Rabu, 09 Juni 2010

DIALOG PUBLIK AKSESIBILITAS FISIK DAN LINGKUNGAN BAGI PENYANDANG CACAT


Tgl. 26 April 2010 ~ PPCI SULSEL bekerja sama dengan beberapa LSM dan NGO lainnya menginisiasi terbitnya Perda Aksesibilitas di Kota Makassar. Lembaga2 tsb. a.l. IAI Daerah Sulawesi Selatan, LSKP, YTLI, Institute of Community for Justice, PERTUNI, HWPCI, PERMATA, FKPCTI dan GERKATIN. Untuk tujuan tsb. maka dilaksanakanlah Dialog Publik tentang Aksesibilitas Kota Makassar yang dihadiri oleh 50 orang dari orsos, LSM, Mahasiswa, pejabat2 dll. Pada dialog hadir 4 orang Narasumber yakni : DR. Alwy Rahman yang memaparkan aksesibilitas dari sisi budaya Sulawesi Selatan, Ir. Muaz Yahya dari aspek profesi, Drs. Ibrahim Saleh MM sebagai mewakili Walikota Makassar, dan Mappinawang, SH. dari sisi HAM. Lokasi pelaksanaan : Rally cafe ~ Jl. Urip Sumoharjo ~ Makassar. 

Minggu, 28 Maret 2010

SELAMAT KEPADA BAPAK K.H. SAID AQIEL SIRADJ

ATAS NAMA SELURUH KELUARGA BESAR PPCI DPD SULAWESI SELATAN MENGUCAPKAN :

SELAMAT ATAS TERPILIHNYA :

BAPAK K.H. SAID AQIEL SIRADJ
SEBAGAI
KETUA UMUM P.B. NAHDATUL ULAMA MASA BHAKTI 2010 ~ 2015.

SUKSES UNTUK MENJALANKAN AMANAH KEPENGURUSAN P.B. N.U. YAD. SEMOGA SUKSES DENGAN PROGRAM PROGRAMNYA DAN BANYAK MEMBERIKAN MANFAAT AGAMA, BANGSA DAN NEGARA INDONESIA. AMIEN

Ketua,

Bambang Permadi S.K.

Sabtu, 20 Maret 2010

SELAMAT KEPADA PENGURUS BARU SOINA MASA BHAKTI 2010 ~ 2014

ATAS NAMA SELURUH KELUARGA BESAR PPCI DPD SULAWESI SELATAN MENGUCAPKAN :

SELAMAT ATAS PELATIKAN/ PENGUKUHAN PENGURUS SOINA MASA BHAKTI 2010 ~ 2014 DAN SUKSES UNTUK MENJALANKAN AMANAH KEPENGURUSAN SOINA YAD. SEMOGA SOINA SUKSES DENGAN PROGRAM PROGRAMNYA DAN BANYAK MEMBERIKAN MANFAAT BAIK KEPADA ATLIT PENYANDANG TUNA GRAHITA MAUPUN PEMBINANYA. SELAMAT KEPADA KETUA TERPILIH : BAPAK Ir. H. M. ADIL PATU, M.Pd. dan Ibu Dra. Hj. FATIMAH AZIS, M.Pd.

Ketua,

Bambang Permadi S.K.

Selasa, 16 Maret 2010

REKAMAN PROGRAM TVRI SIPAKATAU

8 Maret 2010 ~ Melaksanakan rekaman Program TVRI Sipakatau utk 2 paket dengan menghadirkan BPOC Kota Makassar utk Paket I dengan Nara sumber acara adalah : Kandacong, S. Pd. dan Yuliati, SH. Dengan topik : PORCADA II di Kab. Pangkep. Sedangkan Paket II diisi oleh FKPCTI Komwil. Sulawesi Selatan dengan narasumber : Mizraim I.H. Manu dan Makmum dengan topik : Pemberdayaan penyandang cacat tubuh melalui FKPCTI Komwil. Sulawesi Selatan. (bpsk) Photo menyusul.

PELATIHAN EMPOWERMENT MANTAN KUSTA DI BATULELLENG RANTEPAO TANATORAJA


3 ~ 5 Maret 2010 ~ Berpartisipasi dalam Pelatihan Empowerment Mantan Kusta di Batulelleng Rantepao Tator Utara. Ketua PPCI diminta sebagai Fasilitator dengan materi Advokasi, Negosiasi dan Lobby serta Pengorganisasian Masyarakat. Diikuti oleh 30 orang mantan penderita kusta yang terdiri atas 22 orang pria dan 8 orang perempuan. fasilitator didukung oleh team Makassar yg berjumlah 4 orang yaitu sdr. Doddy Tumanduk, SH dari YTLI, Amien Rafi, Alkadri & Reza. Kegiatan tsb. disponsori oleh YTLI bekerjasama dengan Sasakawa Foundation. Selain materi Advokasi juga diberikan Materi Character Building oleh Ibu Ayuningsih dari Global Talent - Jakarta. (bpsk)

RAPAT KEDUA PENGURUS DPD PPCI SULAWESI SELATAN

21 Februari 2010 ~ Melaksanakan Rapat Kedua Pengurus Harian dan Dewan Pertimbangan dgn agenda : 1. Gedung Sekretariat ; 2. Dana Sosial; 3. Biro - Biro yang dibentuk. 4. Pelatihan yang akan dilaksanakan 5. Pembentukan DPC - DPC. Dihadiri oleh 11 orang. Yg hadir a.l. Bambang Permadi, Fandy dawenan, Makmur Kam, Arman Habib, Maria Un, Mizraim Manu, Drs. Darusman, M. Nasir. Hj. Ramlah, Ayu Lestari dan Makmum. (bpsk)

MUSDA II FKPCTI KOMWIL SULAWESI SELATAN

20 Februari 2010 ~ Berpartisipasi penuh melaksanakan MUSDA II FKPCTI Komwil. Sul. Sel. Di PSBD Wirajaya Makassar. Dihadiri oleh 35 orang tuna daksa dan 1 orang mitra dan 1 orang tuna rungu sebagai peninjau. Peserta terdiri atas : 24 orang pria & 11 orang perempuan. Terpilih pada MUSDA II tsb. Sebagai Ketua : Mizraim I.H. Manu dan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan : Makmum. MUSDA dibuka oleh Ketua PPCI Sul. Sel. : Bambang Permadi. ( bpsk )

REKREASI DI TG. BAYANG BERSAMA YBM



 
6 Februari 2010 ~ Berpartisipasi dlm kegiatan rekreasi di Tg. Bayang yang dilaksanakan oleh Yayasan Bina Mandiri ( YBM ). Kegiatan diikuti oleh 30 orang dan diisi dengan berbagai kegiatan lainnya. Tentu saja tujuan rekreasi ini adalah untuk penyegaran fisik dan mental bagi yang terlibat dalam kegiatan tsb. setelah kegiatan rutinitas yang kadang membuat jenuh dan stres. Hadir selain Ketua PPCI Sul. Sel. a.l. Arman Habib sekeluarga, Makmur Kam, Irwan Jabar sekeluarga, Maria Un, Rosmiati sekeluarga, Nurdayati sekeluarga, Sariyesi, Yohana, Magdalena, Heri dkk. ( bpsk )

Kamis, 11 Maret 2010

Belasungkawa

Atas nama seluruh Keluarga Besar PPCI DPD Sulawesi Selatan turut berduka cita atas meninggalnya saudara kita tercinta yaitu Ketua DPC PPCI Kabupaten Takalar sdr. Kaharuddin Dg. Naba, SH. pada tanggal 9 Maret 2010 di Kabupaten Takalar. Semoga arwah beliau diterima disisiNya, diampuni segala dosanya dan seluruh keluarga beliau diberi ketabahan dan kesabaran. Amien.

Atas nama Keluarga Besar
DPD PPCI Sulawesi Selatan
Ketua,



Bambang Permadi S.K.

Rabu, 17 Februari 2010

HARGA ORTHOTIC DAN PROSTHETIC

I. PROSTHETIC

1. Hip Prothese ( Tilting Table ).............................. Rp. 12.000.000,--

2. Atas Lutut ( AL ) ............................................... Rp. 7.000.000,--

3. Bawah Lutut Model Konvensional...................... Rp. 6.500.000,--

4. Bawah Lutut Model PTB.................................... Rp. 5.500.000,--

5. Syme Prothese................................................... Rp. 4.500.000,--

6. Copart Prosthetic............................................... Rp. 3.000.000,--

II. PROTHESE TANGAN

1. Atas Siku ( Cosmetic )........................................ Rp. 6.500.000,--

2. Bawah Siku ....................................................... Rp. 5.000.000,--

III. ORTHOTIC

1. Melwauke Brace................................................ Rp. 7.000.000,--

2. Kursi Roda ( Tiga Roda )................................... Rp. 3.500.000,--

3. Kursi Roda ( Empat Roda )................................ Rp. 3.000.000,--

4. Long Leg Brace.................................................. Rp. 2.750.000,--

5. Short Leg Brace................................................. Rp. 2.250.000,--

6. Brace Prothese................................................... Rp. 3.000.000,--

7. Back Up Splint................................................... Rp. 2.250.000,--

8. Cock Up Splint.................................................. Rp. 1.750.000,--

9. Two Raising Brace............................................. Rp. 1.750.000,--

10. Dannis Brown..................................................... Rp. 1.750.000,--

11. Corset Kulit........................................................ Rp. 5.500.000,--

12. Tongkat Acshiler/ Stainless/ BH.......................... Rp. 250.000,--

13. Tongkat Canadian.............................................. Rp. 200.000,--

14. Tree Foot........................................................... Rp. 350.000,--

15. Sepatu Orthopaedi Model Laras/ psng................ Rp. 750.000,--

16. Sepatu Orthopaedi / psng................................... Rp. 600.000,--

17. Walker............................................................... Rp. 1.500.000,--

Harga per tanggal 18 Februari 2010

( Harga sewaktu waktu berubah, tergantung harga bahan )

Contoh gambar menyusul

Bagi yang membutuhkan harap hubungi : PPCI Sul. Sel. { Bambang PSK ( HP. 081327661970 )}

Kamis, 04 Februari 2010

31 Januari 2010 ~ Peringatan Hari Kusta Sedunia di Makassar

SELAMAT MEMPERINGATI HARI KUSTA SEDUNIA UNTUK REKAN2 KAMI PENYANDANG KUSTA. SELAMAT ATAS PERINGATAN HARI KUSTA SEDUNIA YANG BERJALAN LANCAR.
SELAMAT UNTUK PERMATA DAN YTLI.






Telah berlangsung kegiatan Peringatan Hari Kusta Sedunia yang dilaksanakan di depan DPRD Kota Makassar pada tgl. 31 Januari 2010 jam 7.00 pagi diikuti oleh lebih kurang 700 orang baik dari mantan kusta maupun mitra2 nya. Kegiatan ini disponsori oleh YTLI dibawah koordinasi sdr. Doddy Tumanduk, SH. dan dilaksanakan oleh PERMATA Sul. Sel. Hadir dalam kegiatan ini a.l. Kadis Kesehatan Kota Makassar, Kadis. Sosial Kota Makassar dll. ( bpsk )

11 Januari 2010 ~ Rekaman Sipakatau di LPP TVRI SULSEL



Seperti biasa, kembali PPCI Sul. Sel. melakukan rekaman Program Sipakatau di LPP TVRI SULSEL. Kali ini melakukan rekaman 2 paket. Paket pertama diisi oleh rekan2 dari PERMATA , Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Dinas Sosial Kota Makassar mengetengahkan Sosialisasi Pemberdayaan Mantan Kusta di Masyarakat. Dari PERMATA diwakili oleh sdr. Al Kadri dan dari Dinas Sosial Kota Makassar oleh Drs. Ibrahim Saleh, M.M.
Sedangkan paket ke 2 diisi oleh PPCI Sul. Sel. sendiri dengan topik : Pemberdayaan penyandang cacat melalui organisasi sosial penyandang cacat. Sebagai narasumber adalah sdr. Bambang Permadi dan Makmur Kam. Untuk pembuka dan penutup acara diisi oleh DIEF band dengan vokalis sdr. Fandi Dawenan dan Harijah. ( bpsk )

Rabu, 30 Desember 2009

MUSDA KE IV PPCI PROPINSI SULAWESI SELATAN




Telah berlangsung Musyawarah Daerah ke IV Persatuan Penyandang Cacat Indonesia Propinsi Sulawesi Selatan di Hotel Sabindo Kabupaten Enrekang pada tanggal 18 ~ 20 Desember 2009. Diikuti oleh lebih kurang 83 orang dari 6 DPC PPCI Kabupaten, 2 Orsos Penyandang Cacat, Panitia Daerah dan Pengurus DPD PPCI Sulawesi Selatan. DPC PPCI yang ikut adalah DPC PPCI Kab. Selayar, DPC PPCI Kab. Jeneponto, DPC PPCI Kab. Takalar, DPC PPCI Kab. Enrekang, DPC PPCI Kab. Pinrang dan DPC PPCI Kab. Sidrap. Sedangkan Orsos yang ikut adalah DPD HWPCI Sulawesi Selatan dan DPD PERTUNI Sulawesi Selatan. Terpilih dalam Musda tsb. sebagai Ketua adalah sdr. Bambang Permadi Surya Kelana dan Ketua Dewan Pertimbangan adalah sdr. Drs. Darusman. ( bpsk )
INNALILLAHI WAINNAILAIHI ROJIUN
Kami keluarga besar
PERSATUAN PENYANDANG CACAT INDONESIA PROPINSI SULAWESI SELATAN
TURUT BERBELA SUNGKAWA ATAS WAFATNYA
BAPAK K.H. ABDURRAHMAN WAHID ( MANTAN PRESIDEN R.I. KE IV ) pada tanggal 30 Desember 2009 jam 18.45 WIB

SELAMAT JALAN GUS DUR... BAPAK BANGSA.. DEMOKRAT SEJATI..
MANTAN PRESIDEN R.I. KE IV.

SEMOGA AMAL IBADAHNYA DITERIMA ALLAH SWT. AMIEN



KELUARGA BESAR
PERSATUAN PENYANDANG CACAT INDONESIA
PROPINSI SULAWESI SELATAN

Bambang Permadi Surya Kelana
Ketua

Minggu, 13 Desember 2009

TUNA RUNGU

Apa yang dimaksud dengan Tunarungu?

Tunarungu adalah satu gejala dimana seseorang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal.

Apa ciri-ciri seseorang mengalam gangguan pendengaran atau tunarungu?

1. Secara nyata tidak mampu mendengar.
2. Terlambat perkembangan bahasa.
3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
4. Kurang/tidak tanggap bila diajak berbicara.
5. Ucapan kata tidak jelas.
6. Kualitas suara aneh/monoton.
7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
8. Banyak perhatian terhadap getaran.
9. Keluar cairan ‘nanah’ dari kedua telinga.

Penyebab seseorang menjadi tunarungu

Rubella (yang oleh masyarakat umum dikenal dengan nama campak) sering dipandang sebagai penyakit ringan. Orang dewasa maupun anak-anak biasanya tidak akan dibahayakan secara permanen oleh penyakit ini, tetapi bayi yang masih dalam kandungan dapat sangat terpengaruh. Jika seorang ibu yang sedang mengandung mengidap penyakit ini pada masa tiga bulan pertama kkehamilannya, dia sendiri mungkin tidak akan merasa sakit sama sekali, tetapi penyakit tersebut dapat berdampak kepada bayi di dalam kandungannya melalui placenta, dengan akibat yang serius. Banyak di antara bayi-bayi itu lahir tunagrahita, dan mereka juga dapat mengalami kecacatan fisik. Penyakit jantung, kesulitan pernafasan, gangguan penglihatan atau gangguan pendengaran sering dialami oleh bayi-bayi ini (Finkelstein, 1994). Oleh karena itu, berbagai upaya pencegahan seyogyanya dilakukan untuk mengurangi ancaman terha­dap janin. Anak­-anak--terutama pe­rempuan--sebaiknya divaksi­nasi agar mereka mengembangkan daya tahan terhadap rubella di kemudian hari. Wanita yang sedang hamil muda harus mengh­indari kontak dengan orang yang sedang terkena penyakit ini.Deteksi Dini KetunarunguanEasterbrooks (1997) mengemukakan tanda-tanda ketunarunguan sebagai berikut. Pada bayi atau anak kecil, tanda-tanda ketunarunguan itu mencakup tidak adanya perhatian atau adanya perhatian yang tidak konsisten, tidak adanya atau kurangnya interaksi vokal, dan tidak adanya atau sangat lambatnya perkembangan bahasa, terutama yang terkait dengan kata-kata yang diakhiri konsonan tak letup seperti t, ‑ng, atau ‑s. Pada anak-anak usia sekolah, tanda-tanda ketunarunguan itu mencakup tingginya tingkat frustrasi terhadap sekolah dan orang lain, rendahnya atau sangat menurunnya nilai-nilai pelajarannya, atau berubahnya pola perhatiannya. Pada orang dewasa, tanda-tanda tersebut dapat berupa keluhan bahwa orang lain bergumam padahal berbicara normal, atau menyalakan peralatan seperti radio atau TV terlalu keras. Klasifikasi dan Jenis Ketunarunguan
1. Jenis Ketunarunguan berdasarkan lokasi gangguannyaEasterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut lokasi ganguannya:
1) Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
2) Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak. (Ketunarunguan Andi tampaknya termasuk ke dalam kategori ini.)
3) Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.
2. Jenis Ketunarunguan berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi.Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, Ashman dan Elkins (1994) mengklasifikasikan ketunarunguan ke dalam empat kategori, yaitu:
1) Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.
2) Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
3) Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4) Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (superpower). Survey tahun 1981 di Australia menemukan bahwa 59% dari populasi tunarungu menyandang ketunarunguan ringan, 11% sedang, 20% berat, dan 10% tidak dapat dipastikan (Cameron, 1982, dalam Ashman dan Elkins, 1994). Perlu dijelaskan bahwa decibel (disingkat dB) adalah satuan ukuran intensitas bunyi. Istilah ini diambil dari nama pencipta telepon, Graham Bel, yang istrinya tunarungu, dan dia tertarik pada bidang ketunarunguan dan pendidikan bagi tunarungu. Satu decibel adalah 0,1 Bel.Bagi para fisikawan, decibel merupakan ukuran tekanan bunyi, yaitu tekanan yang didesakkan oleh suatu gelombang bunyi yang melintasi udara. Dalam fisika, 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz (Ashman & Elkins, 1994). Metode dan Pendekatan Pengajaran Bahasa bagi Anak TunarunguPerdebatan tentang cara terbaik untuk mengajar anak tunarungu berkomunikasi telah marak sejak awal abad ke-16 (Winefield, 1987). Perdebatan ini masih berlangsung, tetapi kini semakin banyak ahli yang berpendapat bahwa tidak ada satu sistem komunikasi yang baik untuk semua anak (Easterbrooks, 1997). Pilihan sistem komunikasi harus ditetapkan atas dasar individual, dengan mempertimbangkan karakteristik anak, sumber-sumber yang tersedia, dan komitmen keluarga anak terhadap metode komunikasi tertentu.Metode Pengajaran Bahasa bagi Anak TunarunguTerdapat tiga metode utama individu tunarungu belajar bahasa, yaitu dengan membaca ujaran, melalui pendengaran, dan dengan komunikasi manual, atau dengan kombinasi ketiga cara tersebut. 1) Belajar Bahasa Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)Orang dapat memahami pembicaraan orang lain dengan "membaca" ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir (Berger, 1972). Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang "tersembunyi" itu. Jadi, orang tunarungu yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini (Ashman & Elkins, 1994). Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran (speechreading).Delapan bentuk tangan yang menggambarkan kelompok-kelompok konsonan diletakkan pada empat posisi di sekitar wajah yang menunjukkan kelompok-kelompok bunyi vokal. Digabungkan dengan gerakan alami bibir pada saat berbicara, isyarat-isyarat ini membuat bahasa lisan menjadi lebih tampak (Caldwell, 1997). Cued Speech dikembangkan oleh R. Orin Cornett, Ph.D. di Gallaudet University pada tahun 1965‑66. Isyarat ini dikembangkan sebagai respon terhadap laporan penelitian pemerintah federal AS yang tidak puas dengan tingkat melek huruf di kalangan tunarungu lulusan sekolah menengah. Tujuan dari pengembangan komunikasi isyarat ini adalah untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak tunarungu dan memberi mereka fondasi untuk keterampilan membaca dan menulis dengan bahasa yang baik dan benar. Cued Speech telah diadaptasikan ke sekitar 60 bahasa dan dialek. Keuntungan dari sistem isyarat ini adalah mudah dipelajari (hanya dalam waktu 18 jam), dapat dipergunakan untuk mengisyaratkan segala macam kata (termasuk kata-kata prokem) maupun bunyi-bunyi non-bahasa. Anak tunarungu yang tumbuh dengan menggunakan cued speech ini mampu membaca dan menulis setara dengan teman-teman sekelasnya yang non-tunarungu (Wandel, 1989 dalam Caldwell, 1997). 2) Belajar Bahasa Melalui PendengaranAshman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa individu tunarungu dari semua tingkat ketunarunguan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal (mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam. Komponen eksternal dan internal tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis cochlear implant dirancang untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan stimulasi elektrik pada syaraf pendengaran (Laughton, 1997). Akan tetapi, meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat dikenali secara cukup baik oleh orang dengan klasifikasi ketunarunguan berat untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang diamplifikasi dengan alat bantu dengar. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak berfungsi dengan baik akibat kehabisan batrai dan earmould yang tidak cocok. 3) Belajar Bahasa secara ManualSecara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara komunikasi manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai negara telah mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara nasional. Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa komunikasi manual dengan bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Kerugian penggunaan bahasa isyarat ini adalah bahwa para penggunanya cenderung membentuk masyarakat yang eksklusif.Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa bagi Anak TunarunguPengajaran bahasa secara terprogram bagi anak tunarungu harus dimulai sedini mungkin bila kita mengharapkan tingkat keberhasilan yang optimal. Terdapat dua pendekatan dalam pengajaran bahasa kepada anak tunarungu secara dini, yaitu pendekatan auditori-verbal dan auditori-oral.1. Pendekatan Auditori‑verbalPendekatan auditori-verbal bertujuan agar anak tunarungu tumbuh dalam lingkungan hidup dan belajar yang memungkinkanya menjadi warga yang mandiri, partisipatif dan kontributif dalam masyarakat inklusif. Falsafah auditori-verbal mendukung hak azazi manusia yang mendasar bahwa anak penyandang semua tingkat ketunarunguan berhak atas kesempatan untuk mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan dan menggunakan komunikasi verbal di dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Pendekatan auditori‑verbal didasarkan atas prinsip mendasar bahwa penggunaan amplifikasi memungkinkan anak belajar mendengarkan, memproses bahasa verbal, dan berbicara. Opsi auditori‑verbal merupakan strategi intervensi dini, bukan prinsip-prinsip yang harus dijalankan dalam pengajaran di kelas. Tujuannya adalah untuk mengajarkan prinsip-prinsip auditori‑verbal kepada orang tua yang mempunyai bayi tunarungu (Goldberg, 1997). Prinsip-prinsip praktek auditori‑verbal itu adalah sebagai berikut:
o Berusaha sedini mungkin mengidentifikasi ketunarunguan pada anak, idealnya di klinik perawatan bayi.
o Memberikan perlakuan medis terbaik dan teknologi amplifikasi bunyi kepada anak tunarungu sedini mungkin.
o Membantu anak memahami makna setiap bunyi yang didengarnya, dan mengajari orang tuanya cara membuat agar setiap bunyi bermakna bagi anaknya sepanjang hari.
o Membantu anak belajar merespon dan menggunakan bunyi sebagaimana yang dilakukan oleh anak yang berpendengaran normal.
o Menggunakan orang tua anak sebagai model utama untuk belajar ujaran dan komunikasi lisan.
o Berusaha membantu anak mengembangkan sistem auditori dalam (inner auditory system) sehingga dia menyadari suaranya sendiri dan akan berusaha mencocokkan apa yang diucapkannnya dengan apa yang didengarnya.
o Memahami bagaimana anak yang berpendengaran normal mengembangkan kesadaran bunyi, pendengaran, bahasa, dan pemahaman, dan menggunakan pengetahuan ini untuk membantu anak tunarungu mempelajari keterampilan baru.
o Mengamati dan mengevaluasi perkembangan anak dalam semua bidang.
o Mengubah program latihan bagi anak bila muncul kebutuhan baru.
o Membantu anak tunarungu berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan maupun sosial bersama-sama dengan anak-anak yang berpendengaran normal dengan memberikan dukungan kepadanya di kelas reguler.
Hasil penelitian terhadap sejumlah tamatan program auditori‑verbal di Amerika Serikat dan Kanada (Goldberg & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997) menunjukkan bahwa mayoritas responden terintegrasi ke dalam lingkungan belajar dan lingkungan hidup "reguler". Kebanyakan dari mereka bersekolah di sekolah biasa di dalam lingkungannya, masuk ke lembaga pendidikan pasca sekolah menengah yang tidak dirancang khusus bagi tunarungu, dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Di samping itu, keterampilan membacanya setara atau lebih baik daripada anak-anak berpendengaran normal (Robertson & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997).Pendekatan Auditori‑OralPendekatan auditori‑oral didasarkan atas premis mendasar bahwa memperoleh kompetensi dalam bahasa lisan, baik secara reseptif maupun ekspresif, merupakan tujuan yang realistis bagi anak tunarungu. Kemampuan ini akan berkembang dengan sebaik-baiknya dalam lingkungan di mana bahasa lisan dipergunakan secara eksklusif. Lingkungan tersebut mencakup lingkungan rumah dan sekolah (Stone, 1997).
Elemen-elemen pendekatan auditori‑oral yang sangat penting untuk menjamin keberhasilannya mencakup:
o Keterlibatan orang tua. Untuk memperoleh bahasa dan ujaran yang efektif menuntut peran aktif orang tua dalam pendidikan bagi anaknya.
o Upaya intervensi dini yang berfokus pada pendidikan bagi orang tua untuk menjadi partner komunikasi yang efektif.
o Upaya-upaya di dalam kelas untuk mendukung keterlibatan anak tunarungu dalam kegiatan kelas.
o Amplifikasi yang tepat. Alat bantu dengar merupakan pilihan utama, tetapi bila tidak efektif, penggunaan cochlear implant merupakan opsi yang memungkinkan.
Mengajari anak mengunakan sisa pendengaran yang masih dimilikinya untuk mengembangkan perolehan bahasa lisan merupakan hal yang mendasar bagi pendekatan auditori‑oral. Meskipun dimulai sebelum anak masuk sekolah, intervensi oral berlanjut di kelas. Anak diajari keterampilan mendengarkan yang terdiri dari empat tingkatan, yaitu deteksi, diskriminasi, identifikasi, dan pemahaman bunyi. Karena tujuan pengembangan keterampilan mendengarkan itu adalah untuk mengembangkan kompetensi bahasa lisan, maka bunyi ujaran (speech sounds) merupakan stimulus utama yang dipergunakan dalam kegiatan latihan mendengarkan itu. Pengajaran dilakukan dalam dua tahapan yang saling melengkapi, yaitu tahapan fonetik (mengembangkan keterampilan menangkap suku-suku kata secara terpisah-pisah) dan tahapan fonologik (mengembangkan keterampilan memahami kata-kata, frase, dan kalimat). Pengajaran bahasa dilaksanakan secara naturalistik dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada diri anak, tidak dalam setting didaktik. Pada masa prasekolah, pengajaran bagi anak dan pengasuhnya dilakukan secara individual, tetapi pada masa sekolah pengajaran dilaksanakan dalam setting kelas inklusif atau dalam kelas khusus bagi tunarungu di sekolah reguler. Setting pengajaran ini tergantung pada keterampilan sosial, komunikasi dan belajar anak. Keuntungan utama pendekatan auditori-oral ini adalah bahwa anak mampu berkomunikasi secara langsung dengan berbagai macam individu, yang pada gilirannya dapat memberi anak berbagai kemungkinan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Geers dan Moog (1989 dalam Stone, 1997) melaporkan bahwa 88% dari 100 siswa tunarungu usia 16 dan 17 tahun yang ditelitinya memiliki kecakapan berbahasa lisan dan memiliki tingkat keterpahaman ujaran yang tinggi. Kemampuan rata-rata membacanya adalah pada tingkatan usia 13 hingga 14 tahun, yang hampir dua kali lipat rata-rata kemampuan baca seluruh populasi anak tunarungu di Amerika Serikat.

Materi diadopsi dari :Handsout – Studikasus Tunarungu, Didi Tarsidi dan Permanarian SomadUniversitas Pendidikan Indonesia (UPI)