yang berfungsi sebagai shadow/guru pembimbing khusus (GPK). Tugasseorang shadow guru pembimbing khusus (GPK) adalah:1. Menjembatani instruksi antara guru dan anak2. Mengendalikan perilaku anak dikelas3. Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi4. Membantu anak belajar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya5. Menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya.Guru pembimbing khusus adalah seseorang yang dapat membantu guru kelas dalammendampingi anak penyandang autistik pada saat diperlukan, sehingga prosespengajaran dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap mempunyaiwewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananyaperaturan yang berlaku.3. Sekolah Khusus:Pada kenyataannya dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anakautistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untukdapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapaanak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnyaolah raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan dsb. Anak-anakini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi merekadapat dikembangkan secara maksimal.Contoh sekolah khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan olahraga,Sekolah Musik, Sekolah seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha kecil,Sekolah komputer, dlsb.4. Program sekolah dirumah (Homeschooling Program):Adapula anak autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khususkarena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalahmotorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut sertadalam Program Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Melalui bimbinganpara guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orangdisekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru danorangtua ini merupakan cara terbaik untuk men-generalisasi program danmembentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bilamemungkinkan, dengan dukungan dan kerjasama antara guru sekolah dan terapisdi rumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat persamaanpendidikan yang setara dengan sekolah reguler/SLB untuk bidang yang iakuasai. Dilain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga danmasyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorangautistik.IV. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AUTISTIKA. Pelaksanaan Indentifikasi anak Autistik harus mengacu pada :1) Rujukan untuk TerapiRujukan diperoleh dari:a. Guru TK/Playgroup/TPAb. Orang tuac. Tenaga Ahli2) AsesmentAsesment dilakukan oleh satu team yang terdiri dari berbagai disiplin ilmuseperti :a. Dokterb. Psikologc. Speech patologisd. Terapise. Guruf. Orang tuag. Relawan1. Asesment didasari oleh :a. Pedoman Kurikulum TK dan SD tahun 1994b. Pedoman Observasi untuk anak autistikc. Behavioral intervention manual dari Chatherine Mauriced. Observasi klinise. Masukan dari orang tuaf. Rujukan dari guru, orang tua, dan tenaga ahli2. Hal-hal yang dikaji :a. Kognitifb. Motorik kasarc. Motorik halusd. Bahasa dan komunikasie. Interaksi sosialf. Bantu diri (self help)g. Penglihatanh. Pendengarani. Nutrisij. Otot-otot mulut3) IEP/Individual Educational Plan and ProgramIEP didasari oleh kebutuhan dan kemampuan anak untuk mengejarketertinggalannya dan mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki.4) Persetujuan Orang TuaOrang tua harus memiliki komitmen terhadap IEP ikut serta dalamkelompok kerja (Team work) yang terlibat dalam pendidikan anak5) EvaluasiEvaluasi pendidikan untuk anak autistik meliputi :a. Evaluasi proses : untuk penilaian guru terhadap anakdalam setiap hari,b. Evaluasi bulanan : laporan dari orang tua kepada guru,atau sebaliknya,c. Evaluasi catur wulan : laporan untuk orang tua berbentukdeskripsi kemampuan anak dengan penilaian kualitatif.B.

PENGEMBANGAN KURIKULUM

Anak autistik memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta prosesperkembangan dan tingkat pencapaian programpun juga tidak sama antara satudengan yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih, dimodifikasidan dikembangkan oleh guru/pelatih/terapis/pembimbing, dengan bertitik tolakpada kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil identifikasi. Pemilihandan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangankemampuan anak, dan ketidakmampuannya, usia anak, serta memperhatikan sumberdaya/lingkungan yang ada.Pelayanan pendidikan bagi anak autistik akan lebih baik apabila dimulaisejak dini (intervensi dini). Sehingga untuk mengembangkan kurikulum mengacupada :1. Program Pengembangan kelompok bermain (usia 2-3 tahun)2. Kurikulum Taman Kanak-kanak (usia 4-5- tahun)3. Kurikulum Sekolah Dasar4. Kurikulum SLB Tuna Rungu5. Kurikulum SLB Tunarungu dan TunagrahitaPenyusunan program layanan pendidikan dan pengajaran diambil dari kurikulumtersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketidakmampuan (kebutuhan)anak, dengan modifikasi. Kurikulum bagi anak autistik dititik beratkan padapengembangan kemampuan dasar, yaitu :1. Kemampuan dasar kognitif2. Kemampuan dasar bahasa/Komunikasi3. Kemampuan dasar sensomotorik4. Kemampuan dasar bina diri, dan5. Sosialisasi.Apabila kemampuan dasar tersebut dapat dicapai oleh anak dengan mengacu padakemampuan anak yang sebaya dengan usia biologi/ kalendernya, maka kurikulumdapat ditingkatkan pada kemampuan pra akademik dan kemampuan akademik,meliputi kemampuan : membaca, menulis, dan matematika (berhitung).C. KETENAGAANKetenagaan dalam penyelenggaraan pendidikan autistik meliputi beberapakomponen yang sangat terkait satu dengan yang lain. Yang akan kita jelaskandi bawah ini :1) Tenaga KependidikanTenaga kependidikan yang dimaksud disini, bisa guru atau terapis.Tenaga kependidikan untuk anak autistik ini idealnya dari disiplinilmu yang sesuai seperti PGTK, PGSD dan Sarjana PLB atau Sarjana Psikolog.Bukan berarti dari disiplin ilmu yang lain tidak mampu dalam menangani anakautistik. Tetapi harus ada pelatihan dan bimbingan. Karena yang palingdiperlukan dalam diri seorang pendidik terutama dalam penanganan terhadapanak autistik adalah:1. Mau menerima dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sepenuhhati dan disertai rasa kasih sayang.2. Mau banyak belajar untuk memperbanyak pengetahuan dan wawasan.Tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnyaterhadap anak diperlukan kreativitas yang tinggi. Karena perlu diketahuibahwa penanganan anak autistik tidak bisa disamakan antara anak yang satudengan anak yang lain.2) Tenaga Non kependidikan para akademisi/profesional terkait.Selain tenaga kependidikan dalam penanganan terhadap anak autistikyang sangat berperan adalah :a. Tenaga Terapi PerilakuPerilaku menjadi dasar bagi terapi selanjutnyab. Tenaga terapi wicara :Karena seperti kita ketahui banyak anak autistik yang juga mengalamigangguan dalam berbahasa atau berkomunikasi.c. Tenaga Terapi Sensori Motorik Integrasi :Contoh dalam materi penjaskes SLB Tunagrahitad. Yang juga sangat menunjang dalam penyelenggaraan pendidikan untuk anakautistik adalah- Orang Tua- Psikolog- Psikiater- Dokter- Relawan- Dan tanaga ahli yang lain seperti : ahli gizi, dlsb.3) Tenaga administrasiTanaga administrasi juga sangat diperlukan untuk membantupenyelenggaraan pendidikan anak autistik. Adapun tujuannya untuk membantumemperlancar tugas-tugas dari penyelenggara pendidikan anak autistik.4) Tenaga Penyelenggara (Pengurus Yayasan)Pengurus yayasan atau tenaga penyelenggara adalah orang yangmendirikan pendidikan bagi anak autistik. Sekaligus bertugas sebagaifasilitator bagi setiap keperluan pendidikan yang didirikan dan bertanggungjawab terhadap perkembangan sekolah maupun tenaga pengelola yang ada sekolahtersebut.5) Tenaga Pengelola (Pemimpin Sekolah)Tenaga pengelola merupakan jembatan antara orang tua, lingkungan danpihak penyelenggara serta peningkatan sumber daya manusia bagi guru atauterapisnya.D. SARANA DAN PRASARANASarana dan prasarana ini disesuaikan dengan tahapan usia sekolah sebagaiberikut :I. Usia Pendidikan Prasekolah- Alat Peraga : pengenalan warna, bentuk, huruf dan angka,benda-benda sekitar, buah, binatang, kendaraan.- Alat bantu komunikasi : berupa gambar-gambar yang mewujudkan tujuankomunikasi dari anak.- Alat bantu pengembangan motorik halus : cara memegang pensil,menggunting, mewarna, dan sebagainya- Alat bantu pengembangan motorik kasar : bola, tali, dlsb.- Kurikulum Tanan Kanak-kanak- Terapi wicara (terapi dan alatnya) baik manual atau elektronik- Terapi sensori motorik integrasi (ayunan, lorong, balok titian dansebagainya)II. Usia Pendidikan Sekolah Dasar- Segala sarana belajar yang ada pada sekolah dasar pada umumnya- Alat peraga konkrit sebagai penunjang sarana belajar- Guru pendamping- Sarana untuk bersosialisasiIII. Usia Pendidikan MenengahPada usia ini jika dimungkinkan anak mengikuti kurikulum sekolahmenengah maka sarana belajar bisa mengikuti sarana yang diperlukan untuksekolah menengah akan tetapi jika anak harus berada pada sekolah khusus,maka sarana yang dibutuhkan harus mengacu pada pengembangan kemampuanfungsional yang ada pada setiap anak autistik.E. PENDANAANPendidikan bagi anak autistik memang memerlukan biaya yang mahal, karenapola pengajaran yang individual (satu anak, satu guru). Oleh karena itudiperlukan peranan masyarakat dan orang tua siswa yang lebih besar.F. MANAJEMENPelayanan pendidikan bagi anak autistik merupakan suatu kegiatan yangterpadu dan juga melibatkan unsur-unsur sebagai berikut :1. Orang tua, merupakan pemegang peran utama dalam penanganan anakautistik karena interaksi anak dengan orang tua lebih besar porsinyadibandingkan dengan di sekolah.2. Tenaga pendidik, dimana yang berhubungan langsung dengan anak didiksehingga dalam memberikan evaluasi yang lebih akurat dan mengoptimalkanpembelajaran.3. Penyelenggara pendidikan, sebagai penanggung jawab kurikulum danpenyedia sarana dan prasarana pendidikan bagi anak autistik maka peran sertamereka mutlak diperlukan guna memberikan tempat pelayanan pendidikan yangmemadai.4. Tenaga profesional (dokter, terapis, psikolog) yang berfungsi untukmendeteksi dan menangani, anak autistik secara berkesinambungan danintegral.5. Lembaga pemerintah sebagai fasilitator, dan juga sekaligus mengawasiprogram pelayanan pendidikan anak autistikDari masing-masing unsur tersebut harus berbentuk suatu jaringan kerjasehingga dapat mengembangkan program-program yang bersifat inovatif secaraberkelanjutan dan mampu memberikan pelayanan pendidikan bagi anak autistik.G. LINGKUNGANLingkungan bagi anak yang manapun, tidak hanya dilaksanakan didalamgedung, tetapi juga diluar gedung. Khusus untuk pendidikan di luar gedung,maka sebaiknya lingkungan difahamkan dulu tentang anak autistik, sepertilingkungan bisa bersikap yang tepat pada anak autistik. Lingkungan yangdimaksud adalah :1. Keluarga tempat dimana anak autistik berada, yaitu Bapak, Ibu, Kakak,Adik, Kakek, Nenek, Pembantu, dlsb.2. Masyarakat sekitar tempat pendidikan3. Masyarakat pemilik sarana integrasi dan sosialisasi bagi anak autistik.4. Masyarakat secara luas sehingga perlu informasi melalui media cetak,elektronik, penyuluhan, seminar, dlsb.H. KEGIATAN BELAJAR MENGAJARKegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa (anak autistik)yang belajar dan guru pembimbing yang mengajar. Dalam upaya membelajarkananak autistik tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model untuk anak autistikharus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten di dalamkegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak autistik padaumumnya mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain. Makaguru pembimbing diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak autistik.Komponen-komponen yang harus ada dalam kegiatan belajar mengajar adalah :1. Anak didikYakni anak autistik dan anak-anak yang masuk dalam spektrum autistik.2. Guru pembimbingSeorang guru pembimbing anak autistik harus memiliki dedikasi,ketelatenan, keuletan dan kreativitas di dalam membelajarkan anak didiknya.Sehingga guru pembimbing harus memahami prinsip-prinsip pendidikan danpengajaran untuk anak autistik.Prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaranPendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakanberdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:a. TerstrukturPendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsipterstruktur, artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajarandimulai dari bahan ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan olehanak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajaryang setingkat diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah darimateri sebelumnya.Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami maknadari instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harusdikenalkan kepada anak adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". dan"merah". Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkahselanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi "Ambil bola merah" kedalamperbuatan kongkrit. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistikmeliputi :- Struktur waktu- Struktur ruang, dan- Struktur kegiatanb. TerpolaKegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpoladan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai daribangun tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harusdikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur.Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang,dapat dilatih dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dankondisi lingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitasyang berlaku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebihmudah menerima perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan(adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behaviortherapi).c. TerprogramPrinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yangingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitanerat dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikanharus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak,sehingga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar targetprogram yang kedua, demikian pula selanjutnya.d. KonsistenDalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik,prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilakupositif memberi respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), makaguru pembimbing harus cepat memberikan respon positif (reward/penguatan),begitu pula apabila anak berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebutjuga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secaratetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus sesuai denganperilaku sebelumnya.Konsisten memiliki arti "Tetap", bila diartikan secara bebas konsistenmencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi gurupembimbing berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anaksesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individuanak autistik. Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalammempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang munculdalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten dalampendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan perlakukanterhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun bersamaantara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi pembelajarandi sekolah dan dirumah.e. KontinyuPendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauhberbeda dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan danpengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik.Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran,program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaanpendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untukkegiatan dirumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, therapiperilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus dilaksanakan secaraberkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).3. KurikulumDalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistiktentunya harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi padakemampuan dan ketidak mampuan anak dengan memperhatikan deferensiasimasing-masing individu.4. Pendekatan dan MetodePendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan Pendekatandan program individual. Sedangkan metode yang digunakan adalah merupakanperpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dankemampuan anak serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak.Metode dalam pengajaran anak autistik adalah metode yang memberikan gambarankongkrit tentang "sesuatu", sehingga anak dapat menangkap pesan, informasidan pengertian tentang "sesuatu" tersebut.5. Sarana Belajar MengajarSarana belajar diperlukan, karena akan membantu kelancaran prosespembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara kongkrit bagianak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah pola pikirkongkrit. sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit.Beberapa anak autistik dapat berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatihdengan sarana belajar yang kongkrit.6. EvaluasiUntuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perludilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagianak autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:1. Evaluasi ProsesEvaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proseskegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilakumenyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Halini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi reward atau demonstrasisecara visual dan kongkrit.Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres yang dicapai anakdapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku penghubung.2. Evaluasi BulanEvaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan ataupermasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah.Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah danperkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna mendapatkanpemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara lain dengan mencaripenyebab dan latar belakang munculnya masalah serta pemecahan masalah macamapa yang tepat dan cocok untuk anak autistik yang menjadi contoh kasus. Halini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dengan mengadakan diskusibersama atau case conference.3. Evaluasi Catur WulanEvaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksudsebagai tolok ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuanprogram pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak,maka kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan denganbertolak dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila programbelum dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan program (remedial)atau meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak berhasilan pencapaianprogram.Faktor Penentu Keberhasilan Pendidikan dan Pengajaran bagi Anak Autistik.Tingkat keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran anakautistik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :1. Berat - ringannya kelainan/gejala2. Usia pada saat diagnosis3. Tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa4. Tingkat kelebihan (strengths) dan kekurangan (weaknesses) yang dimilikianak5. Kecerdasan/IQ6. Kesehatan dan kestabilan emosi anak7. Terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, saranapendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat).Hambatan Proses Belajar Mengajar dan Solusinya.1. Masalah prilakuMasalah perilaku yang sering muncul yaitu : stimulasi diri danstereotip.Bila perilaku tersebut muncul yang dapat kita lakukan :i. Memberikan Reinforcement.ii. Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiriiii. Siapkan kegiatan yang menarik dan positifiv. Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.2. Masalah Emosi :Masalah ini menyangkut kondisi emosi yang tidak stabil, misalnya;menangis, berteriak, tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk,destruktif, tantrum dlsb.Cara mengatasinya :1) Berusaha mencari dan menemukan penyebabnya2) Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang.3) Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.3. Masalah Perhatian. (Konsentrasi)Perhatian anak dalam belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktuyang lama dan masih berpindah pada obyek/kegiatan lain yang lebih menarikbagi anak.Untuk itu maka usaha yang harus diupayakan oleh pembimbing adalah:a. Waktu untuk belajar bagi anak ditingkatkan secara bertahap.b. Kegiatan dibuat semenarik mungkin, dan bervariasi.c. Istirahat sebentar kemudian kegiatan dilanjutkan kembali, dimaksudkanuntuk mengurangi kejenuhan pada anak, misal : dengan menyanyi, bermain,bercanda, dlsb.4. Masalah Kesehatan.Bila kondisi kesehatan siswa kurang baik, maka kegiatan belajarmengajar tidak dapat berjalan secara efektif, namun demikian kegiatanbelajar tetap dapat dilaksanakan, hanya saja dalam pelaksanaannyadisesuaikan dengan kondisi anak.5. Orang TuaUntuk memberikan wawasan pada orang tua, perlu dibentuk PerkumpulanOrang Tua Siswa, sebagai sarana penyebaran berbagi pengalaman sesama sepertiinformasi baru dari informasi internet, buku-buku bahkan jika mungkin tatapmuka dengan tokoh yang berkaitan dalam pendidikan untuk anak autistik atauanak dengan kebutuhan khusus.6. Masalah Sarana BelajarDengan menyediakan materi-materi yang mungkin diperlukan untukkepentingan terapi anak-anaknya misalnya :- Textbook berbahasa Inggris dan Indonesia,- Buku-buku pelajaran siswa,- Kartu-kartu PECS, Compics, Flashcard, dlsb,- Pegs, balok kayu, puzzle dan mainan edukatif lainnya.

Source (Sumber) : Dikdasmen Depdiknas

MENGENAL TUNANETRA

Pendahuluan

Mata merupakan indra yang dapat menghubungkan kita dengan dunia disekitar kita. Kita dapat mengetahui apa saja yang berada disekitar kita, dapat menirukan tingkah laku seseorang yang kita anggap baik. Dengan mata, kita dapat menerima informasi apa saja dan dengan mata pula kita melakukan dan menyelesaikan tugas-tugas. Bagaimana dengan tunanetra, apakah dengan tidak berfungsinya indra penglihatan, maka mereka juga tidak dapat menerima informasi, menjalankan tugas dan menirukan? Memang dalam hal meniru, mereka akan banyak mengalami kesulitan karena indra lain kurang dapat membantu. Sedangkan untuk kegiatan lain maih dapat dibantu dengan indra lain yang masih mereka miliki. Melalui indra raba, indra pendengaran, indra penciuman, dan indra pengecap, tunanaetra dapat memperoleh informasi banyak tentang lingkungannnya, dapat mengadakan sosialisasi dan dapat pula melakukan tugas-tugasnya dengan baik bahkan sebaik orang awas. Melalui latihan-latihan secara rutin dan teratur serta terarah, maka sisa indra yang masih mereka miliki dapat berfungsi lebih dari orang awas yaitu lebih peka, karena mereka dapat berkonsentrasi pada apa yang sedang dikerjakan. Konsentrasi ini terbentuk karena matanya tidak dapat melihat, maka seluruh perhatiannya dapat berpusat pada apa yang dikerjakan atau apa yang sedang dipelajarinya karena perhatiannya tidak terpecah kemana-mana. Hal inilah yang sangat mendukung kepekaan indra-indra yang masih mereka miliki.
Anak awas memperoleh informasi tentang bahasa melalui mendengar, membaca, dan mengamati gerakan dan ekspresi wajah. Pada mulanya mereka akan menirukan vokal afau cara bicara orang tua, saudara ataupun orang yang ada disekitarnya. Demikian juga halnya yang terjadi dengan tunanetra, mereka memperoleh informasi bahasa melalui membaca dan mendengar. Mereka juga dapat meniru gaya bicara atau vokal dari orang tua, saudara ataupun orang disekitarnya. Perbedaan dengan anak awas adalah pengembangan konsep bahasa dan penambahan kosa kata. Kalau anak awas perkembangan bahasanya dapat melalui melihat atau visual, maka tunanetra melalui rabaan. Karena perbedaan dalam perkembangan kosa kata, maka persepsi suatu kosa kata antara anak awas dan tunanetra berbeda dalam arti variasi pengertian kosa kata. Anak awas lebih kaya dari pada tunanetra. Misal kata malam, bagi tunanetra kata malam berarti gelap atau hitam. Tetapi lain halnya dengan anak awas, kata malam dapat bermakna cukup banyak, misal: malam penuh bintang, malam indah dengan bulan purnama, malam penuh dengan ketakutan, malam di tepi pantai akan sangat indah bila dibandingkan malam diterigah kota besar dll.
Pengamatan visual memang memiliki daya pengamatan jauh jaraknya yang memungkinkan idanya penguasaan lingkungan, penguasaan diri, atau hubungan antara keduanya. Karena dengan hilangnya penglihatan dapat mengakibatkan sosialisasi terhadap lingkungan sangat jelek. Hal ini terjadi karena ia tidak dapat menyelaraskan tindakannya pada situasi lingkungan saat itu. Dalam kehidupan sosial banyak kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dipelajari dari meniru, sedang bagi tunanetra hal ini merupakan hambatan besar. Untuk tunanetra memang masih memerlukan orang awas sebagai pendamping agar ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Selama manusia itu hidup, maka masalah tidaklah dapat dihindari, demikian juga dengan tunanetra. Dengan hilangnya penglihatannya akan menimbulkan masalah terhadap lingkungannnya terutama masalah sosial. Keterbatasan dalam mobilitas, pengalaman kurang mengakibatkan perasaan pasif, tergantung pada orang: lain, rendah diri, kurang percaya pada diri sendiri.
Proses perkembangan pribadi, pengalaman lingkungan hanya tergantung dari, fungsi kognitif. Fungsi kognitif akan meliputi indra pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman, pengecap dan indra kinestetik serta sentuhan pada kulit. Sedang indra penglihatan merupakan alat penyatu dan memadukan serta menyusun sebuah konsep. Karena itu seseorang yang kehilangan penglihatannya akan tergantung pada indra lain yang masih berfungsi dalam mengembangkan pengertian tentang lingkungan. Tentunya proses mengenal lingkungan ini akan berbeda caranya dengan anak awas. Tunanetra akan lebih mengandalkan pendengaran dan rabaan dalam mengenal lingkungan dan tentunya akan ditunjang dengan indra yang lainnya.

PENGERTIAN TUNANETRA

Kata tunanetra itu sendiri tidak asing bagi kebanyakan orang, tetapi masih banyak yang belum memahaminya. Pengertian tunanetra itu sendiri banyak ragamnya, sebab dapat ditinjau dari segi harfiah, kiasan, metafisika, medis, fungsional ataupun dari segi pendidikan. Dipandang dari segi bahasa, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1990: 971) Tuna mempunyai arti rusak, luka, kurang, tidak memiliki, sedangkan netra (Depdikbud, 1990: 613) artinya mata. Tunanetra artinya rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya. Menurut White Confrence pengertian tunanetra adalah sebagai berikut:

1. Seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision); dari ke dua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.

2. Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata yang terbaik setelah mendapat perbaikan yang diperlukan atau mempunyai ketajaman penglihatan lebih dari 20/200 tetapi mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.

Menurut Alana M. Zambone, Ph.D., dalam bukunya yang berjudul Teaching Children With Visual And Additional Disabilities (Alana, 1992: 59) seseorang dikatakan buta total bila tidak mempunyai bola mata, tidak dapat membedakan terang dan gelap, tidak dapat memproses apa yang dilihat pada otaknya yang masih berfungsi. Menurut Nolan (1982:430) dalam-bukunya yang berjudul Exceptional Children and Youth seseorang dikatakan buta (blind) bila ketajaman penglihatan sentral 20/200 atau kurang pada penglihatan terbaiknya setelah dikoreksi dengan kacamata, atau ketajaman penglihatan sentralnya lebih dari 20/200 tetapi ada kerusakan pada lintang pandangnya yang sedemikian rupa sehingga diameter terluas dari lintang pandangnya membentuk sudut yang tidak lebih besar dari 20 derajat.
Menurut DeMott (1982:272) dalam bukunya yang berjudul Exceptional Children and Youth istilah buta (blind) diberikan pada orang yang sama sekali tidak memiliki penglihatan atau yang hanya memiliki persepsi cahaya. Siswa yang buta akan diajarkan Braille. Pengertian penglihatan sebagian (partially sighted) adalah mereka yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan sentral antara 20/70 dan 20/200. Siswa yang digolongkan dalam klasifikasi ini membutuhkan bantuan khusus atau modiflkasi materi, atau membutuhkan kedua-duanya dalam pendidikannya di sekolah.
Menurut Hardman, et.al. (1990:313) dalam bukunya yang berjudul Human Exceptional, seorang dianggap buta bila ketajaman penglihatan sentralnya tidak lebih dari 20/200 dalam penglihatan terbaiknya setelah dikoreksi dengan kacamata atau seseorang yang ketajaman penglihatannya lebih baik dari 20/200, tetapi memiliki keterbatasan dalam lapang pandang sentralnya sehingga membentuk suatu derajat yang diameter terluasnya membentuk suatu sudut yang tidak lebih besar dari 20 deraja.
Menurut pendidikan kebutaan (blindness) difokuskan pada kemampuan siswa dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain seperti pendengaran, perabaan, inilah yang disebut buta secara pendidikan (Hardman, et.al. 1990:313).
Banyak pengertian tunanetra yang didasarkan pada masalah fungsionalisasi tingkat ketajaman penglihatan, hal ini mendorong Barraga (1986) dan Hardman, et.al. (1990:314) mengemukakan beberapa pengertian tentang tunanetra dengan jalan merangkum dari semua pengertian yang ada, yaitu:

1. Profound Visual Disability yaitu kemampuan penglihatannya sangat terbatas sehingga hanya mampu melakukan tugas-tugas penglihatan yang paling sederhana sehingga tidak memungkinkan dipergunakan untuk tugas melihat secara detail karena kegiatan itu sukar/terlalu berat bagi kemampuan penglihatannya

2. Severe Visual Disability yaitu mereka yang memiliki kemampuan penglihatan kurang akurat/kurang baik bila dibading dengan mereka yang awas walau mereka telah mempergunakan alat bantu visual, akibatnya mereka lebih membutuhkan banyak waktu dan energi untuk melakukaa tugas-tugas visual.

3. Moderate Visual Diability adalah mereka yang masih mampu menggunakan alat-alat bantu khusus dengan diberi bantuan cahaya cukup sehingga mereka mampu menjalankan tugas-tugas visual yang sebanding dengan mereka yang awas.

Dalam konteks kesehatan, organisasi kesehatan dunia (WHO) membedakan istilah impairment, disability, dan handicap. Impairment mempunyai arti kehilangan atau ketidaknormalan atau kelemahan struktur atau fungsi psikologis, fisiologis, atau anatomis. Visual Impairment berarti penglihatan yang tidak berfungsi. Tidak berfungsinya penglihatan karena kerusakan pada mata. Kerusakan tersebut dapat disebabkan saraf rusak, bola mata tidak ada, bola mata terlalu kecil, dll. Disability mempunyai arti keterbatasan atau ketidak mampuan atau kekurangmampuan sebagai akibat dari impairment. Keterbatasan ini dalam melakukan suatu tugas sebagaimana orang pada umumnya. Visual Disability berarti penglihatari atau mata tidak dapat digunakan karena ada kerusakan. Mata tidak dapat dipergunakan untuk melihat karena sarafnya rusak, atau karena bola mata hilang, atau bola mata terlalu kecil. Handicap mempunyai arti hambatan atau kondisi yang kurang baik bagi seseorang akibat impairment atau disability. Kondisi ini sangat menghambat dalam melakukan suatu pekerjaan seperti orang pada umumnya. Berat-ringannya hambatan tersebut tergantung pada usia, jenis kelamin, faktor-faktor sosial dan budaya orang tersebut. Visually handicap berarti seseorang tidak dapat menggunakan penglihatannya karena ada kerusakan pada saraf mata, atau bola mata. Akibatnya penglihatannya tidak berfungsj. (WHO, 1980)
Untuk selanjutnya pengertian tunanetra yang dipergunakan adalah kemampuan siswa dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain seperti pendengaran, perabaan, penciuman.

KLASIFIKASI TUNANETRA ATAU PENGELOMPOKAN TUNANETRA

Klasifikasi atau pengelompokkan tunanetra yang ditinjau dari segi pendidikan

a. Pengelompokan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan. (Snellen Tes)

1. 6/6 m - 6/16 m atau 20/20 feet -20/50 feet.
Pada tingkat ini sering dikatakan sebagai tunanetra ringan atau bahkan masih dapat dikatakan normal. Mereka masih mampu mempergunakan peralatan pendidikan pada umumnya, sehingga masih dapat memperoleh pendidikan di sekolah umum. Mereka masih mampu melihat benda lebih kecil seperti mengamati uang logam seratus rupiah dan korek api.

2. 6/20 m -6/60 m atau 20/70 feet -20/200 feet.
Pada tingkat ketajaman ini sering disebut dengan tunanetra kurang lihat atau low vision atau disebut juga dengan partially sight ataupun tunanetra ringan. Pada taraf ini mereka masih mampu melihat dengan bantuan kaca mata.

3. 6/60 lebih atau 20/200 lebih.
Pada tingkat ini sudah dikatakan tunanetra berat. Taraf ini masih mempunyai tingkatannya yaitu:
* Masih dapat menghitung jari pada jarak 6 meter.
* Masih dapat melihat gerakan tangan.
* Hanya dapat membedakan terang dan gelap.

4. Mereka yang memiliki visus 0, sering disebut buta.
Tingkat terakhir sudah tidak mampu melihat rangsangan cahaya dan tidak dapat melihat apapun.

b. Berdasarkan saat terjadinya kebutaan.

1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir
Kelompok ini terdiri tunanetra yang sejak dalam kandungan atau sebelum satu tahun sudah mengalami kebutaan. Anak masih belum mempunyai konsep penglihatan. Peran guru, orang tua dan orang disekitar anak sangat besar artinya untuk melatih indra-indra yang masih dimilikinya.
2. Tunanetra batita
Saat usia di bawah 3 tahun telah mengalami tunanetra, maka kelompok ini disebut tunanetra batita. Bagi mereka konsep penglihatan yang masih ada akan cepat hilang. Dengan demikian kesan-kesan visual (konsep-konsep benda, lingkungan) yang telah dimilikinya tidak terlalu bermanfaat bagi kehidupan anak selanjutnya. Pada taraf ini peran orang tua guru dan orang di sekitarnya, sangat besar. Mereka akan membantu dalam mengulang kembali segala sesuatu yang pernah dimengerti anak, saat ia masih dapat melihat dengan bantuan media yang ada dan sebenarnya.
3. Tunanetra balita
Saat usia dibawah 5 tahun, telah mengalami kebutaan disebut tunanetra balita. Pada usia ini konsep penglihatan akan tetap terbentuk dengan cukup berarti sehingga akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah pendidikannya. Kesan yang pernah terbentuk tidak hilang melainkan selalu dihidupkan sehingga akan berguna bagi perkembangannya. Peran orang tua dan guru taman kanak-kanak sangat besar artinya dalam membina dan mengarahkan konsep yang telah dimiliki anak.

4. Tunanetra pada usia sekolah
Kelompok ini meliputi anak tunanetra dari usia 6 tahun sampai dengan12 tahun. Pada usia ini konsep penglihatan telah terbentuk dan mempunyai kesan-kesan visual yang sangat banyak dan bermanfaat bagi perkembangan pendidikannnya. Kesan itu dapat berupa keadaan sekolah, rumah teman-teman yang selalu ceria dll. Walau demikian mereka tetap harus mendapat perhatian khusus dari orang tua dan guru dalam menempuh pelajarannya. Tidak jarang mereka mengalami goncangan jiwa. Goncangan jiwa anak usia sekolah akan lebih hebat bila dibandingkan dengan balita sebab usia sekolah merupakan masa-masa bermain. Dalam hal ini tugas pendidik adalah menyadarkan mereka agar mau menerima kenyataan. Dengan demikian anak akan dapat berkembang dan menambah pengalamannya dalam kebutaannya.

5. Tunanetra remaja
Kelompok ini terjadi pada usia 13 tahun sampai 19 tahun. Mereka sudah memiliki kesan-kesan visual yang sangat mendalam. Kesan ini akan bermanfaat dalam mendukung perkembangan kehidupan selanjutnya. Mereka akan mengalami goncangan jiwa yang berat sebab terjadi dua konflik yaitu konflik batin dan konflik jasmani. Ia merasakan suatu frustasi dan keputusasaan, karena secara jasmani ia tidak lagi seperti saat masih dapat melihat, padahal segala kebutuhannya akan sama seperti saat ia masih dapat melihat. Pada masa seperti itu mereka sangat membutuhkan bimbingan agar sadar dan dapat menerima kenyataan yang dihadapi sekarang. Dengan demikian diharapkan mereka dapat berkembang secara utuh baik secara jasmani mapun rohani. Akhirnya mereka dapat pula mengadakan interaksi sosial dengan lingkungan disekitarnya.

6. Tunanetra dewasa
Kelompok ini terjadi pada usia 19 tahun keatas. Mereka telah memiliki keterampilan yang mapan dan kemungkinan pekerjaan yang dapat diharapkan untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Maka kebutaan yang dialaminya akan membuat suatu pukulan batin yang cukup berat. Tidak sedikit dari mereka mengalami goncangan jiwa, frustasi, dan putus asa. Mereka hendaknya mendapat layanan dan bimbingan baik secara jasmani maupun rohani secara khusus. Bimbingan secara jasmani akan lebih mengarah pada keterampilan yang belum pernah dimilikinya. Dengan demikian mereka yang harus kehilangan pekerjaannnya karena kebutaannya akan mendapatkan ganti pekerjaannya,sehingga tugas untuk mencari nafkah dapat tetap terpenuhi. Secara rohani lebih diarahkan pada bimbingan agama, yaitu untuk mempertebal imannya dalam menerima keadaannya.

c. Menurut tingkat kelemahan visual

1. Tidak ada kelemahan visual (normal )
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/25 dan luas iantang pandang lebih besar dari 120 derajat. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam melakukan tugas sehari-hari.

2. Kelemahan visual ringan
Memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/25 dan luas lantang pandang kurang dari 120 derajat. Mereka masih dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Luas lantang pandang berkurang, tidak berpengaruh terhadap kegiatannya sehari-hari.

3. Kelemahan visual sedang
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/60 dan luas lantang pandang
60 derajat. Mereka masih dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik, tetapi mereka harus menggunakan alat bantu penglihatan yaitu kaca mata.

4. Kelemahan visual parah
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/60 dan luas lantang pandang
20 derajat. Ketajaman penglihatan dan lantang pandang sudah sangat turun.sehingga penggunaan kaca mata tidak berfungsi.

5. Kelemahan visual sangat parah
Memiliki ketajaman penglihatan sangat rendah. la hanya bisa membaca atau menghitung jari pada jarak 5m dengan lantang pandang 10 derajat.

6. Kelemahan visual yang mendekati buta total
Memiliki ketajaman penglihatan sangat rendah. Ketajaman penglihatan yang dimiliki lebih rendah dari kelemahan visual sangat parah. la hanya bisa membaca atau menghitung jari pada jarak 1m dengan lantang pandang 5 derajat.

7. Kelemahan visual total
Pada taraf ini sudah tidak dapat lagi menerima rangsang cahaya. la sudah dapat dikatakan buta.

d. Menurut ketidakmampuan dalam melihat

1. Ketidakmampuan melihat taraf ringan
Pada taraf ini masih dapat melakukan kegiatan tanpa harus menggunakan alat bantu khusus. Kegiatan sehari-hari dapat dikerjakan tanpa hambatan.

2. Ketidakmampuan penglihatan taraf sedang
Pada taraf ini masih dapat melakukan kegiatan dengan menggunakan kedekatan sinar, dan alat bantu khusus. Kedekatan sinar berarti diperlukannya pengaturan sinar sesuai dengan kebutuhannya.

3. Ketidakmampuan penglihatan pada taraf parah
Pada taraf ini ada beberapa tingkat kemampuan:

* Dapat melakukan kegiatan dengan bantuan alat bantu penglihatan tetapi tidak lancar dalam membaca, cepat lelah sehingga tidak tahan lama dalam melihat.

* Tidak dapat melakukan tugasnya secara detail atau terinci walau telah dibantu dengan alat bantu penglihatan.

* Mengalami hambatan dalam melakukan tugas-tugasnya secara visual sehingga memerlukan bantuan indera lainnya.

* Penglihatan sudah tidak dapat diandalkan lagi sehingga memerlukan bantuan indera lain karena yang mampu dilihat hanyalah terang-gelap.

* Penglihatannya benar-benar tidak dapat dipergunakan lagi sehingga sangat tergantung pada kemampuan indera lainnya.

KARAKTERISTIK TUNANETRA ATAU CIRl KHAS TUNANETRA

a. Ciri khas Tunanetra total
Kekurangan dalam penglihatannya atau bahkan kehilangan sama sekali penglihatannya akan mempuyai akibat. Akibat tersebut berupa berbagai masalah yang secara sadar maupun tidak sadar mereka lakukan. Masalah tersebut berupa kegiatan yang dilakukati tunanetra. Itulah karakteristik atau ciri khas tunanetra. Karakter dan karakteristik mempunyai perbedaan arti. Karakter adalah sifat seseorang, sedangkan karakteristik adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua orang atau tunanetra. Berat ringan karakteristik tergantung sejak kapan mengalami ketunaannya, tingkat ketajaman penglihatannya, tingkat pendidikannya, lingkungan serta usia.

Karakteristik tunanetra total adalah sebagai berikut:

1. Rasa curiga pada orang lain
Keterbatasan akan rangsang penglihatan yang diterimanya akan menyebabkan para tunanetra kurang mampu untuk berorientasi dengan lingkungannya. Akibatnya kemampuan mobilitasnya terganggu. Pengalaman sehari-hari menunjukkan kepada anak tunanetra, bahwa tidak mudah baginya untuk menemukan sesuatu benda yang dicarinya. Anak tunanetra sering bertabrakkan dengan orang lain, kakinya terperosok dalam lubang dan pengalaman-pengalaman lain yang menimbulkan rasa sakit, kecewa dan rasa tidak senang dalam hati. Namun ia tidak tahu kepada siapa perasaan yang tidak menyenangkan irii akan ditumpahkan. Perasaan-perasaan kecewa, sakit hati dan sebagainya yang dialami oleh anak tunanetra tersebut mendorong dirinya untuk selalu berhati-hati dalam setiap tindakannya. Sikap yang selalu hati-hati inilah yang akhirnya dapat menimbulkan sikap yang selalu curiga terhadap orang lain.

2. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan tersinggung ini timbul karena pengalaman sehari-hari yang selalu menyebabkan kecewa, curiga pada orang lain. Akibatkan anak tunanetra menjadi emosional, sehingga segala senda gurau, tekanan suara tertentu atau singgungan fisik yang tidak disengaja dari orang lain dapat menyinggung perasaannya.

3. Ketergantungan yang berlebihan
Sikap ketergantuhgan yang berlebihan adalah sikap tunanetra yang lain. Mereka tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri. Mereka cenderung untuk mengharapkan uluran tangan dari orang lain. Hal ini terjadi karena dua sebab. Sebab pertama yaitu datang dari diri tunanetra. Sebab kedua datang dari luar diri tunanetra. Dari dalam diri tunanetra adalah belum atau tidak mau berusaha sepenuh hati untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Dari luar diri tunanetra adalah karena selalu ada rasa kasih sayang dan perlindungan yang berlebihan dari orang lain di sekitarnya. Akibatnya tunanetra tidak pernah berbuat sesuatu, segala keperluannya telah disiapkan orang lain.

4. Blindism
Blindism merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan tunanetra tanpa mereka sadari. Gerakan-gerakan ini sangat tidak sedap dipandang mata, misalnya selalu menggeleng-gelengkan kepala tanpa sebab, menggoyang-goyangkan badan dan sebagainya. Semua gerakan ini tidak terkontrol oleh tunanetra, sehingga orang lain akan pusing bila selalu melihat gerakan-gerakan tersebut.

5. Rasa rendah diri
Tunanetra selalu menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain yang normal. Hal ini disebabkan mereka selalu merasa diabaikan oleh orang disekitarnya. Tunanetra mencoba uatuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan kegiatan lingkungan, tetapi masyarakat atau orang awas tidak dapat menerimanya. Dalam pergaulan tunanetra sering diejek, digoda, dilarang keluar rumah, selalu mendapat belaskasihan.

6. Tangan ke depan dan badan agak membungkuk
Tunanetra cenderung untuk agak membungkukkan badan dan tangan ke depan. Maksudnya untuk melindungi badannya dari sentuhan benda atau terantuk benda yang tajam.

7. Suka melamun
Mata yang tidak berfungsi mengakibatkan tunanetra tidak dapat mengamati keadaan lingkungan, maka waktu yang kosong sering dipegunakan untuk melamun.

8. Fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek
Fantasi ini sangat berkaitan dengan melamun. Lamunannya akan menimbulkan fantasi pada suatu objek yang pernah diperhatikan dengan rabaannya. Fantasi ini cukup bermanfaat untuk perkembangan pendidikan tunanetra. Dengan mudahnya berfantasi, maka guru akan mudah juga,untuk menerangkan sesuatu yang sedikit abstrak. Pengalaman sehari-hari dikaitkan dengan fantasinya, maka tak jarang tunanetra dapat menciptakan sebuah lagu yang indah atau bahkan puisi yang indah pula. Hasil karyanya dapat dinikmati oleh orang pada umumnya dan tak jarang membuat orang kagum sebab hasil karya tunanetra tidak kalah dengan hasil karya seniman pada umumnya.

9. Kritis
Keterbatasan dalam penglihatanyadan kekuatan dalam berfantasi mengakibatkan tunanetra sering bertanya pada hal-hal yang belum dimengerti sehingga mereka tidak salah konsep. Tunanetra tidak pernah berhenti bertanya bila ia belum mengerti.

10. Pemberani
Tunanetra akan melakukan sesuatu dengan sungg-sungguh tanpa ragu-ragu. Sikap ini terjadi bila mereka mempunyai konsep dasar yang benar tentang gerak dan iingkungannya, sehingga kadang-kadang menimbulkan rasa cemas dan waswas bagi orang lain yang melihat.

11. Perhatian terpusat (terkonsentrasi)
Kebutuhan menyebabkan dalam melakukan suatu kegiatan akan terpusat. Perhatian yang terpusat ini sangat mendukung kepekaan indera yang masih ada dan normal.


KARAKTERISTIK TUNANETRA KURANG LIHAT

Karakteristik dapat disebut juga ciri khas yang biasanya dilakukan oleh para low vision/kurang lihat. Tentunya berat ringan ciri khas ini sangat dipengaruhi oleh sisa penglihatan yang dimiliki, tingkat pendidikan dan latar belakang keluarga serta pribadi anak kurang lihat itu sendiri.
Karakteristik tunanetra kurang lihat adalah:
1. Selalu mencoba mengadakan fixition atau melihat suatu benda dengan memfokuskan pada titik-titik benda. Dengan mengerutkan dahi ia selalu mencoba imtuk melihat benda yang ada disekitarnya. la akan terus mencoba melihat sampai berhasil mengetahui benda yang ingin dilihatnya itu.

2. Menanggapi rangsang cahaya yang datang padanya, terutama pada .benda yang kena sinar, disebut visually function. Bila ada benda terkena cahaya, tunanetra kurang lihat akan membuat reaksi atau merespon benda tersebut. la akan selalu mencari benda yang terkena sinar. la tidak akan berhenti mencari, bila ia belum dapat melihat benda yang terkena sinar.

3. Bergerak dengan penuh percaya diri baik di rumah maupun di sekolah. Tunanetra kurang lihat akan bergerak penuh percaya diri. Ia akan merasa bangga bila harus menuntun tunanetra yang total atau buta, ia akan bersikap seperti orang awas, bila sekali-kali ia tersandung, maka semuanya itu dianggapnya biasa.

4. Merespon warna. Ia akan selalu memberikan komentar pada warna benda yang dilihatnya.

5. Mereka dapat menghindari rintangan-rintangan yang berbentuk besar dengan sisa penglihatannya. Bila ada selokan, batu besar, tumpukan batu atau kayu, penghalang jalan, mereka akan dapat segera mengetahui dan dapat menghindari bahaya tersebut.

6. Memiringkan kepala bila akan memulai dan melakukan suatu pekerjaan. Hal ini terjadi karena mereka mencoba untuk menyesuaikan cahaya yang ada dan daya lihatnya.

7. Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya. Bila ada benda bergerak, ia akan mengikuti arah gerak benda tersebut, sampai benda tersebut tidak tampak lagi.

8. Tertarik pada benda yang bergerak. Ia selalu ingin merespon adanya benda. Hal itu dipergunakan untuk menunjukkan bahwa ia masih dapat melihat, tetapi ia akan terkejut bila benda itu datangnya tiba-tiba.

9. Mencari benda jatuh selalu menggunakan penglihatannya. Hal ini dikerjakan untuk membuktikan bahwa ia masih mampu melihat, sehingga ia pun sangat tertarik dengan permainan yang menggunakan mata.

10. Mereka akan selalu menjadi penuntun bagi temannya yang buta. Mereka akan merasa bangga bila harus menuntun temannya yang buta. Mereka akan menunjukkan pada temannya yang buta, bahwa mereka masih mampu untuk melihat lingkungan di sekitarnya.

11. Jika berjalan sering membentur atau menginjak-injak benda tanpa disengaja. Benda kecil seperti kapur, pensil, bolpoinV bila jatuh di lantai, tunanetra kurang lihat akan sukar melihatnya. Akibatnya benda-benda tersebut akan diinjaknya tanpa sengaja.

12. Berjalan dengan menyeretkan atau menggeserkan kaki atau salah langkah. Tidak jarang mereka berjalan dengan menggeserkan kaki. Hal ini terjadi karena mereka takut akan menginjak benda kecil di sekitarnya. Mereka akan malu dengan temannya yang buta ataupun yang awas. Salah langkah sering dilakukan tunanetra kurang lihat, karena mereka salah mendeteksi lingkungan. Mendeteksi lingkungan atau mengamati lingkungan yang salah akan mengakibatkan salah melangkahkan kaki.

13. Kesulitan dalam menunjuk benda atau mencari benda kecuali warnanya kontras. Mereka sulit menyebutkan, nama benda dalam sebuah gambar atau foto, bila warnanya tidak kontras. Warna dasar merah muda, warna benda merah tua, tunanetra kurang lihat akan sulit melihat gambar benda tersebut. Tetapi bila warna dasar putih, warna benda hitam, maka mereka akan mudah menyebut nama benda tersebut, karena warnanya kontras.

14. Kesulitan melakukan gerakan-gerakan yang halus, dan lembut. Gerakan halus dan lembut sulit dilihat, seperti menari. Seseorang dapat menari, bila ia mampu meniru gerakan-gerakan gurunya. Bila ia tidak mampu melihat gerakan yang halus dan lembut, maka iapun tidak mampu untuk menirukannya.

15. Selalu melihat benda dengan global atau menyeluruh. Keterbatasan dalam melihat menyebabkan ketidakjelian dalam melihat detail benda atau keselumhan benda secara rinci.

16. Koordinasi atau kerja sama antara mata dan anggota badan yang lemah. Seseorang dapat memasukkan bola ke gawang dengan tepat, maka diperlukan koordinasi mata dan kaki. Agar dapat mengiris dengan baik, maka diperlukan koordinasi mata dan tangan. Mereka yang mengalami tunanetra kurang lihat kurang dapat melakukan itu semua, karena daya lihatnya kurang. Daya lihat kurang, menyebabkan koordinasi mata dan anggota badan lemah.

PENYEBAB KETUNANETRAAN

Informasi mengenai terjadinya kecacatan sangat beraneka ragam. Kecacatan dapat ditinjau dari sudut waktu terjadinya (ketika anak/bayi sebelum dilahirkan atau masa prenatal, saat anak dilahirkan atau masa natal, ketika anak telah lahir atau masa post natal). Kecacatan juga dapat ditinjau dari sudut intern (penyebab yang datang dari dalam diri). dan ekstern (penyebab yang datang dari luar diri).

a. Faktor intern
Faktor intern merupakah penyebab kecacatan yang timbul dari dalam diri orang tersebut.

1. Perkawinan keluarga
Di dalam tubuh terdapat trilliun sel yang dahulunya hanya berasal dari segumpal sel yaitu hasil pertemuan antara sel telur dan sperma. Di dalam sel-sel inilah terdapat faktor-faktor keturunan yang senantiasa diturunkan pada anak-anaknya. Pada umumnya faktor keturunan terdapat pada inti sel (nukleus) dalam bentuk kromosom yang berpasangan berjumlah 23 pasang. Kromosom ini terdiri atas zat kimiawi yang kompleks dinamakan DNA (deoxyribonucleic acid). DNA ini selanjutnya membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik di dalam tubuh manusia. Bila terjadi kelainan genetik akibat diturunkan secara turun-temurun dari kedua orang tua atau salah satu, maka genrgen dan kromosom inilah yang nan tiny a akan diturunkan pada generasi berikutnya. Hal ini akan sangat terasa bila terjadi perkawinan antar keluarga.

2. Perkawinan antar tunanetra
Di dalam sel terdapat faktor-faktor keturunan yang senantiasa diturunkan pada anak-anaknya. Faktor DNA yang membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik di dalam tubuh manusia. Gen-gen dan kromosom (DNA) inilah yang nantinya akan diturunkan pada generasi berikutnya. Hal ini akan sangat terasa bila terjadi perkawinan antar tunanetra.

b. Faktor ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor kecacatan yang timbul dari luar diri.

1. Penyakit sifilis/raja singa/rubella
Penyakit sifilis merupakan penyakit kotor yang menyerang alat kelamin. Penyakit ini disebut juga raja singa, karena sangat jahat. Bila penyakit ini menyerang seorang ibu, maka kuman-kuman sifilis akan terus merarnbat ke dalam kandungan. Maka situasi dalam kandungan kotor. Bila ibu mengandung dalam keadaan kandungan kotor, maka dapat dibayangkan bagaimana keadaan anak yang hidup di dalamnya. Anak harus lahir melalui saluran yang tidak bersih, akibatnya mata dan indra lainnya akan ikut terganggu atau bahkan anak menjadi buta dan masih disertai kecacatan yang lain.

2. Malnutrisi berat
Kekurangan gizi yang sangat berat pada tahap embrional (pertumbuhan anak dalam kandungan mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-8) akan menimbulkan kelainan-kelainan yang sangat kompleks. Kekompleksan ini akan mempengaruhi susunan saraf pusat dan mata. Pada tahap embrional, merupakan penentu, karena pada akhir tahap ini embrio sudah dilengkapi dengan bagian-bagian tubuh manusia secara lengkap dan sudah seperti manusia kecil. Malnutrisi berat ini menyangkut kekurangan kalori, protein, kalsium, jodium, serta vitamin A, C, D, E. Semua nutrisi tersebut sangat dibutuhkan pada tahap embrional untuk pertunibuhan dasar organ khususnyaotak.

3. Kekurangan vitamin A
Vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh. Ketahanan terhadap infeksi. Kehadiran vitamin A menyebabkan badan lebih efisien dalam menggunakan protein yang dikonsumsi. Vitamin A begjengaruh dalatm kegiatan berbagai macarn hormon pada anak-anak kekurangan vitamin A akan menyebabkan keriisakan pada matanya. Kerusakan itu akan meliputi kerusakan pada sensitifitas retina terhadap cahaya (rabun senja) serta merasak seiaput epitel pada konjungtiva dan kornea (xerophtalmia=xerosis). Keadaan khas dari xerosis ini adalah kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada pada celah kelopak mata, juga akan disertasi pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata bergerak maka akan nampak lipatan yang timbul pada konjungtiva bulbi. Bila dalam keadaan parah, maka akan mengakibatkan hancurnya retina (keratomalacia), dan bila keadaan ini tetap dibiarkan, maka anak akan menjadi buta.

4. Diabetes melitus
Diabetes merupakan gangguan metabolisme tubuh. Tubuh tidak cukup memproduksi insulin. Akibatnya produksi gula darah meningkat dari normal. Gangguan metabolisme ini akan merusak mata, ginjal, susunan saraf, dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat penyebabkan retinopati diabetes. Retinopati diabetes adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Kelainan tersebut berupa obstruksi kapiler, yaitu kelainan pada daerah kapiler retina yang disebabkan kurangnya aliran darah. Akibatnya, pendarahan para retina karena pecahnya kapiler. Akibat lain dari retinopati diabetes adalah gangguan pada ketajaman penglinatan yang secara perlahan akan terus menurun.

5. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah terlalu tinggi dapat menimbulkan gangguan mata, misalnya pandangan rangkap, pandangan kabur dll.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi ini dapat mengakibatkan retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyimpitan pembuluh darah, sehingga akan tampak pembuluh darah berwarna pucat, mengecil. Akibat dari penyimpitan pembuluh darah ini akan mengakibatkan kelainan pada retina karena dapat mengakibatkan pendarahan pada daerah makula. Pada penderita hipertensi yang berat dapat menyebabkan pendarahan pada daerah pupil dan sejajar dengan permukaan retina.

6. Stroke
Stroke disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak atau pendarahan. Akibatnya kerusakan saraf mata yang akan mengganggu penglihatan.

7. Radang kantung air mata
Radang ini ditemukan pada anak-anak,biasanya dimulai dengan tertutupnya saluran air mata oleh kotoran. Kotoran ini akhirnya menyumbat saluran air mata, dan dapat menyebabkan radang kantung air mata. Radang ini dapat juga disebabkaf tidak terbukanya selaput; saluran air mata waktu bayi. Keadaan radang ini bilajdibiarkan, akan tampak nanah yang memancar dari lubang saluran air mata dan sangat berbahaya bagi kesehatan mata. Untuk mengukur penyumbatan saluran air mata atau lakrimal lakukan dengan alat ukur yang disebut dengan Sonde.

7. Radang kelenjar kelompak mata
Orang awam mengenal istilah radang kelenjar kelompak mata ini dengan istilah bintilan. Radang ini dalam keadaan acut terlihat benjolan merah pada tepi kelopak mata atas atau bawah bernanah. Jika keadaan ini tidak cepat mendapat pengobatan maka akan mengakibatkan hal yang sangat berbahaya bagi mata.

8. Hemangioma
Tumor jinak pada peinbuluh darah sering tampak pada usia muda, atau bayi. Nampak merah kebiruan pada daerah tengah mata dan tampak semakin besar saat anak menangis, Gejala lain yang terlihat yaitu turunnya kelopak mata atau pembengkakan kelopak mata atas.

9. Retinoblastoma
Tumor ganas yang berasal dari retina seririg ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigaTpada penyakit ini adalah menonjolnya bola mata, bercak putih yang terlihat pada pupil, strabismus (juling), glaukoma, mata sering merah atau penglihatan yang terus menurun, Pengobatannya sangat sulit, karena akan melalui radiasi atau pengangkatan bola mata.

10. Cellutis orbita
Radang jaringan mata ini disebabkan karena infeksi kuman pada jaringan mata, biasanya berasal dari bisul kelppak mata atau pangkal hidung. Sering terjadi pada anak-anak yang mengalami safcit sinusitis (radang sinus) atau anak-anak dengan gizi sangat jelek. Akibat penyakit ini adalah pandangan kabur, pandangan ganda, kelopak mata membengkak, bola mata menonjol, gangguan pada gerak bola mata.


11. Glaukoma
Glaukoma disebabkan karena tekanan bola mata yang tinggi. Hal ini terjadi karena struktur bola mata yang tidak sempurna pada saat pembentukannya dalam rahim. Penyakit ini ditandai dengan pembesaran pada bola mata, selaput bening menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata dan merasakan silau. Jika keadaan ini tidak cepat ditangani akan mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kornea menjadi keruh. Glaukoma ini dapat menimbulkan beberapa macam keadaan pada mata. Glaukona absolut adalah suatu keadaan mata dengan ketajaman penglihatannya sudah nol. Hal ini disebabkan tekanan bola mata sangat tinggi, sehlngga bola mata menjadi keras seperti batu. Untuk melakukan tekanan pada bola mata dipergunakan alat yang disebut tonometri.

12. Fibroplasi retrolensa (retinopati prematuritas)
Fibroplasi retrolensa adalah suatu bentuk retinopati prematuritas yang diakibatkan pemberian oksigen yang berlebihan pada bayi setelah lahir. Hal ini biasanya terjadi karena bayi lahir prematur dengan usia kehamilan 25 - 30 minggu, sehingga bayi membutuhkan tambahan oksigen yang kadang-kadang pemberiannya berlebihan. Memang situasi ini sangat menyulitkan bagi perawatan. sebab bila pemberian oksigen kurang maka bayi akan meninggal tetapi bila berlebihan akan menyebabkan kerusakan pada susunan saraf. Hal itu akan mengakibatkan bayi buta atau kurang lihat, atau dapat juga menimbulkan ablasia retina yaitu keadaan sel kerucut dan sel/batang terpisah dari epitel pigmen. Biasanya dihubungkan dengan pemisahari retina karena adanya robekan pada retina.

13. Efek obat/zat kimiawi
Zat kimia atau obat-obatan membawa efek pada bagian-bagian bola mata sehingga mengakibatkan kerusakan. Tentunya kerusakan ini akan berbeda antara yang Satu bagian dengan bagian yang lain. Hal ini tergantung pada jenis obat atau zat kimia yang dipergunakan, letak bagian mata dan” sensitivitas bagian bola mata. Contoh: asam sulfat, asam tannat, dll, bila mengenai kornea maka akan menimbulkan kerusakan yang berakibat menjadi buta. Zat ethanol, aceton, dll, bila mengenai kornea maka akan mengakibatkan kering dan terasa sakit karena langsung mengenai receptor-receptor rasa sakit. Obat anti malaria dapat menyebabkan kekeruhan pada epithel kornea.

PENCEGAHAN KEBUTAAN

a. Pencegahan secara medis

1. Pencegahan secara genetika dapat dilakukan dengan jalan periksa ke dokter. Sebelum menikah hendaknya memeriksakan diri pada dokter, sehingga akan diketahui apakah gen mereka dapat menyebabkan kecacatan pada .anak yang kelak akan dilahirkan, sehingga pepatah kuno masih bisa dipertahankan yaitu bibit dan bebet. Bibit artinya bagaimanakah benih orang tersebut, apakah dalam keluarganya terdapat bentuk kecacatan, misal: paman, bibi, nenek, atau dari buyut terdapat bentuk kecacatan buta atau tunagrahita atau tunarungu, dll, maka orang tersebut membawa bibit yang kurang baik. Bila bibit kita juga tidak baik, maka jelas anak yang dilahirkan juga akan mengalami kecacatan tersebut. Bebet artinya keturunan, dari manakah asal orang tersebut, apakah berasal dari keluaga baik-baik, apakah dalam keluarganya pernah atau sering terjadi perkawinan antar keluarga dekat, karena hal inipun akan berakibat kurang baikrjuga bagi keturunan yang dilahirkan.

2. Hindarilah kehamilan di atas usia 35 tahun
Usia 35 tahun ke atas merupakan usia berisiko tinggi dalam melahirkan. Berisiko tinggi karena keadaan panggul yang sudah tidak lentur lagi, sehigga akan mempersulit dalam proses kelahiran. Napas sudah tidak sepanjang dan sekuat saat masih di bawah 35 tahun. Napas yang tidak kuat akan menyebabkan passen ibu saat melahirkan kurang kuat. Bila passen ibu tidak kuat saat melahirkan, maka harus dibantu dengan peralatan kedokteran misal tang atau kop. Pemakaian kedua alat tersebut dapat pula mengakibatkan kecacatan bila saat menarik kepala bayi mengenai saraf. Selain itu kelahiran pada resiko tinggi dapat mengakibatkan kelahiran jenis mongol ataupun down, sindrom.

3. Penggunaan obat penenang
Hindarilah penggunaan obat penenang khususnya pada triwulan pertama dalam kehamilan. Penghindaran ini sangat permanfaat, karena pengaruh biokemik dan farmakologik biasanya akan berakibat perubahan morfologik.

4. Penggunaan terapi radioaktif
Penggunaan terapi radiaktif hendaknya dihindari terutama pada triwulan pertama kehamilan. Diagnostik pada wanita hamil sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-10 pada siklus haid. Hal ini untuk mencegah terjadinya mutasi kromosom selsel telur pada ovarium.

5. Gizi/nutrisi baik
Gizi atau nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan lengkap sangat dibutuhkan dalam triwulan pertama dan trimester ketiga. Hal ini biasanya tidak mudah dilaksanakan karena pada saat itu banyak terganggu dengan muntahmuntah dan berkurangnya nafsu makan. Pada waktu-waktu itu sering makan obat untuk mendatangkan haid yang terlambat apa lagi kalau dengan sengaja ingin menolak suatu kehamilan yang tidak diharapkan.

6. Pencegahan terhadap virus menular
Pencegahan terhadap virus rubela/sifilis dan virus herpes simpleks. Pencegahan terhadap virus rubela dapat dilakukan dengan memberi imunisasi pada anak secara rutin antara usia 1 tahun dan usia dewasa. Pencegahan virus herpes simpleks dengan memberi tetesan larutan nitras perak 1% pada mata anak saat lahir.

7. Memperhatikan gizi makanan saat masa pertumbuhan
Dalam masa pertumbuhan hendaknya anak-anak diberikan gizi yang cukup baik dalam kualitas maupun kuantitas terutama protein, lemak, vitamin A dan B. Hal ini diberikan untuk pencegahan terjadinya kebutaan. Sedangkan untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan vitamin A dapat dilakukan dengan pemberian minyak kelapa sawit kurang lebih 4 cc sehari semasa balita, sehingga akan nampak frekwensi defisiensi vitamin A menurun dan serum vitamin A meningkat juga diberikan segala jenis makanan yang mengandung vitamin A.

b. Secara sosial
Dari segi sosial pencegahan ketunanetraan dapat dilakukan melalui berbagai macam kegiatan,antara lain:

1. Memberi penyuluhan tentang penyebab terjadinya kecacatan terutama tunanetra. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui kegiatan PKK, karena ibu merupakan faktor penting dalam mencegah terjadinya kecacatan.

2. Peranan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sangat berarti bagi pencegahan terjadinya kebutaan, terutama untuk kegiatan deteksi dini. Walau di sekolah telah ada UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang akan memeriksa kesehatan mata anak-anak sekolah secara rutin. Peranan Puskesmas maupun UKS sangatlah besar karena melalui diagnosa mereka akan dapat memberikan bantuan dini kepada sipenderita.

3. Peranan Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat (RBM) sangat berarti, karena RBM menggunakan semaksimal mungkin sumber daya dan potensi masyarakat yang ada. Kegiatan RBM ini dilakukan dengan koordinasi dan kerjasama antara instansi yang terkait dan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat.

LANDASAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LUAR BIASA BAGI TUNANETRA

1. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Historis atau sejarah
Pada zaman kuno atau primitif, manusia masih mengandalkan kekuatan fisik untuk mencari nafkah. Kekuatan fisik dalam mencari nafkah atau makan dengan jalan berburu. Dengan demikian anak yang tunanetra tidak dapat berburu. Maka kehidupahnya akan tergantung pada orang lain. Pada abad sebelum pertengahan 18, jika bayi lahir dalam keadaan tunanetra total, segera dibunuh. Jika mengalami tunanetra sudah dewasa, maka akan disingkirkan atau diperalat untuk mencari uang.
Di Indonesia, pada zaman penjajahan belanda, berdirilah lembaga bagi tunanetra. Lembaga ini berdiri tahun 1901 di Bandung. Lembaga ini didirikan oleh Dr.Westhoof. Lembaga ini diberi nama Blinden Institut. Pada tahun-tahun pertama para tunanetra diberi pekerjaan di bengkel kerja atau sheltered workshop dan tinggal di asrama. Makin lama dirasakan, bahwa tunanetra tidak saja membutuhkan ketrampilan, tetapi juga pendidikan. Pendidikan akan bermanfaat untuk mengembangkan daya nalarnya, pengetahuannya, mengembangkan daya pikirnya. Maka pada saat ini Blinden Institut tidak saja memberi bidang ketrampilan tetapi juga pendidikan. Sekolah ini dikenal dengan nama SLB/A Wiyata Guna yang beralamat di Jl.Pajajaran Bandung.
Dengan berkembangannya waktu dan kepedulian pemerintah Republik Indonesia, saat ini telah banyak lembaga pendidikan yang mendidik para tunanetra. Penyelenggara lembaga pendidikan ini diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan, Departemen Sosial, dan Yayasan swasta.

2. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Psikologis atau ilmu jiwa.
Manusia dengan kodratnya membutuhkan kehadiran orang lain. Orang atau anak yang menyandang kecacatan juga membutuhkan kehadiran orang lain, kehadiran orang lain tentunya dengan bekal pengetahuan tentang anak cacat yang memadai. Selain pengetahuan memadai, juga sikap yang tepat dalam menghadapi mereka. Sikap tersebut berupa r.elatenan, kesabaran, keuletan, kemampuan mencipta (kreativitas), dan keaktifan dalam mencipta. Ketelatenan berarti sabar dan teliti dalam mengerjakan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988:918). Dalam mengajar tunanetra dibutuhkan ketelatenan.

3. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Sosiologis atau perkembangan masyarakat
Perkembagan masyarakat akan membawa dampak pada perkembangan penyelenggaraan pendidikan luar biasa. Dampak tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Dampak positif berarti pendidikan luar biasa dapat berkembang menuju suatu kemajuan. Dampak negatif berarti pendidikan luar biasa tidak dapat maju. Ketidak majuan tersebut dapat macet (hidup tidak, matipun tidak) ataupun bubar.
Pada zaman penjajahan Belanda, di Indonesia, tumbuhlah lembaga pendidikan luar biasa seperti ”jamur’ di musim hujan”. Pada zaman Jepang, banyak lembaga pendidikan luar biasa yang harus ”gulung tikar” ataupun ”hidup tidak mau, mati enggan”. Pada zaman Jepang, pemerintah memberi kebebasan atas berjalannya lembaga pendidikan luar biasa. Memberi kekebabasan tanpa memberi bantuan. Akibatnya, yayasan yang kuat, dapat berjalan terus. Tetapi yaysan yang lemah, terpaksa harus gulung tikar, karena pada saat itu keadaan ekonomi sulit. Pada zaman Belanda, memberi kebebasan dan memberi bantuan, sehingga dapat berkembang dengan baik.
Pada saat Indonesia telah merdeka, pada tahun 1962 Blinden Institut diserahkan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sekarang dikenal dengan SLB/A NEGERI WIYATA GUNA. Di pihak lain, pemerintah dan masyarakat memperhatikan perkembangan pendidikan luar biasa dan pengadaannya. Pada mulanya lembaga yang diserahi mengelola pendidikan luar biasa adalah seksi Pengajaran Luar Biasa dari Balai Pendidikan Guru di Bandung. Perkembangan kemudian dengan surat keputusan menteri departemen pendidikan dan kebudayaan no.44893/Kab. tanggal 9 Agustus 1955, seksi pengajaran luar biasa pindah ke Jakarta. Seksi ini menjadi bagian dari Jawatan Pengajaran dengan nama Urusan Pendidikan Luar Biasa.
Pada tahun 1957 Jawatan Pendidikan berkembang menjadi dua yaitu Jawatan Pendidikan Umum dan Jawatan Pendidikan Kejuruan. Urusan Pendidikan Luar Biasa diserahkan pada Jawatan Pendidikan Umum. Pada tahun 1963 diadakan reorganisasi kembali. Jawatan-jawawan diganti dengan direktorat-direktorat. Pengawas dan pembinaan sekolah luar biasa diserahkan pada Dinas Pendidikan Luar Biasa pada Direktorat Pendidikan Prasekolah.
Undang-undang Pokok Pendidikan tahun 1954 memuat pasal-pasal tentang pendidikan luar biasa. Sejak itu lembaga pendidikan luar biasa semakin berkembang. Lembaga oenghasil guru anak tuna pun mulai didirikan. SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa), IKIP jurusan Pendidikan Luar Biasa dan Universitas jurusan Pendidikan Luar Biasa. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat mulai memperhatikan perkembangan pendidikan Luar Biasa. Bukti lain adalah membuka SD Terpadu. SD Terpadu merupakan lembaga pendidikan luar biasa integrasi. Integrasi antara anak normal dan tunanetra (secara rinci :entang SD Terpadu, akan dibahas pada bab 5). Kehadiran Pendidikan Luar Biasa semakin diperlukan, terbukti dengan terbitnya:

1. Undang-Undang Pokok Pendidikan no.2 tahun 1989.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pendidikan Luar Biasa.

3. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 0491/U/ 1992 tentang Pendidikan Luar Biasa.

4. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Yuridis Formal atau hukum
Pendidikan luar biasa adalah bentuk layanan pendidikan bagi anak yang tuna. Layanan pendidikan diberikan sesuai dengan jenis ketunaan. Jenis ketunaan meliputi tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras. Masing-masing jenis ketunaan mempunyai ciri khusus dalam kegiatan belajarnya. Ciri khusus tersebut meliputi metode mengajar, alat bantu pelajaran, dan alat peraga. Di Indonesia lembaga Pendidikan Luar Biasa cukup banyak. Lembaga ini diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta.
Masyarakat semakin peduli terhadap kehadiran para penyandang cacat. Masyarakat ikut merasakan kesedihan dan kesengsaraan para penyandang cacat. Masyarakat ingin berpartisipasi dengan pemerintah dalam mengentaskan wajib belajar. Pengentasan wajib belajar tak mungkin berhasil bila masyarakat tidak ikut andil. Masyarakat semakin antusias atau bergairah atau bersemangat mendirikan lembaga penyelenggara pendidikan luar biasa. Hal ini terjadi karena Indonesia telah memiliki dasar hukum penyelenggaraannya.


PRINSIP-PRINSIP PENGAJARAN BAGI ANAK BUTA

Untuk mencapai tujuan pendidikan bagi anak tunanetra (buta) dibutuhkan jembatan. Jembatan its a&ffah prinsip-prinsip pengajaran bagi anak tunanetra (buta). Prinsip mengajar bagi anak tunanetra (buta) akan sangat berbeda dengan low vision (kurang lihat). Tunanetra (buta) mempunyai kebiasaan, bila mengamati suatu benda pasti akan diraba, dicium, dan masuk mulut. Diraba untuk mengetahui apa yang sedang dipegang. Dicium untuk mengetahui bagaimanakah bau dari benda yang dipegang. Masuk mulut untuk diketahui bagaimanakah rasa dari benda tersebut. Cara itulah yang dipergunakan tunanetra untuk mengetahui secara tepat benda yang sedang berada-ditangannya. Cara itulah tunanetra menanamkan suatu konsep. Dalam mengajar, seorang tunanetra harus berpegang pada beberapa prinsip pengajaran bagi tunanetra, yaitu:

1. Prinsip totalitas.
2. Prinsip keperagaan.
3. Prinsip berkesinarnbungan.
4. Prinsip aktivitas.
5. Prinsip individual.

1. Prinsip totalitas.
Totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Dalam mengajar suatu konsep haruslah secara keseluruhan atau utuh. Dalam memberikan contoh jangan sepotong-sepotong.

2. Prinsip keperagaan.
Prinsip peragaan sangat dibutuhkan dalam menjelaskan suatu kosep baru pada siswa. Dengan peraga akan terhindar verbalisme (pengertian yang bersifat katakata tanpa dijelaskan artinya). Alasan penggunaan asas ini dalam pengajaran adalah:

1. Menggunakan indra sebanyak mungkin sehingga siswa mampu mengerti dan mencerna maksud dari alat peraga.

2. Pengetahuan akan masuk pada diri melaiui proses pengindraan: penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, pengecap.

3. Tingkat pemahanan seseorang akan suatu ilmu ada beberapa tingkatan: tingkat peragaan, tingkat skema dan tingkat abstrak.

3. Prinsip berkesinambungan.
Prinsip berkesinambungan atau berkelanjutan sangat dibutuhkan tunanetra (buta). Matapelajaran yang satu harus sinambung dengan pelajaran yang lain. Kesinambungan baik dalam mated maupun istilah yang dipergunakan guru. Jika tidak terjadi kesinambungan maka tunanetra (buta) akan bingung. Kebingungan ini terjadi karena konsep yang diterima dari guru yang satu dengan yang lain berbeda. Mereka beranggapan guru tempat informasi yang selalu benar. Maka disini guru disarankan agar selalu menghubungkan mated pelajaran yang telah dipelajari dengan yang akan dipelajari. Dan istilah yang dipergunakan hendaknya tidak terlalu bervariasi antara guru yang satu dengan yang lain.

4. Prinsip aktivitas.
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar mengajar. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri.
Prinsip aktivitas sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar bagi tunanetra (buta). Dalam suatu kegiatan belajar mengajar, tunanetra (buta) diharapkan ikut aktif, tidak saja sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak akan sedikit. Akibatnya, pengalaman belajar sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Situasi demikian membuat mereka mengantuk. Sebaliknya bila mereka aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka pengalaman belajar mereka banyak. Akibatnya konsep yang mereka terima akan menempel lebih lama. Situasi demikian membuat mereka mendapat kepuasan dalam belajar, sehingga akan menggali rasa ingin tahu yang tinggi.

5. Prinsip individual.
Prinsip individual dalam pelajaran berarti suatu pengajaran dengan memperhatikan perbedaan individual anak: keadaan anak, bakat dan kemampuan masing-masing anak. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini adalah: keadaan rumah, lingkungan rumah, pendidikan, kesehatan anak, makanan, usia, keadaan sosial ekonomi orang tua dll. Dengan adanya perbedaan yang bermacam-raacam dapat dipahami bahwa bahan pelajaran yang sama, kecepatan yang sama, cara mengerjakan yang sama, cara penilaian yang sama, tidak akan memberikan hasil yang sama.

PROGRAM PENDIDIKAN BAGI ANAK BUTA

1. Huruf braille
Louis Braille telah menyusun tulisan yang terdiri dari 6 titik dijajarkan vertikal tigatiga. Dengan menempatkan titik tersebut dalam berbagai posisi maka terbentuklah seluruh abjad. Dengan menggunakan tulisan tersebut akan mempermudah para tunanetra membaca dan menulis.
Untuk membaca, titik timbul positif yang dibaca. Cara membaca seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan. Maka susunannya sebagai berikut:

=

titik 1 ● ● titik 4
titik 2 ● ● titik 5
titik 3 ● ● titik 6



Huruf braille tulis

a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
@
^
c
F
I
D
G
J
E
H
k
l
m
n
o
p
q
r
s
t
.
L
%
N
[
?
]
W
:
\
u
v
x
y
z




w
+
#
X
Y
!




R

Untuk menulis prinsip kerjanya berbeda dengan membaca membaca. Cara menulis huruf braille tidak seperti pada umumnya yaitu dimulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis braille secara negatif dan menghasilkan tulisan secara timbul positif. Maka susunan dalam menulis braille menjadi sebagai berikut:
titik 4 ● ● titik 1
titik 5 ● ● titik 2
titik 6 ● ● titik 3

Huruf braille baca

a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
a
b
C
d
e
f
g
h
i
J
k
l
m
n
o
p
q
r
s
t
k
l
M
n
o
p
q
r
s
t
u
v
x
y
z




w
u
v
X
y
z




w

Setelah kita mengenal prinsip penulisan huruf braille, marilah kita sekarang mengenal metode membaca dan menulis permulaan braille sekaligus dengan pengenalan huruf braille.

Metode membaca dan menulis braille

Kebutaan tidak hanya membuat seseorang tidak dapat melihat sesuatu dengan baik dan jelas, tetapi lebih dan itu menghambat dalam proses belajar mengajar. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat mengikuti cara-cara umum. Ada hal-hal tertentu yang berbeda degan cara umum. Misal dalam hal bahasa tulis, tunanetra hanya bisa membaca tulisan dengan huruf timbul, agar dapat ditangkap oleh indera raba. Tulisan timbul tersebut adalah huruf braille. Dalam mengajarkan membaca dan menulis permulaan braille menggunakan metode yang mudah dan cepat hafal. Hafal huruf braille merupakan syarat untuk dapat mengikuti pelajaran. Dengan demikian akan mendorong kreativitas anak dalam belajar.
Tidak semua tunanetra mempunyai intelegensi normal ada juga yang berintelegensi di bawah rata-rata. Anak tunanetra yang bermasalah yaitu mempunyai intelegensi dibawah rata-rata mempunyai kemampuan yang minim untuk berprestasi baik dalam bidang akademik. Minimnya kemampuan haruslah dibarengi dengan penggunaan metode yang tepat. Untuk tunanetra yang berintelegensi normal atau bahkan di atas rata-rata akan lebih tinggi hasilnya bila dibanding dengan mereka yang berintelegensi di bawah rata-rata. Untuk itulah diharapkan menguasai metode membaca dan menulis permulaan braille yang sesuai dengan kondisi anak.

2. Orientasi & Mobilitas (O&M)
Tunanetra kehilangan salah satu indra yang paling utama, yaitu mata. Hilangnya indra penglihatan mereka menyebabkan hilangnya alat orientasi yang utama, Akibat hilangnya indra penglihatan, maka mobilitas tunanetra terganggu. Untuk mengatasi gangguan atau hambatan tersebut, maka harus diberikan latihan khusus dan alat khusus. Latihan khusus dan alat khusus, dapat diperoleh melalui pelajaran orientasi dan mobilitas.

PENDIDIKAN BAGI ANAK KURANG LIHAT

a. Pengertian Anak Kurang Lihat
Anak kurang lihat atau anak kurang awas, dikenal dengan sebutan anak low vision. Mereka adalah anak yang masih memiliki sisa penglihatan. Bermacam-macam pengertian mencoba untuk menjelaskan pengertian anak kurang lihat namun belum ada pengertian yang bisa diterima secara umum oleh berbagai profesi. Hal ini terjadi karena ilmu tentang anak kurang lihat baru berkembang dan berbagai sudut disiplin ilmu mencoba memahami anak kurang lihat.
Barraga (1986:5) memaparkan beberapa defenisi anak kurang lihat. The World Health Organization mendefinisikan anak kurang lihat sebagai: ”pribadi yang memiliki kecacatar. visual yang jelas tetapi juga masih memiliki sisa penglihatan yang dapat digunakan”. The Low Vision Services of the United of America menyatakan bahwa anak kurang lihat adalah ”penurunan ketajaman penglihatan dan atau lapang pandangan yang tidak normal akiba: adanya penyimpangan pada sistem visual”. Dr. Corn, seorang pendidik menyarankan bahwa seorang invidu yang disebut anak kurang lihat adalah: ”Orang yang masih kurang sekai: kemampuan lihatnya meskipun telah dikoreksL akan tetapi orang ini masih bisa meningkatkan fungsi penglihatannya melalui penggunaan alat-alat bantu optikal dan non optikal serta memodifikasi lingkungan dan atau teknik-teknik”. Barraga sendiri mengemukakan: ”anak kurang lihat memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam penglihatan jauh, tetapi dapat melihat benda-benda dan bahan-bahan dalam jarak beberapa inci”.
Dua pengertian yang terakhir lebih berorientasi pada fungsi penglihatan dan kegunaannya baik dalam pendidikan maupun rehabilitasi.
Hallahan & Kauffman (1991:304) mengatakan bahwa anak kurang lihat adalah: oaereka yang dapat membaca huruf bercetak tebal bahkan termasuk mereka yang rnemerlukan alat-alat pembesar”.
b. Prinsip-prinsip pengajaran bagi anak kurang lihat.
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak kurang lihat. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam melayani pendidikan bagi low vision adalah:

1. Cahaya/penerangan
Ruangan belajar hendaknya mendapat cahaya. Cahaya yang datang tidak langsung dari depan tetapi dari samping atau biarkanlah anak dapat memilih keadaan cahaya yang sesuai dengan kondisinya. Pemberian cahaya diusahakan tidak menimbulkan rasa silau. Bahkan sebaliknya, harus dapat meningkatkan kekontrasan tulisan pada halaman buku. Anak albino sangat peka terhadap cahaya. Maka mereka memerlukan perhatian khusus. Perhatian dalam pengontrolan cahaya alami maupun cahaya lampu. Kelas dan perpustakaan dapat menimbulkan masalah. bila tidak terdapat pengontrolan cahaya. Maka perlu pengaturan pencahayaan dengan arahan dari para ahli mata. v ;

2. Warna
Dengan kondisi penglihatannya, maka kontras warna sangat dibutuhkan dalam kelancaran belajarnya.

3. Ukuran
Ukuran benda yang diberikan pada anak sebagai latihan kepekaan indra raba haruslah diperhatikan sehingga akan mempermudah dalam mengikuti pelajaran.

4. Waktu
Waktu yang dibutuhkan low vision dalam mengikuti pelajaran akan lebih banyak bila dibanding dengan anak awas. Dalam membaca, mereka memerlukan waktu untuk mengerti. Disamping itu masih memerlukan ketajaman penglihatan untuk menafsirkan gambar. Sehingga guru harus memperhatikan faktor kelelahan anak. Namun perlu diwaspadai, tidak harus setiap saat perlu penyesuaian waktu. Sebab suatu saat akan menimbulkan hal-hal yang melampaui batas. Melampaui batas dalam hal yang menyangkut ketidakmampuan anak. Misal: minta dimengerti bila suatu ketika dia berprestasi buruk. Dalam hal ini perlu meyakinkan anak bahwa dia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan dan kebiasaankebiasaan yang baik.

5. Metode Pengajaran
Metode pengajaran yang dipergunakan dalam mengajar bagi anak kurang lihat tidak ada bedanya dengan anak awas. Perbedaan terletak pada penekanan kegiatan. Hal ini dilakukan untuk memberi motivasi belajar pada anak kurang lihat. Sifat dari bahan cetak bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam membaca. Meskipun beberapa anak low vision dapat menggunakan buku biasa. Namun anak yang lain ada yang membutuhkan bahan bercetak tebal. Untuk beberapa anak, lembar kerja mungkin perlu diperhitam untuk mendapatkan kekontrasan. Warna hitam dan putih adalah kombinasi yang baik untuk lebar kerja. Pengunaan pena diharuskan dalam memeriksa dan menulis di lembar tugas anak, penggunaan pinsil di atas kertas, hasilnya tidak terlalu jelas bahkan kabur bagi anak kurang lihat. Untuk meningkatkan kemampuan sisa penglihatan anak kurang lihat, diperlukan alat bantu melihat. Peralatan tersebut adalah alat-alat proyeksi dan pembesar yang dapat memberi keuntungan besar berupa lensa khusus. Lensa ini dapat dijepitkan pada kacamata biasa atau dapat dipegang (serupa kaca pembesar) yang sangat mudah digunakan dan bermanfaat untuk membaca bahan cetak.

Penyesuaian ruang kelas untuk anak kurang lihat

a. Perhatian terhadap keadaan lingkungan.
Lingkungan kelas hendaknya tidak berubah. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat bergerak dengan bebas dalam ruang. Tingkat kebisingan perlu diperhatikan gar tidak merusak konsentrasi anak: Perlu diingat bahwa mendorong anak untuk mengunakan mata dalam belajar tidaklah berakibat merusak mata. Namun faktor kelelahan perlu dipertimbangkan. Sebab latihan melihat, seperti juga latihan mendengar, menciptakan ketegangan dalam diri anak. Akibatnya anak tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya secara tuntas. Zuntas berdasarkan waktu yang telah ditentukan guru. Anak diberi kebebasan berpindah tempat. Agar anak dapat berada dekat pada sasaran belajarnya. Cara semacam ini akan memberikan kesempatan terbaik untuk memperoleh informasi melalui semua saluran indera yang ada. OHP (overhead projector) sebagai media pengajaran dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi anak kurang lihat. Sebaiknya sebelum memulai dan selama pelajaran dehgan menggunakan OHP, memberikan terlebih dahulu foto kopi dari tranparansi yang akan digunakan. Cara ini untuk mempermudahkan anak mengikuti diskusi dengan agak tenang.

b. Adaptasi lainnya dalam ruang kelas
Terkadang perubahan yang minim dalam kelas bisa memberi keuntungan pada anak. Contoh bentuk sandaran kursi, dapat memberikan kemudahan bagi anak untuk menjaga jarak sewaktu membaca buku. Lampu ruang kelas perlu diperhatikan, kertas tulis jangan sampai menimbulkan kesilauan. Beberapa guru menemukan bahwa memberi anak low vision kursi yang menggunakan roda, memberikan kemudahan bagi anak untuk mendekati sumber-sumber informasi atau sumber pengajaran yang sedang diajarkan. Sehingga ia tidak harus selalu berdiri atau duduk. Penggunaan pena berwarna gelap atau yang memberi warna kontras perlu diperhatikan.

PROGRAM PENDIDIKAN BAGI ANAK KURANG LIHAT

Implikasi ketiga dari hilangnya penglihatan adalah terlihat pada perkembangan kurikulum sekolah. Kurikulum prasekolah bagi anak low vision penekanannya pada kesiapan membaca. Semua anak perlu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan prasyarat untuk pengembangan kemampuan baca. Pengalaman ketrampilan ini sangat penting, karena anak low vision mengembangkan ketrampilan ini melalui sistem sensori utama yang sedang berfungsi pada tingkat yang minimal. Pittam (Savage, 1979) menyarankan ketrampilan yang seharusnya diberi penekanan secara khusus dalam pengalaman belajar anak low vision, adalah: persepsi rabaan, orientasi kiri-kanan, persepsi auditori (kesan yang timbul melalui pendengaran) melengkapi kemampuan melihatnya. Untuk itulah dibutuhkan bermacam-macam latihan. Latihan atau program layanan berkaitan dengan meningkatkan kemampuan melihat (mempertajam sisa penglihatan. memfungsikan sisa penglihatan, mengembangkan seluruh potensi visual yang masih dimiliki anak) dan kemampuan membaca-menulis.

1. Latihan fungsional penglihatan
Latihan fungsional penglihatan merapakan latihan-latihan yang dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan melihat. Dengan demikian menjaga anak kurang lihat tetap mempunyai persepsi terhadap lingkungannya. Hal ini berguna untuk mengefektifkan kemampuan sisa penglihatannya. Dengan sisa penglihatannya dapat menyampaikan pesan-pesan ke otak. Juga untuk melatih kemampuan, mengerti dan menginterpretasikan informasi yang diterima oleh mata. Latihan fungsional penglihatan ini bertitik tolak dari pemeriksaan awal dengan tetap memperhatikan cara anak menggunakan sisa penglihatannya, posisi melihat, ukuran, kontras warna, penerangan/ cahaya, jarak, reaksi anak saat melihat. Peralatan latihan yang dipergunakan dapat berupa gambar, macam-macam bentuk, benda-benda yang berurutan besar-kecilnya yang berwarna, senter dll. Metode yang dipergunakan dalam memberikan latihan ini adalah metode permainan yang sengaja dilakukan untuk mendeteksi kemampuan sisa penglihatan.
Dalam membuat program dan melaksanakan program ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

a. Mengembangkan perhatian terhadap sikap ”belajar melihat”.
Banyak anak low vision yang tidak mau untuk belajar melihat, karena mereka takut kecewa akan hasil dari penglihatannya. Mereka takut dituntut berbuat banyak seperti orang awas dan mereka takut untuk diharuskan bekerja keras agar dapat memenuhi tuntutan. Maka untuk mengatasi hal tersebut, guru diharapkan dapat menciptakan suatu latihan yang bersifat permainan yang gerabua dan tidak membuat bosan.

b. Meningkatkan fungsi otot mata
Dengan ”belajar melihat” diharapkan anak dapat untuk:

1). Memusatkan perhatian pada benda yang diamatinya.
2). Mengikuti benda yang bergerak dengan menggunakan matanya,
3). Mengatur fokus penglihatan.

c. Memberi motivasi dan semangat untuk mengikuti latihan aktivitas mata. Hal ini dapat dilakukan bercerita tentang apa yang dilihatnya.

d. Semua hasil pekerjaan anak dikumpulkan dalam sebuah buku, sehingga anak dapat melihat kembali tentang apa yang pernah dilihat, dikerjakan, dan diceritakan.

e. Waktu yang dipergunakan antara 5-40 menit (pertahap) untuk beberapa bulan (1-3 bulan).


2. Latihan membaca permulaan bagi anak kurang lihat.
Syarat agar latihan membaca permulaan ini berhasil adalah:

a. Guru meluangkan waktu untuk mendengarkan anak membaca. ,
b. Suasana kelas harus tenang, agar anak tidak bingung dan dapat konsentrasi.
c. Anak merasa bebas membaca kata-kata baru tanpa takut ditertawakan teman atau guru.

Latihan pra membaca
Sebelum dapat membaca dengan baik, haruslah didahului dengan pra membaca. Karena dalam pra membaca, terdapat bermacam-macam latihan. Semua latihan mengarah pada membaca.

1. Mensortir atau mengelompokkan menurut bentuk dan ukuran.
a. Mengelompokkan bentuk-bentuk tiga demensi dan menderetkan secara horisontal.
b. Mensortir kartu-kartu bergambar untuk mendapatkan kartu y.ang sama dan berbeda.
c. Mengurutkan bentuk dari besar sampai kecil dan sebaliknya.
d. Permainan berpasangan. (Anak haras dapat menemukan dua gambar yang sama.)

2. Menelusuri gambar dengan penglihatannya, dari kiri ke kanan.
Hal ini dipersiapkan agar anak terlatih dalam sistem membaca, yaitu dari kiri ke kanan.
3. Menemukan bentuk yang berbeda atau yang sama pada deretan tanda-tanda
4. Melihat buku. Untuk mengerti urutan halaman, membalik halaman satu persatu.

5. Penggunaan bahasa.
Guru membuat asesmen terhadap kemampuan berbahasa anak.
a. Apakah anak mengerti kata-kata yang digunakan?
b. Apakah anak dapat menyelesaikan perintah?
c. Apakah anak dapat mengulang kalimat pendek yang diucapkan guru?
d. Dapatkah ,anak menjawab pertanyaan guru?

Latihan membaca
Bahasa Indonesia sangatlah fonetis (bunyi yang dilambangkan dengan huruf). Biasanya satu bunyi-satu huruf. Maka dalam latihan membaca ini dibutuhkan beberapa tahap latihan,

1. Latihan tahap pertama

a. Mengenal huruf
Cara penggunaannya:
Setiap anak mendapat kertas yang berisikan beberapa kata. Guru mempunyai satu set kartu. Masing-masing kartu berisikan satu huruf. Guru mengambil satu kartu dan membaca huruf dalam kartu, sambil menunjukkan kartu pada anakanak. Anak yang mempunyai huruf yang sama dengan kartu guru diminta angkat tangan. Guru akan menutupkan kartu pada huraf yang berada pada kertas anak.

b. Membuat kotak gambar dengan kode huruf.
Caranya: Guru menyiapkan beberapa kotak untuk gambar. Masing-masing kotak diberi lambang satu huruf. Anak diminta mengumpulkan gambar dan memasukkan pada kotak. Nama depan gambar sebagai lambang kotak. Misal: kotak K, anak dapat memasukkan gambar kursi, kuda, kucing, dll.

c. Melengkapi nama gambar.
Melengkapi nama gambar dimulai dari 3 kata.
Caranya: guru menunjukkan gambar dengan nama gambar. Anak dikenalkan hurufnya. Anak diminta mengisi huruf yang kosong.

2. Tahap membaca ke dua.
Tahap ke dua mengarah pada skema membaca. Melatih banyak kata-kata. Hal ini akan merangsang anak untuk membaca buku.
a. Permainan kata yang dicocokkan dengan gambar.
b. Guru dapat mengarah pada buku cerita bergambar. Bila daya penglihatan anak masih bertahan baik. Tetapi bila kondisinya terus menurun, maka dapat beralih pada persiapan membaca huruf braille.

3. Tahap ke tiga.
a. Mengenalkan huruf besar.
Dalam mengenalkan huruf jangan sampai membingungkan anak. Anak diharapkan mengerti benar perbedaan huruf kecil dan besar.
b. Membaca denagn kelancaran yang normal.
Anak diminta membaca buku cerita beberapa baris atau beberapa halaman. Guru dapat memperhatikan cara membaca anak. Kalau sering terjadi kesalahan, perlu ditelaah kembali. Mungkin bahan bacaan terlalu sukar untuk anak.

c. Menceritakan kembali.
Anak diminta menceritakan kembali yang telah dibaca. Bila anak tidak -y dapat, berarti bahan terlalu tinggi.

4. Tahap ke empat.
a. Membaca lancar dan menceritakan kembali.
Pada tahap ke empat ini, anak diharapkan sudah dapat membaca dengan lancar dan benar. Benar dalam memberikan ekspresi pada kata. Dan dapat menceritakan isi bacaan.

b. Meringkas cerita.
Merapakan ketrampilan tersendiri dalam meringkas cerita. Anak diharapkan dapat memilih kata-kata penting. Anak yang mengalami tunagrahita akan sulit mengerjakannya.


Latihan menulis permulaan bagi anak kurang lihat

Menulis dibutuhkan gerakan motorik halus. Untuk itu diperlukan latihan motorik kasar terlebih dahulu. Dalam latihan menulis berikanlah:

a. Kapur tulis-papan tulis.
b. Krayon-kertas besar.
c. Biarkan anak membuat pola besar. Setelah beberapa saat baru beralih pada pensil berwarna dengan kertas kecil.
d. Jangan memakai pensil, karena hasil goresan pensil tidak jelas atau buram.

Latihan pra menulis

1. Pola bebas besar.
Pada anak kecil pola bebas besar sangat penting artinya untuk rencana kegiatan menulis. Pola ini sering dikenal dengan ”cakar ayam”.

a. Melukis atau menggambar.
Anak dapat menggambar dengan menggunakan tangan, kuas, sikat gigi, dsb. Biar anak memilih sendiri cara yang disenangi.

b. Menggambar dengan menggunakan kapur tulis atau krayon. Bila anak sudah dapat mengontrol gerakan tangannya, baru beralih pada spidol atau pensil berwarna.

2. Memegang spidol yang benar.
Anak dibimbing cara memegang spidol dan bersama-sama anak menulis namanya.

3. Membuat pola yang teratur di atas kertas.
Anak membuat pola-pola huruf yang dirangkai pada kertas.

a. Guru memberi contoh pada kertas anak. Anak mencontoh diatas gambar guru (menelusiri) (tahap pertama).
b. Tahap ke.dua, Guru membuat contoh dan anak meniru di bawah gambar guru.
c. Tahap ke tiga, anak meneruskan pola yang telah dibuat guru.
d. Tahap ke empat, kalau anak sukar melakukan tahap ke tiga. Guru mebuat pola dengan garis-garis patah, anak diminta untuk menebalkan.


DAFTAR PUSTAKA

Anastasia Widjajantin, Dra, dkk, …., Ortopedagogik Tunanetra I, Departemen Pendidkian dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi.

Ts. Soekini Pradopo, dkk, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, Masa Baru, Bandung.

Slamet Riadi, Drs., dkk, Identifikasi dan Evaluasi Anak Luar Biasa, Cv. Haran Baru, Jakarta.