Pendahuluan
Mata merupakan indra yang dapat menghubungkan kita dengan dunia disekitar kita. Kita dapat mengetahui apa saja yang berada disekitar kita, dapat menirukan tingkah laku seseorang yang kita anggap baik. Dengan mata, kita dapat menerima informasi apa saja dan dengan mata pula kita melakukan dan menyelesaikan tugas-tugas. Bagaimana dengan tunanetra, apakah dengan tidak berfungsinya indra penglihatan, maka mereka juga tidak dapat menerima informasi, menjalankan tugas dan menirukan? Memang dalam hal meniru, mereka akan banyak mengalami kesulitan karena indra lain kurang dapat membantu. Sedangkan untuk kegiatan lain maih dapat dibantu dengan indra lain yang masih mereka miliki. Melalui indra raba, indra pendengaran, indra penciuman, dan indra pengecap, tunanaetra dapat memperoleh informasi banyak tentang lingkungannnya, dapat mengadakan sosialisasi dan dapat pula melakukan tugas-tugasnya dengan baik bahkan sebaik orang awas. Melalui latihan-latihan secara rutin dan teratur serta terarah, maka sisa indra yang masih mereka miliki dapat berfungsi lebih dari orang awas yaitu lebih peka, karena mereka dapat berkonsentrasi pada apa yang sedang dikerjakan. Konsentrasi ini terbentuk karena matanya tidak dapat melihat, maka seluruh perhatiannya dapat berpusat pada apa yang dikerjakan atau apa yang sedang dipelajarinya karena perhatiannya tidak terpecah kemana-mana. Hal inilah yang sangat mendukung kepekaan indra-indra yang masih mereka miliki.
Anak awas memperoleh informasi tentang bahasa melalui mendengar, membaca, dan mengamati gerakan dan ekspresi wajah. Pada mulanya mereka akan menirukan vokal afau cara bicara orang tua, saudara ataupun orang yang ada disekitarnya. Demikian juga halnya yang terjadi dengan tunanetra, mereka memperoleh informasi bahasa melalui membaca dan mendengar. Mereka juga dapat meniru gaya bicara atau vokal dari orang tua, saudara ataupun orang disekitarnya. Perbedaan dengan anak awas adalah pengembangan konsep bahasa dan penambahan kosa kata. Kalau anak awas perkembangan bahasanya dapat melalui melihat atau visual, maka tunanetra melalui rabaan. Karena perbedaan dalam perkembangan kosa kata, maka persepsi suatu kosa kata antara anak awas dan tunanetra berbeda dalam arti variasi pengertian kosa kata. Anak awas lebih kaya dari pada tunanetra. Misal kata malam, bagi tunanetra kata malam berarti gelap atau hitam. Tetapi lain halnya dengan anak awas, kata malam dapat bermakna cukup banyak, misal: malam penuh bintang, malam indah dengan bulan purnama, malam penuh dengan ketakutan, malam di tepi pantai akan sangat indah bila dibandingkan malam diterigah kota besar dll.
Pengamatan visual memang memiliki daya pengamatan jauh jaraknya yang memungkinkan idanya penguasaan lingkungan, penguasaan diri, atau hubungan antara keduanya. Karena dengan hilangnya penglihatan dapat mengakibatkan sosialisasi terhadap lingkungan sangat jelek. Hal ini terjadi karena ia tidak dapat menyelaraskan tindakannya pada situasi lingkungan saat itu. Dalam kehidupan sosial banyak kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dipelajari dari meniru, sedang bagi tunanetra hal ini merupakan hambatan besar. Untuk tunanetra memang masih memerlukan orang awas sebagai pendamping agar ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Selama manusia itu hidup, maka masalah tidaklah dapat dihindari, demikian juga dengan tunanetra. Dengan hilangnya penglihatannya akan menimbulkan masalah terhadap lingkungannnya terutama masalah sosial. Keterbatasan dalam mobilitas, pengalaman kurang mengakibatkan perasaan pasif, tergantung pada orang: lain, rendah diri, kurang percaya pada diri sendiri.
Proses perkembangan pribadi, pengalaman lingkungan hanya tergantung dari, fungsi kognitif. Fungsi kognitif akan meliputi indra pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman, pengecap dan indra kinestetik serta sentuhan pada kulit. Sedang indra penglihatan merupakan alat penyatu dan memadukan serta menyusun sebuah konsep. Karena itu seseorang yang kehilangan penglihatannya akan tergantung pada indra lain yang masih berfungsi dalam mengembangkan pengertian tentang lingkungan. Tentunya proses mengenal lingkungan ini akan berbeda caranya dengan anak awas. Tunanetra akan lebih mengandalkan pendengaran dan rabaan dalam mengenal lingkungan dan tentunya akan ditunjang dengan indra yang lainnya.
PENGERTIAN TUNANETRA
Kata tunanetra itu sendiri tidak asing bagi kebanyakan orang, tetapi masih banyak yang belum memahaminya. Pengertian tunanetra itu sendiri banyak ragamnya, sebab dapat ditinjau dari segi harfiah, kiasan, metafisika, medis, fungsional ataupun dari segi pendidikan. Dipandang dari segi bahasa, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1990: 971) Tuna mempunyai arti rusak, luka, kurang, tidak memiliki, sedangkan netra (Depdikbud, 1990: 613) artinya mata. Tunanetra artinya rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya. Menurut White Confrence pengertian tunanetra adalah sebagai berikut:
1. Seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision); dari ke dua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.
2. Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata yang terbaik setelah mendapat perbaikan yang diperlukan atau mempunyai ketajaman penglihatan lebih dari 20/200 tetapi mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.
Menurut Alana M. Zambone, Ph.D., dalam bukunya yang berjudul Teaching Children With Visual And Additional Disabilities (Alana, 1992: 59) seseorang dikatakan buta total bila tidak mempunyai bola mata, tidak dapat membedakan terang dan gelap, tidak dapat memproses apa yang dilihat pada otaknya yang masih berfungsi. Menurut Nolan (1982:430) dalam-bukunya yang berjudul Exceptional Children and Youth seseorang dikatakan buta (blind) bila ketajaman penglihatan sentral 20/200 atau kurang pada penglihatan terbaiknya setelah dikoreksi dengan kacamata, atau ketajaman penglihatan sentralnya lebih dari 20/200 tetapi ada kerusakan pada lintang pandangnya yang sedemikian rupa sehingga diameter terluas dari lintang pandangnya membentuk sudut yang tidak lebih besar dari 20 derajat.
Menurut DeMott (1982:272) dalam bukunya yang berjudul Exceptional Children and Youth istilah buta (blind) diberikan pada orang yang sama sekali tidak memiliki penglihatan atau yang hanya memiliki persepsi cahaya. Siswa yang buta akan diajarkan Braille. Pengertian penglihatan sebagian (partially sighted) adalah mereka yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan sentral antara 20/70 dan 20/200. Siswa yang digolongkan dalam klasifikasi ini membutuhkan bantuan khusus atau modiflkasi materi, atau membutuhkan kedua-duanya dalam pendidikannya di sekolah.
Menurut Hardman, et.al. (1990:313) dalam bukunya yang berjudul Human Exceptional, seorang dianggap buta bila ketajaman penglihatan sentralnya tidak lebih dari 20/200 dalam penglihatan terbaiknya setelah dikoreksi dengan kacamata atau seseorang yang ketajaman penglihatannya lebih baik dari 20/200, tetapi memiliki keterbatasan dalam lapang pandang sentralnya sehingga membentuk suatu derajat yang diameter terluasnya membentuk suatu sudut yang tidak lebih besar dari 20 deraja.
Menurut pendidikan kebutaan (blindness) difokuskan pada kemampuan siswa dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain seperti pendengaran, perabaan, inilah yang disebut buta secara pendidikan (Hardman, et.al. 1990:313).
Banyak pengertian tunanetra yang didasarkan pada masalah fungsionalisasi tingkat ketajaman penglihatan, hal ini mendorong Barraga (1986) dan Hardman, et.al. (1990:314) mengemukakan beberapa pengertian tentang tunanetra dengan jalan merangkum dari semua pengertian yang ada, yaitu:
1. Profound Visual Disability yaitu kemampuan penglihatannya sangat terbatas sehingga hanya mampu melakukan tugas-tugas penglihatan yang paling sederhana sehingga tidak memungkinkan dipergunakan untuk tugas melihat secara detail karena kegiatan itu sukar/terlalu berat bagi kemampuan penglihatannya
2. Severe Visual Disability yaitu mereka yang memiliki kemampuan penglihatan kurang akurat/kurang baik bila dibading dengan mereka yang awas walau mereka telah mempergunakan alat bantu visual, akibatnya mereka lebih membutuhkan banyak waktu dan energi untuk melakukaa tugas-tugas visual.
3. Moderate Visual Diability adalah mereka yang masih mampu menggunakan alat-alat bantu khusus dengan diberi bantuan cahaya cukup sehingga mereka mampu menjalankan tugas-tugas visual yang sebanding dengan mereka yang awas.
Dalam konteks kesehatan, organisasi kesehatan dunia (WHO) membedakan istilah impairment, disability, dan handicap. Impairment mempunyai arti kehilangan atau ketidaknormalan atau kelemahan struktur atau fungsi psikologis, fisiologis, atau anatomis. Visual Impairment berarti penglihatan yang tidak berfungsi. Tidak berfungsinya penglihatan karena kerusakan pada mata. Kerusakan tersebut dapat disebabkan saraf rusak, bola mata tidak ada, bola mata terlalu kecil, dll. Disability mempunyai arti keterbatasan atau ketidak mampuan atau kekurangmampuan sebagai akibat dari impairment. Keterbatasan ini dalam melakukan suatu tugas sebagaimana orang pada umumnya. Visual Disability berarti penglihatari atau mata tidak dapat digunakan karena ada kerusakan. Mata tidak dapat dipergunakan untuk melihat karena sarafnya rusak, atau karena bola mata hilang, atau bola mata terlalu kecil. Handicap mempunyai arti hambatan atau kondisi yang kurang baik bagi seseorang akibat impairment atau disability. Kondisi ini sangat menghambat dalam melakukan suatu pekerjaan seperti orang pada umumnya. Berat-ringannya hambatan tersebut tergantung pada usia, jenis kelamin, faktor-faktor sosial dan budaya orang tersebut. Visually handicap berarti seseorang tidak dapat menggunakan penglihatannya karena ada kerusakan pada saraf mata, atau bola mata. Akibatnya penglihatannya tidak berfungsj. (WHO, 1980)
Untuk selanjutnya pengertian tunanetra yang dipergunakan adalah kemampuan siswa dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain seperti pendengaran, perabaan, penciuman.
KLASIFIKASI TUNANETRA ATAU PENGELOMPOKAN TUNANETRA
Klasifikasi atau pengelompokkan tunanetra yang ditinjau dari segi pendidikan
a. Pengelompokan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan. (Snellen Tes)
1. 6/6 m - 6/16 m atau 20/20 feet -20/50 feet.
Pada tingkat ini sering dikatakan sebagai tunanetra ringan atau bahkan masih dapat dikatakan normal. Mereka masih mampu mempergunakan peralatan pendidikan pada umumnya, sehingga masih dapat memperoleh pendidikan di sekolah umum. Mereka masih mampu melihat benda lebih kecil seperti mengamati uang logam seratus rupiah dan korek api.
2. 6/20 m -6/60 m atau 20/70 feet -20/200 feet.
Pada tingkat ketajaman ini sering disebut dengan tunanetra kurang lihat atau low vision atau disebut juga dengan partially sight ataupun tunanetra ringan. Pada taraf ini mereka masih mampu melihat dengan bantuan kaca mata.
3. 6/60 lebih atau 20/200 lebih.
Pada tingkat ini sudah dikatakan tunanetra berat. Taraf ini masih mempunyai tingkatannya yaitu:
* Masih dapat menghitung jari pada jarak 6 meter.
* Masih dapat melihat gerakan tangan.
* Hanya dapat membedakan terang dan gelap.
4. Mereka yang memiliki visus 0, sering disebut buta.
Tingkat terakhir sudah tidak mampu melihat rangsangan cahaya dan tidak dapat melihat apapun.
b. Berdasarkan saat terjadinya kebutaan.
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir
Kelompok ini terdiri tunanetra yang sejak dalam kandungan atau sebelum satu tahun sudah mengalami kebutaan. Anak masih belum mempunyai konsep penglihatan. Peran guru, orang tua dan orang disekitar anak sangat besar artinya untuk melatih indra-indra yang masih dimilikinya.
Mata merupakan indra yang dapat menghubungkan kita dengan dunia disekitar kita. Kita dapat mengetahui apa saja yang berada disekitar kita, dapat menirukan tingkah laku seseorang yang kita anggap baik. Dengan mata, kita dapat menerima informasi apa saja dan dengan mata pula kita melakukan dan menyelesaikan tugas-tugas. Bagaimana dengan tunanetra, apakah dengan tidak berfungsinya indra penglihatan, maka mereka juga tidak dapat menerima informasi, menjalankan tugas dan menirukan? Memang dalam hal meniru, mereka akan banyak mengalami kesulitan karena indra lain kurang dapat membantu. Sedangkan untuk kegiatan lain maih dapat dibantu dengan indra lain yang masih mereka miliki. Melalui indra raba, indra pendengaran, indra penciuman, dan indra pengecap, tunanaetra dapat memperoleh informasi banyak tentang lingkungannnya, dapat mengadakan sosialisasi dan dapat pula melakukan tugas-tugasnya dengan baik bahkan sebaik orang awas. Melalui latihan-latihan secara rutin dan teratur serta terarah, maka sisa indra yang masih mereka miliki dapat berfungsi lebih dari orang awas yaitu lebih peka, karena mereka dapat berkonsentrasi pada apa yang sedang dikerjakan. Konsentrasi ini terbentuk karena matanya tidak dapat melihat, maka seluruh perhatiannya dapat berpusat pada apa yang dikerjakan atau apa yang sedang dipelajarinya karena perhatiannya tidak terpecah kemana-mana. Hal inilah yang sangat mendukung kepekaan indra-indra yang masih mereka miliki.
Anak awas memperoleh informasi tentang bahasa melalui mendengar, membaca, dan mengamati gerakan dan ekspresi wajah. Pada mulanya mereka akan menirukan vokal afau cara bicara orang tua, saudara ataupun orang yang ada disekitarnya. Demikian juga halnya yang terjadi dengan tunanetra, mereka memperoleh informasi bahasa melalui membaca dan mendengar. Mereka juga dapat meniru gaya bicara atau vokal dari orang tua, saudara ataupun orang disekitarnya. Perbedaan dengan anak awas adalah pengembangan konsep bahasa dan penambahan kosa kata. Kalau anak awas perkembangan bahasanya dapat melalui melihat atau visual, maka tunanetra melalui rabaan. Karena perbedaan dalam perkembangan kosa kata, maka persepsi suatu kosa kata antara anak awas dan tunanetra berbeda dalam arti variasi pengertian kosa kata. Anak awas lebih kaya dari pada tunanetra. Misal kata malam, bagi tunanetra kata malam berarti gelap atau hitam. Tetapi lain halnya dengan anak awas, kata malam dapat bermakna cukup banyak, misal: malam penuh bintang, malam indah dengan bulan purnama, malam penuh dengan ketakutan, malam di tepi pantai akan sangat indah bila dibandingkan malam diterigah kota besar dll.
Pengamatan visual memang memiliki daya pengamatan jauh jaraknya yang memungkinkan idanya penguasaan lingkungan, penguasaan diri, atau hubungan antara keduanya. Karena dengan hilangnya penglihatan dapat mengakibatkan sosialisasi terhadap lingkungan sangat jelek. Hal ini terjadi karena ia tidak dapat menyelaraskan tindakannya pada situasi lingkungan saat itu. Dalam kehidupan sosial banyak kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dipelajari dari meniru, sedang bagi tunanetra hal ini merupakan hambatan besar. Untuk tunanetra memang masih memerlukan orang awas sebagai pendamping agar ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Selama manusia itu hidup, maka masalah tidaklah dapat dihindari, demikian juga dengan tunanetra. Dengan hilangnya penglihatannya akan menimbulkan masalah terhadap lingkungannnya terutama masalah sosial. Keterbatasan dalam mobilitas, pengalaman kurang mengakibatkan perasaan pasif, tergantung pada orang: lain, rendah diri, kurang percaya pada diri sendiri.
Proses perkembangan pribadi, pengalaman lingkungan hanya tergantung dari, fungsi kognitif. Fungsi kognitif akan meliputi indra pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman, pengecap dan indra kinestetik serta sentuhan pada kulit. Sedang indra penglihatan merupakan alat penyatu dan memadukan serta menyusun sebuah konsep. Karena itu seseorang yang kehilangan penglihatannya akan tergantung pada indra lain yang masih berfungsi dalam mengembangkan pengertian tentang lingkungan. Tentunya proses mengenal lingkungan ini akan berbeda caranya dengan anak awas. Tunanetra akan lebih mengandalkan pendengaran dan rabaan dalam mengenal lingkungan dan tentunya akan ditunjang dengan indra yang lainnya.
PENGERTIAN TUNANETRA
Kata tunanetra itu sendiri tidak asing bagi kebanyakan orang, tetapi masih banyak yang belum memahaminya. Pengertian tunanetra itu sendiri banyak ragamnya, sebab dapat ditinjau dari segi harfiah, kiasan, metafisika, medis, fungsional ataupun dari segi pendidikan. Dipandang dari segi bahasa, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1990: 971) Tuna mempunyai arti rusak, luka, kurang, tidak memiliki, sedangkan netra (Depdikbud, 1990: 613) artinya mata. Tunanetra artinya rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya. Menurut White Confrence pengertian tunanetra adalah sebagai berikut:
1. Seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision); dari ke dua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.
2. Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata yang terbaik setelah mendapat perbaikan yang diperlukan atau mempunyai ketajaman penglihatan lebih dari 20/200 tetapi mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.
Menurut Alana M. Zambone, Ph.D., dalam bukunya yang berjudul Teaching Children With Visual And Additional Disabilities (Alana, 1992: 59) seseorang dikatakan buta total bila tidak mempunyai bola mata, tidak dapat membedakan terang dan gelap, tidak dapat memproses apa yang dilihat pada otaknya yang masih berfungsi. Menurut Nolan (1982:430) dalam-bukunya yang berjudul Exceptional Children and Youth seseorang dikatakan buta (blind) bila ketajaman penglihatan sentral 20/200 atau kurang pada penglihatan terbaiknya setelah dikoreksi dengan kacamata, atau ketajaman penglihatan sentralnya lebih dari 20/200 tetapi ada kerusakan pada lintang pandangnya yang sedemikian rupa sehingga diameter terluas dari lintang pandangnya membentuk sudut yang tidak lebih besar dari 20 derajat.
Menurut DeMott (1982:272) dalam bukunya yang berjudul Exceptional Children and Youth istilah buta (blind) diberikan pada orang yang sama sekali tidak memiliki penglihatan atau yang hanya memiliki persepsi cahaya. Siswa yang buta akan diajarkan Braille. Pengertian penglihatan sebagian (partially sighted) adalah mereka yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan sentral antara 20/70 dan 20/200. Siswa yang digolongkan dalam klasifikasi ini membutuhkan bantuan khusus atau modiflkasi materi, atau membutuhkan kedua-duanya dalam pendidikannya di sekolah.
Menurut Hardman, et.al. (1990:313) dalam bukunya yang berjudul Human Exceptional, seorang dianggap buta bila ketajaman penglihatan sentralnya tidak lebih dari 20/200 dalam penglihatan terbaiknya setelah dikoreksi dengan kacamata atau seseorang yang ketajaman penglihatannya lebih baik dari 20/200, tetapi memiliki keterbatasan dalam lapang pandang sentralnya sehingga membentuk suatu derajat yang diameter terluasnya membentuk suatu sudut yang tidak lebih besar dari 20 deraja.
Menurut pendidikan kebutaan (blindness) difokuskan pada kemampuan siswa dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain seperti pendengaran, perabaan, inilah yang disebut buta secara pendidikan (Hardman, et.al. 1990:313).
Banyak pengertian tunanetra yang didasarkan pada masalah fungsionalisasi tingkat ketajaman penglihatan, hal ini mendorong Barraga (1986) dan Hardman, et.al. (1990:314) mengemukakan beberapa pengertian tentang tunanetra dengan jalan merangkum dari semua pengertian yang ada, yaitu:
1. Profound Visual Disability yaitu kemampuan penglihatannya sangat terbatas sehingga hanya mampu melakukan tugas-tugas penglihatan yang paling sederhana sehingga tidak memungkinkan dipergunakan untuk tugas melihat secara detail karena kegiatan itu sukar/terlalu berat bagi kemampuan penglihatannya
2. Severe Visual Disability yaitu mereka yang memiliki kemampuan penglihatan kurang akurat/kurang baik bila dibading dengan mereka yang awas walau mereka telah mempergunakan alat bantu visual, akibatnya mereka lebih membutuhkan banyak waktu dan energi untuk melakukaa tugas-tugas visual.
3. Moderate Visual Diability adalah mereka yang masih mampu menggunakan alat-alat bantu khusus dengan diberi bantuan cahaya cukup sehingga mereka mampu menjalankan tugas-tugas visual yang sebanding dengan mereka yang awas.
Dalam konteks kesehatan, organisasi kesehatan dunia (WHO) membedakan istilah impairment, disability, dan handicap. Impairment mempunyai arti kehilangan atau ketidaknormalan atau kelemahan struktur atau fungsi psikologis, fisiologis, atau anatomis. Visual Impairment berarti penglihatan yang tidak berfungsi. Tidak berfungsinya penglihatan karena kerusakan pada mata. Kerusakan tersebut dapat disebabkan saraf rusak, bola mata tidak ada, bola mata terlalu kecil, dll. Disability mempunyai arti keterbatasan atau ketidak mampuan atau kekurangmampuan sebagai akibat dari impairment. Keterbatasan ini dalam melakukan suatu tugas sebagaimana orang pada umumnya. Visual Disability berarti penglihatari atau mata tidak dapat digunakan karena ada kerusakan. Mata tidak dapat dipergunakan untuk melihat karena sarafnya rusak, atau karena bola mata hilang, atau bola mata terlalu kecil. Handicap mempunyai arti hambatan atau kondisi yang kurang baik bagi seseorang akibat impairment atau disability. Kondisi ini sangat menghambat dalam melakukan suatu pekerjaan seperti orang pada umumnya. Berat-ringannya hambatan tersebut tergantung pada usia, jenis kelamin, faktor-faktor sosial dan budaya orang tersebut. Visually handicap berarti seseorang tidak dapat menggunakan penglihatannya karena ada kerusakan pada saraf mata, atau bola mata. Akibatnya penglihatannya tidak berfungsj. (WHO, 1980)
Untuk selanjutnya pengertian tunanetra yang dipergunakan adalah kemampuan siswa dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain seperti pendengaran, perabaan, penciuman.
KLASIFIKASI TUNANETRA ATAU PENGELOMPOKAN TUNANETRA
Klasifikasi atau pengelompokkan tunanetra yang ditinjau dari segi pendidikan
a. Pengelompokan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan. (Snellen Tes)
1. 6/6 m - 6/16 m atau 20/20 feet -20/50 feet.
Pada tingkat ini sering dikatakan sebagai tunanetra ringan atau bahkan masih dapat dikatakan normal. Mereka masih mampu mempergunakan peralatan pendidikan pada umumnya, sehingga masih dapat memperoleh pendidikan di sekolah umum. Mereka masih mampu melihat benda lebih kecil seperti mengamati uang logam seratus rupiah dan korek api.
2. 6/20 m -6/60 m atau 20/70 feet -20/200 feet.
Pada tingkat ketajaman ini sering disebut dengan tunanetra kurang lihat atau low vision atau disebut juga dengan partially sight ataupun tunanetra ringan. Pada taraf ini mereka masih mampu melihat dengan bantuan kaca mata.
3. 6/60 lebih atau 20/200 lebih.
Pada tingkat ini sudah dikatakan tunanetra berat. Taraf ini masih mempunyai tingkatannya yaitu:
* Masih dapat menghitung jari pada jarak 6 meter.
* Masih dapat melihat gerakan tangan.
* Hanya dapat membedakan terang dan gelap.
4. Mereka yang memiliki visus 0, sering disebut buta.
Tingkat terakhir sudah tidak mampu melihat rangsangan cahaya dan tidak dapat melihat apapun.
b. Berdasarkan saat terjadinya kebutaan.
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir
Kelompok ini terdiri tunanetra yang sejak dalam kandungan atau sebelum satu tahun sudah mengalami kebutaan. Anak masih belum mempunyai konsep penglihatan. Peran guru, orang tua dan orang disekitar anak sangat besar artinya untuk melatih indra-indra yang masih dimilikinya.
2. Tunanetra batita
Saat usia di bawah 3 tahun telah mengalami tunanetra, maka kelompok ini disebut tunanetra batita. Bagi mereka konsep penglihatan yang masih ada akan cepat hilang. Dengan demikian kesan-kesan visual (konsep-konsep benda, lingkungan) yang telah dimilikinya tidak terlalu bermanfaat bagi kehidupan anak selanjutnya. Pada taraf ini peran orang tua guru dan orang di sekitarnya, sangat besar. Mereka akan membantu dalam mengulang kembali segala sesuatu yang pernah dimengerti anak, saat ia masih dapat melihat dengan bantuan media yang ada dan sebenarnya.
Saat usia di bawah 3 tahun telah mengalami tunanetra, maka kelompok ini disebut tunanetra batita. Bagi mereka konsep penglihatan yang masih ada akan cepat hilang. Dengan demikian kesan-kesan visual (konsep-konsep benda, lingkungan) yang telah dimilikinya tidak terlalu bermanfaat bagi kehidupan anak selanjutnya. Pada taraf ini peran orang tua guru dan orang di sekitarnya, sangat besar. Mereka akan membantu dalam mengulang kembali segala sesuatu yang pernah dimengerti anak, saat ia masih dapat melihat dengan bantuan media yang ada dan sebenarnya.
3. Tunanetra balita
Saat usia dibawah 5 tahun, telah mengalami kebutaan disebut tunanetra balita. Pada usia ini konsep penglihatan akan tetap terbentuk dengan cukup berarti sehingga akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah pendidikannya. Kesan yang pernah terbentuk tidak hilang melainkan selalu dihidupkan sehingga akan berguna bagi perkembangannya. Peran orang tua dan guru taman kanak-kanak sangat besar artinya dalam membina dan mengarahkan konsep yang telah dimiliki anak.
4. Tunanetra pada usia sekolah
Kelompok ini meliputi anak tunanetra dari usia 6 tahun sampai dengan12 tahun. Pada usia ini konsep penglihatan telah terbentuk dan mempunyai kesan-kesan visual yang sangat banyak dan bermanfaat bagi perkembangan pendidikannnya. Kesan itu dapat berupa keadaan sekolah, rumah teman-teman yang selalu ceria dll. Walau demikian mereka tetap harus mendapat perhatian khusus dari orang tua dan guru dalam menempuh pelajarannya. Tidak jarang mereka mengalami goncangan jiwa. Goncangan jiwa anak usia sekolah akan lebih hebat bila dibandingkan dengan balita sebab usia sekolah merupakan masa-masa bermain. Dalam hal ini tugas pendidik adalah menyadarkan mereka agar mau menerima kenyataan. Dengan demikian anak akan dapat berkembang dan menambah pengalamannya dalam kebutaannya.
5. Tunanetra remaja
Kelompok ini terjadi pada usia 13 tahun sampai 19 tahun. Mereka sudah memiliki kesan-kesan visual yang sangat mendalam. Kesan ini akan bermanfaat dalam mendukung perkembangan kehidupan selanjutnya. Mereka akan mengalami goncangan jiwa yang berat sebab terjadi dua konflik yaitu konflik batin dan konflik jasmani. Ia merasakan suatu frustasi dan keputusasaan, karena secara jasmani ia tidak lagi seperti saat masih dapat melihat, padahal segala kebutuhannya akan sama seperti saat ia masih dapat melihat. Pada masa seperti itu mereka sangat membutuhkan bimbingan agar sadar dan dapat menerima kenyataan yang dihadapi sekarang. Dengan demikian diharapkan mereka dapat berkembang secara utuh baik secara jasmani mapun rohani. Akhirnya mereka dapat pula mengadakan interaksi sosial dengan lingkungan disekitarnya.
6. Tunanetra dewasa
Kelompok ini terjadi pada usia 19 tahun keatas. Mereka telah memiliki keterampilan yang mapan dan kemungkinan pekerjaan yang dapat diharapkan untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Maka kebutaan yang dialaminya akan membuat suatu pukulan batin yang cukup berat. Tidak sedikit dari mereka mengalami goncangan jiwa, frustasi, dan putus asa. Mereka hendaknya mendapat layanan dan bimbingan baik secara jasmani maupun rohani secara khusus. Bimbingan secara jasmani akan lebih mengarah pada keterampilan yang belum pernah dimilikinya. Dengan demikian mereka yang harus kehilangan pekerjaannnya karena kebutaannya akan mendapatkan ganti pekerjaannya,sehingga tugas untuk mencari nafkah dapat tetap terpenuhi. Secara rohani lebih diarahkan pada bimbingan agama, yaitu untuk mempertebal imannya dalam menerima keadaannya.
c. Menurut tingkat kelemahan visual
1. Tidak ada kelemahan visual (normal )
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/25 dan luas iantang pandang lebih besar dari 120 derajat. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam melakukan tugas sehari-hari.
2. Kelemahan visual ringan
Memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/25 dan luas lantang pandang kurang dari 120 derajat. Mereka masih dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Luas lantang pandang berkurang, tidak berpengaruh terhadap kegiatannya sehari-hari.
3. Kelemahan visual sedang
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/60 dan luas lantang pandang
60 derajat. Mereka masih dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik, tetapi mereka harus menggunakan alat bantu penglihatan yaitu kaca mata.
4. Kelemahan visual parah
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/60 dan luas lantang pandang
20 derajat. Ketajaman penglihatan dan lantang pandang sudah sangat turun.sehingga penggunaan kaca mata tidak berfungsi.
5. Kelemahan visual sangat parah
Memiliki ketajaman penglihatan sangat rendah. la hanya bisa membaca atau menghitung jari pada jarak 5m dengan lantang pandang 10 derajat.
6. Kelemahan visual yang mendekati buta total
Memiliki ketajaman penglihatan sangat rendah. Ketajaman penglihatan yang dimiliki lebih rendah dari kelemahan visual sangat parah. la hanya bisa membaca atau menghitung jari pada jarak 1m dengan lantang pandang 5 derajat.
7. Kelemahan visual total
Pada taraf ini sudah tidak dapat lagi menerima rangsang cahaya. la sudah dapat dikatakan buta.
d. Menurut ketidakmampuan dalam melihat
1. Ketidakmampuan melihat taraf ringan
Pada taraf ini masih dapat melakukan kegiatan tanpa harus menggunakan alat bantu khusus. Kegiatan sehari-hari dapat dikerjakan tanpa hambatan.
2. Ketidakmampuan penglihatan taraf sedang
Pada taraf ini masih dapat melakukan kegiatan dengan menggunakan kedekatan sinar, dan alat bantu khusus. Kedekatan sinar berarti diperlukannya pengaturan sinar sesuai dengan kebutuhannya.
3. Ketidakmampuan penglihatan pada taraf parah
Pada taraf ini ada beberapa tingkat kemampuan:
* Dapat melakukan kegiatan dengan bantuan alat bantu penglihatan tetapi tidak lancar dalam membaca, cepat lelah sehingga tidak tahan lama dalam melihat.
* Tidak dapat melakukan tugasnya secara detail atau terinci walau telah dibantu dengan alat bantu penglihatan.
* Mengalami hambatan dalam melakukan tugas-tugasnya secara visual sehingga memerlukan bantuan indera lainnya.
* Penglihatan sudah tidak dapat diandalkan lagi sehingga memerlukan bantuan indera lain karena yang mampu dilihat hanyalah terang-gelap.
* Penglihatannya benar-benar tidak dapat dipergunakan lagi sehingga sangat tergantung pada kemampuan indera lainnya.
KARAKTERISTIK TUNANETRA ATAU CIRl KHAS TUNANETRA
a. Ciri khas Tunanetra total
Kekurangan dalam penglihatannya atau bahkan kehilangan sama sekali penglihatannya akan mempuyai akibat. Akibat tersebut berupa berbagai masalah yang secara sadar maupun tidak sadar mereka lakukan. Masalah tersebut berupa kegiatan yang dilakukati tunanetra. Itulah karakteristik atau ciri khas tunanetra. Karakter dan karakteristik mempunyai perbedaan arti. Karakter adalah sifat seseorang, sedangkan karakteristik adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua orang atau tunanetra. Berat ringan karakteristik tergantung sejak kapan mengalami ketunaannya, tingkat ketajaman penglihatannya, tingkat pendidikannya, lingkungan serta usia.
Karakteristik tunanetra total adalah sebagai berikut:
1. Rasa curiga pada orang lain
Keterbatasan akan rangsang penglihatan yang diterimanya akan menyebabkan para tunanetra kurang mampu untuk berorientasi dengan lingkungannya. Akibatnya kemampuan mobilitasnya terganggu. Pengalaman sehari-hari menunjukkan kepada anak tunanetra, bahwa tidak mudah baginya untuk menemukan sesuatu benda yang dicarinya. Anak tunanetra sering bertabrakkan dengan orang lain, kakinya terperosok dalam lubang dan pengalaman-pengalaman lain yang menimbulkan rasa sakit, kecewa dan rasa tidak senang dalam hati. Namun ia tidak tahu kepada siapa perasaan yang tidak menyenangkan irii akan ditumpahkan. Perasaan-perasaan kecewa, sakit hati dan sebagainya yang dialami oleh anak tunanetra tersebut mendorong dirinya untuk selalu berhati-hati dalam setiap tindakannya. Sikap yang selalu hati-hati inilah yang akhirnya dapat menimbulkan sikap yang selalu curiga terhadap orang lain.
2. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan tersinggung ini timbul karena pengalaman sehari-hari yang selalu menyebabkan kecewa, curiga pada orang lain. Akibatkan anak tunanetra menjadi emosional, sehingga segala senda gurau, tekanan suara tertentu atau singgungan fisik yang tidak disengaja dari orang lain dapat menyinggung perasaannya.
3. Ketergantungan yang berlebihan
Sikap ketergantuhgan yang berlebihan adalah sikap tunanetra yang lain. Mereka tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri. Mereka cenderung untuk mengharapkan uluran tangan dari orang lain. Hal ini terjadi karena dua sebab. Sebab pertama yaitu datang dari diri tunanetra. Sebab kedua datang dari luar diri tunanetra. Dari dalam diri tunanetra adalah belum atau tidak mau berusaha sepenuh hati untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Dari luar diri tunanetra adalah karena selalu ada rasa kasih sayang dan perlindungan yang berlebihan dari orang lain di sekitarnya. Akibatnya tunanetra tidak pernah berbuat sesuatu, segala keperluannya telah disiapkan orang lain.
4. Blindism
Blindism merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan tunanetra tanpa mereka sadari. Gerakan-gerakan ini sangat tidak sedap dipandang mata, misalnya selalu menggeleng-gelengkan kepala tanpa sebab, menggoyang-goyangkan badan dan sebagainya. Semua gerakan ini tidak terkontrol oleh tunanetra, sehingga orang lain akan pusing bila selalu melihat gerakan-gerakan tersebut.
5. Rasa rendah diri
Tunanetra selalu menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain yang normal. Hal ini disebabkan mereka selalu merasa diabaikan oleh orang disekitarnya. Tunanetra mencoba uatuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan kegiatan lingkungan, tetapi masyarakat atau orang awas tidak dapat menerimanya. Dalam pergaulan tunanetra sering diejek, digoda, dilarang keluar rumah, selalu mendapat belaskasihan.
6. Tangan ke depan dan badan agak membungkuk
Tunanetra cenderung untuk agak membungkukkan badan dan tangan ke depan. Maksudnya untuk melindungi badannya dari sentuhan benda atau terantuk benda yang tajam.
7. Suka melamun
Mata yang tidak berfungsi mengakibatkan tunanetra tidak dapat mengamati keadaan lingkungan, maka waktu yang kosong sering dipegunakan untuk melamun.
8. Fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek
Fantasi ini sangat berkaitan dengan melamun. Lamunannya akan menimbulkan fantasi pada suatu objek yang pernah diperhatikan dengan rabaannya. Fantasi ini cukup bermanfaat untuk perkembangan pendidikan tunanetra. Dengan mudahnya berfantasi, maka guru akan mudah juga,untuk menerangkan sesuatu yang sedikit abstrak. Pengalaman sehari-hari dikaitkan dengan fantasinya, maka tak jarang tunanetra dapat menciptakan sebuah lagu yang indah atau bahkan puisi yang indah pula. Hasil karyanya dapat dinikmati oleh orang pada umumnya dan tak jarang membuat orang kagum sebab hasil karya tunanetra tidak kalah dengan hasil karya seniman pada umumnya.
9. Kritis
Keterbatasan dalam penglihatanyadan kekuatan dalam berfantasi mengakibatkan tunanetra sering bertanya pada hal-hal yang belum dimengerti sehingga mereka tidak salah konsep. Tunanetra tidak pernah berhenti bertanya bila ia belum mengerti.
10. Pemberani
Tunanetra akan melakukan sesuatu dengan sungg-sungguh tanpa ragu-ragu. Sikap ini terjadi bila mereka mempunyai konsep dasar yang benar tentang gerak dan iingkungannya, sehingga kadang-kadang menimbulkan rasa cemas dan waswas bagi orang lain yang melihat.
11. Perhatian terpusat (terkonsentrasi)
Kebutuhan menyebabkan dalam melakukan suatu kegiatan akan terpusat. Perhatian yang terpusat ini sangat mendukung kepekaan indera yang masih ada dan normal.
KARAKTERISTIK TUNANETRA KURANG LIHAT
Karakteristik dapat disebut juga ciri khas yang biasanya dilakukan oleh para low vision/kurang lihat. Tentunya berat ringan ciri khas ini sangat dipengaruhi oleh sisa penglihatan yang dimiliki, tingkat pendidikan dan latar belakang keluarga serta pribadi anak kurang lihat itu sendiri.
Saat usia dibawah 5 tahun, telah mengalami kebutaan disebut tunanetra balita. Pada usia ini konsep penglihatan akan tetap terbentuk dengan cukup berarti sehingga akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah pendidikannya. Kesan yang pernah terbentuk tidak hilang melainkan selalu dihidupkan sehingga akan berguna bagi perkembangannya. Peran orang tua dan guru taman kanak-kanak sangat besar artinya dalam membina dan mengarahkan konsep yang telah dimiliki anak.
4. Tunanetra pada usia sekolah
Kelompok ini meliputi anak tunanetra dari usia 6 tahun sampai dengan12 tahun. Pada usia ini konsep penglihatan telah terbentuk dan mempunyai kesan-kesan visual yang sangat banyak dan bermanfaat bagi perkembangan pendidikannnya. Kesan itu dapat berupa keadaan sekolah, rumah teman-teman yang selalu ceria dll. Walau demikian mereka tetap harus mendapat perhatian khusus dari orang tua dan guru dalam menempuh pelajarannya. Tidak jarang mereka mengalami goncangan jiwa. Goncangan jiwa anak usia sekolah akan lebih hebat bila dibandingkan dengan balita sebab usia sekolah merupakan masa-masa bermain. Dalam hal ini tugas pendidik adalah menyadarkan mereka agar mau menerima kenyataan. Dengan demikian anak akan dapat berkembang dan menambah pengalamannya dalam kebutaannya.
5. Tunanetra remaja
Kelompok ini terjadi pada usia 13 tahun sampai 19 tahun. Mereka sudah memiliki kesan-kesan visual yang sangat mendalam. Kesan ini akan bermanfaat dalam mendukung perkembangan kehidupan selanjutnya. Mereka akan mengalami goncangan jiwa yang berat sebab terjadi dua konflik yaitu konflik batin dan konflik jasmani. Ia merasakan suatu frustasi dan keputusasaan, karena secara jasmani ia tidak lagi seperti saat masih dapat melihat, padahal segala kebutuhannya akan sama seperti saat ia masih dapat melihat. Pada masa seperti itu mereka sangat membutuhkan bimbingan agar sadar dan dapat menerima kenyataan yang dihadapi sekarang. Dengan demikian diharapkan mereka dapat berkembang secara utuh baik secara jasmani mapun rohani. Akhirnya mereka dapat pula mengadakan interaksi sosial dengan lingkungan disekitarnya.
6. Tunanetra dewasa
Kelompok ini terjadi pada usia 19 tahun keatas. Mereka telah memiliki keterampilan yang mapan dan kemungkinan pekerjaan yang dapat diharapkan untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Maka kebutaan yang dialaminya akan membuat suatu pukulan batin yang cukup berat. Tidak sedikit dari mereka mengalami goncangan jiwa, frustasi, dan putus asa. Mereka hendaknya mendapat layanan dan bimbingan baik secara jasmani maupun rohani secara khusus. Bimbingan secara jasmani akan lebih mengarah pada keterampilan yang belum pernah dimilikinya. Dengan demikian mereka yang harus kehilangan pekerjaannnya karena kebutaannya akan mendapatkan ganti pekerjaannya,sehingga tugas untuk mencari nafkah dapat tetap terpenuhi. Secara rohani lebih diarahkan pada bimbingan agama, yaitu untuk mempertebal imannya dalam menerima keadaannya.
c. Menurut tingkat kelemahan visual
1. Tidak ada kelemahan visual (normal )
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/25 dan luas iantang pandang lebih besar dari 120 derajat. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam melakukan tugas sehari-hari.
2. Kelemahan visual ringan
Memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/25 dan luas lantang pandang kurang dari 120 derajat. Mereka masih dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Luas lantang pandang berkurang, tidak berpengaruh terhadap kegiatannya sehari-hari.
3. Kelemahan visual sedang
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/60 dan luas lantang pandang
60 derajat. Mereka masih dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik, tetapi mereka harus menggunakan alat bantu penglihatan yaitu kaca mata.
4. Kelemahan visual parah
Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/60 dan luas lantang pandang
20 derajat. Ketajaman penglihatan dan lantang pandang sudah sangat turun.sehingga penggunaan kaca mata tidak berfungsi.
5. Kelemahan visual sangat parah
Memiliki ketajaman penglihatan sangat rendah. la hanya bisa membaca atau menghitung jari pada jarak 5m dengan lantang pandang 10 derajat.
6. Kelemahan visual yang mendekati buta total
Memiliki ketajaman penglihatan sangat rendah. Ketajaman penglihatan yang dimiliki lebih rendah dari kelemahan visual sangat parah. la hanya bisa membaca atau menghitung jari pada jarak 1m dengan lantang pandang 5 derajat.
7. Kelemahan visual total
Pada taraf ini sudah tidak dapat lagi menerima rangsang cahaya. la sudah dapat dikatakan buta.
d. Menurut ketidakmampuan dalam melihat
1. Ketidakmampuan melihat taraf ringan
Pada taraf ini masih dapat melakukan kegiatan tanpa harus menggunakan alat bantu khusus. Kegiatan sehari-hari dapat dikerjakan tanpa hambatan.
2. Ketidakmampuan penglihatan taraf sedang
Pada taraf ini masih dapat melakukan kegiatan dengan menggunakan kedekatan sinar, dan alat bantu khusus. Kedekatan sinar berarti diperlukannya pengaturan sinar sesuai dengan kebutuhannya.
3. Ketidakmampuan penglihatan pada taraf parah
Pada taraf ini ada beberapa tingkat kemampuan:
* Dapat melakukan kegiatan dengan bantuan alat bantu penglihatan tetapi tidak lancar dalam membaca, cepat lelah sehingga tidak tahan lama dalam melihat.
* Tidak dapat melakukan tugasnya secara detail atau terinci walau telah dibantu dengan alat bantu penglihatan.
* Mengalami hambatan dalam melakukan tugas-tugasnya secara visual sehingga memerlukan bantuan indera lainnya.
* Penglihatan sudah tidak dapat diandalkan lagi sehingga memerlukan bantuan indera lain karena yang mampu dilihat hanyalah terang-gelap.
* Penglihatannya benar-benar tidak dapat dipergunakan lagi sehingga sangat tergantung pada kemampuan indera lainnya.
KARAKTERISTIK TUNANETRA ATAU CIRl KHAS TUNANETRA
a. Ciri khas Tunanetra total
Kekurangan dalam penglihatannya atau bahkan kehilangan sama sekali penglihatannya akan mempuyai akibat. Akibat tersebut berupa berbagai masalah yang secara sadar maupun tidak sadar mereka lakukan. Masalah tersebut berupa kegiatan yang dilakukati tunanetra. Itulah karakteristik atau ciri khas tunanetra. Karakter dan karakteristik mempunyai perbedaan arti. Karakter adalah sifat seseorang, sedangkan karakteristik adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua orang atau tunanetra. Berat ringan karakteristik tergantung sejak kapan mengalami ketunaannya, tingkat ketajaman penglihatannya, tingkat pendidikannya, lingkungan serta usia.
Karakteristik tunanetra total adalah sebagai berikut:
1. Rasa curiga pada orang lain
Keterbatasan akan rangsang penglihatan yang diterimanya akan menyebabkan para tunanetra kurang mampu untuk berorientasi dengan lingkungannya. Akibatnya kemampuan mobilitasnya terganggu. Pengalaman sehari-hari menunjukkan kepada anak tunanetra, bahwa tidak mudah baginya untuk menemukan sesuatu benda yang dicarinya. Anak tunanetra sering bertabrakkan dengan orang lain, kakinya terperosok dalam lubang dan pengalaman-pengalaman lain yang menimbulkan rasa sakit, kecewa dan rasa tidak senang dalam hati. Namun ia tidak tahu kepada siapa perasaan yang tidak menyenangkan irii akan ditumpahkan. Perasaan-perasaan kecewa, sakit hati dan sebagainya yang dialami oleh anak tunanetra tersebut mendorong dirinya untuk selalu berhati-hati dalam setiap tindakannya. Sikap yang selalu hati-hati inilah yang akhirnya dapat menimbulkan sikap yang selalu curiga terhadap orang lain.
2. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan tersinggung ini timbul karena pengalaman sehari-hari yang selalu menyebabkan kecewa, curiga pada orang lain. Akibatkan anak tunanetra menjadi emosional, sehingga segala senda gurau, tekanan suara tertentu atau singgungan fisik yang tidak disengaja dari orang lain dapat menyinggung perasaannya.
3. Ketergantungan yang berlebihan
Sikap ketergantuhgan yang berlebihan adalah sikap tunanetra yang lain. Mereka tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri. Mereka cenderung untuk mengharapkan uluran tangan dari orang lain. Hal ini terjadi karena dua sebab. Sebab pertama yaitu datang dari diri tunanetra. Sebab kedua datang dari luar diri tunanetra. Dari dalam diri tunanetra adalah belum atau tidak mau berusaha sepenuh hati untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Dari luar diri tunanetra adalah karena selalu ada rasa kasih sayang dan perlindungan yang berlebihan dari orang lain di sekitarnya. Akibatnya tunanetra tidak pernah berbuat sesuatu, segala keperluannya telah disiapkan orang lain.
4. Blindism
Blindism merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan tunanetra tanpa mereka sadari. Gerakan-gerakan ini sangat tidak sedap dipandang mata, misalnya selalu menggeleng-gelengkan kepala tanpa sebab, menggoyang-goyangkan badan dan sebagainya. Semua gerakan ini tidak terkontrol oleh tunanetra, sehingga orang lain akan pusing bila selalu melihat gerakan-gerakan tersebut.
5. Rasa rendah diri
Tunanetra selalu menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain yang normal. Hal ini disebabkan mereka selalu merasa diabaikan oleh orang disekitarnya. Tunanetra mencoba uatuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan kegiatan lingkungan, tetapi masyarakat atau orang awas tidak dapat menerimanya. Dalam pergaulan tunanetra sering diejek, digoda, dilarang keluar rumah, selalu mendapat belaskasihan.
6. Tangan ke depan dan badan agak membungkuk
Tunanetra cenderung untuk agak membungkukkan badan dan tangan ke depan. Maksudnya untuk melindungi badannya dari sentuhan benda atau terantuk benda yang tajam.
7. Suka melamun
Mata yang tidak berfungsi mengakibatkan tunanetra tidak dapat mengamati keadaan lingkungan, maka waktu yang kosong sering dipegunakan untuk melamun.
8. Fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek
Fantasi ini sangat berkaitan dengan melamun. Lamunannya akan menimbulkan fantasi pada suatu objek yang pernah diperhatikan dengan rabaannya. Fantasi ini cukup bermanfaat untuk perkembangan pendidikan tunanetra. Dengan mudahnya berfantasi, maka guru akan mudah juga,untuk menerangkan sesuatu yang sedikit abstrak. Pengalaman sehari-hari dikaitkan dengan fantasinya, maka tak jarang tunanetra dapat menciptakan sebuah lagu yang indah atau bahkan puisi yang indah pula. Hasil karyanya dapat dinikmati oleh orang pada umumnya dan tak jarang membuat orang kagum sebab hasil karya tunanetra tidak kalah dengan hasil karya seniman pada umumnya.
9. Kritis
Keterbatasan dalam penglihatanyadan kekuatan dalam berfantasi mengakibatkan tunanetra sering bertanya pada hal-hal yang belum dimengerti sehingga mereka tidak salah konsep. Tunanetra tidak pernah berhenti bertanya bila ia belum mengerti.
10. Pemberani
Tunanetra akan melakukan sesuatu dengan sungg-sungguh tanpa ragu-ragu. Sikap ini terjadi bila mereka mempunyai konsep dasar yang benar tentang gerak dan iingkungannya, sehingga kadang-kadang menimbulkan rasa cemas dan waswas bagi orang lain yang melihat.
11. Perhatian terpusat (terkonsentrasi)
Kebutuhan menyebabkan dalam melakukan suatu kegiatan akan terpusat. Perhatian yang terpusat ini sangat mendukung kepekaan indera yang masih ada dan normal.
KARAKTERISTIK TUNANETRA KURANG LIHAT
Karakteristik dapat disebut juga ciri khas yang biasanya dilakukan oleh para low vision/kurang lihat. Tentunya berat ringan ciri khas ini sangat dipengaruhi oleh sisa penglihatan yang dimiliki, tingkat pendidikan dan latar belakang keluarga serta pribadi anak kurang lihat itu sendiri.
Karakteristik tunanetra kurang lihat adalah:
1. Selalu mencoba mengadakan fixition atau melihat suatu benda dengan memfokuskan pada titik-titik benda. Dengan mengerutkan dahi ia selalu mencoba imtuk melihat benda yang ada disekitarnya. la akan terus mencoba melihat sampai berhasil mengetahui benda yang ingin dilihatnya itu.
2. Menanggapi rangsang cahaya yang datang padanya, terutama pada .benda yang kena sinar, disebut visually function. Bila ada benda terkena cahaya, tunanetra kurang lihat akan membuat reaksi atau merespon benda tersebut. la akan selalu mencari benda yang terkena sinar. la tidak akan berhenti mencari, bila ia belum dapat melihat benda yang terkena sinar.
3. Bergerak dengan penuh percaya diri baik di rumah maupun di sekolah. Tunanetra kurang lihat akan bergerak penuh percaya diri. Ia akan merasa bangga bila harus menuntun tunanetra yang total atau buta, ia akan bersikap seperti orang awas, bila sekali-kali ia tersandung, maka semuanya itu dianggapnya biasa.
4. Merespon warna. Ia akan selalu memberikan komentar pada warna benda yang dilihatnya.
5. Mereka dapat menghindari rintangan-rintangan yang berbentuk besar dengan sisa penglihatannya. Bila ada selokan, batu besar, tumpukan batu atau kayu, penghalang jalan, mereka akan dapat segera mengetahui dan dapat menghindari bahaya tersebut.
6. Memiringkan kepala bila akan memulai dan melakukan suatu pekerjaan. Hal ini terjadi karena mereka mencoba untuk menyesuaikan cahaya yang ada dan daya lihatnya.
7. Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya. Bila ada benda bergerak, ia akan mengikuti arah gerak benda tersebut, sampai benda tersebut tidak tampak lagi.
8. Tertarik pada benda yang bergerak. Ia selalu ingin merespon adanya benda. Hal itu dipergunakan untuk menunjukkan bahwa ia masih dapat melihat, tetapi ia akan terkejut bila benda itu datangnya tiba-tiba.
9. Mencari benda jatuh selalu menggunakan penglihatannya. Hal ini dikerjakan untuk membuktikan bahwa ia masih mampu melihat, sehingga ia pun sangat tertarik dengan permainan yang menggunakan mata.
10. Mereka akan selalu menjadi penuntun bagi temannya yang buta. Mereka akan merasa bangga bila harus menuntun temannya yang buta. Mereka akan menunjukkan pada temannya yang buta, bahwa mereka masih mampu untuk melihat lingkungan di sekitarnya.
11. Jika berjalan sering membentur atau menginjak-injak benda tanpa disengaja. Benda kecil seperti kapur, pensil, bolpoinV bila jatuh di lantai, tunanetra kurang lihat akan sukar melihatnya. Akibatnya benda-benda tersebut akan diinjaknya tanpa sengaja.
12. Berjalan dengan menyeretkan atau menggeserkan kaki atau salah langkah. Tidak jarang mereka berjalan dengan menggeserkan kaki. Hal ini terjadi karena mereka takut akan menginjak benda kecil di sekitarnya. Mereka akan malu dengan temannya yang buta ataupun yang awas. Salah langkah sering dilakukan tunanetra kurang lihat, karena mereka salah mendeteksi lingkungan. Mendeteksi lingkungan atau mengamati lingkungan yang salah akan mengakibatkan salah melangkahkan kaki.
13. Kesulitan dalam menunjuk benda atau mencari benda kecuali warnanya kontras. Mereka sulit menyebutkan, nama benda dalam sebuah gambar atau foto, bila warnanya tidak kontras. Warna dasar merah muda, warna benda merah tua, tunanetra kurang lihat akan sulit melihat gambar benda tersebut. Tetapi bila warna dasar putih, warna benda hitam, maka mereka akan mudah menyebut nama benda tersebut, karena warnanya kontras.
14. Kesulitan melakukan gerakan-gerakan yang halus, dan lembut. Gerakan halus dan lembut sulit dilihat, seperti menari. Seseorang dapat menari, bila ia mampu meniru gerakan-gerakan gurunya. Bila ia tidak mampu melihat gerakan yang halus dan lembut, maka iapun tidak mampu untuk menirukannya.
15. Selalu melihat benda dengan global atau menyeluruh. Keterbatasan dalam melihat menyebabkan ketidakjelian dalam melihat detail benda atau keselumhan benda secara rinci.
16. Koordinasi atau kerja sama antara mata dan anggota badan yang lemah. Seseorang dapat memasukkan bola ke gawang dengan tepat, maka diperlukan koordinasi mata dan kaki. Agar dapat mengiris dengan baik, maka diperlukan koordinasi mata dan tangan. Mereka yang mengalami tunanetra kurang lihat kurang dapat melakukan itu semua, karena daya lihatnya kurang. Daya lihat kurang, menyebabkan koordinasi mata dan anggota badan lemah.
PENYEBAB KETUNANETRAAN
Informasi mengenai terjadinya kecacatan sangat beraneka ragam. Kecacatan dapat ditinjau dari sudut waktu terjadinya (ketika anak/bayi sebelum dilahirkan atau masa prenatal, saat anak dilahirkan atau masa natal, ketika anak telah lahir atau masa post natal). Kecacatan juga dapat ditinjau dari sudut intern (penyebab yang datang dari dalam diri). dan ekstern (penyebab yang datang dari luar diri).
a. Faktor intern
Faktor intern merupakah penyebab kecacatan yang timbul dari dalam diri orang tersebut.
1. Perkawinan keluarga
Di dalam tubuh terdapat trilliun sel yang dahulunya hanya berasal dari segumpal sel yaitu hasil pertemuan antara sel telur dan sperma. Di dalam sel-sel inilah terdapat faktor-faktor keturunan yang senantiasa diturunkan pada anak-anaknya. Pada umumnya faktor keturunan terdapat pada inti sel (nukleus) dalam bentuk kromosom yang berpasangan berjumlah 23 pasang. Kromosom ini terdiri atas zat kimiawi yang kompleks dinamakan DNA (deoxyribonucleic acid). DNA ini selanjutnya membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik di dalam tubuh manusia. Bila terjadi kelainan genetik akibat diturunkan secara turun-temurun dari kedua orang tua atau salah satu, maka genrgen dan kromosom inilah yang nan tiny a akan diturunkan pada generasi berikutnya. Hal ini akan sangat terasa bila terjadi perkawinan antar keluarga.
2. Perkawinan antar tunanetra
Di dalam sel terdapat faktor-faktor keturunan yang senantiasa diturunkan pada anak-anaknya. Faktor DNA yang membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik di dalam tubuh manusia. Gen-gen dan kromosom (DNA) inilah yang nantinya akan diturunkan pada generasi berikutnya. Hal ini akan sangat terasa bila terjadi perkawinan antar tunanetra.
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor kecacatan yang timbul dari luar diri.
1. Penyakit sifilis/raja singa/rubella
Penyakit sifilis merupakan penyakit kotor yang menyerang alat kelamin. Penyakit ini disebut juga raja singa, karena sangat jahat. Bila penyakit ini menyerang seorang ibu, maka kuman-kuman sifilis akan terus merarnbat ke dalam kandungan. Maka situasi dalam kandungan kotor. Bila ibu mengandung dalam keadaan kandungan kotor, maka dapat dibayangkan bagaimana keadaan anak yang hidup di dalamnya. Anak harus lahir melalui saluran yang tidak bersih, akibatnya mata dan indra lainnya akan ikut terganggu atau bahkan anak menjadi buta dan masih disertai kecacatan yang lain.
2. Malnutrisi berat
Kekurangan gizi yang sangat berat pada tahap embrional (pertumbuhan anak dalam kandungan mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-8) akan menimbulkan kelainan-kelainan yang sangat kompleks. Kekompleksan ini akan mempengaruhi susunan saraf pusat dan mata. Pada tahap embrional, merupakan penentu, karena pada akhir tahap ini embrio sudah dilengkapi dengan bagian-bagian tubuh manusia secara lengkap dan sudah seperti manusia kecil. Malnutrisi berat ini menyangkut kekurangan kalori, protein, kalsium, jodium, serta vitamin A, C, D, E. Semua nutrisi tersebut sangat dibutuhkan pada tahap embrional untuk pertunibuhan dasar organ khususnyaotak.
3. Kekurangan vitamin A
Vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh. Ketahanan terhadap infeksi. Kehadiran vitamin A menyebabkan badan lebih efisien dalam menggunakan protein yang dikonsumsi. Vitamin A begjengaruh dalatm kegiatan berbagai macarn hormon pada anak-anak kekurangan vitamin A akan menyebabkan keriisakan pada matanya. Kerusakan itu akan meliputi kerusakan pada sensitifitas retina terhadap cahaya (rabun senja) serta merasak seiaput epitel pada konjungtiva dan kornea (xerophtalmia=xerosis). Keadaan khas dari xerosis ini adalah kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada pada celah kelopak mata, juga akan disertasi pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata bergerak maka akan nampak lipatan yang timbul pada konjungtiva bulbi. Bila dalam keadaan parah, maka akan mengakibatkan hancurnya retina (keratomalacia), dan bila keadaan ini tetap dibiarkan, maka anak akan menjadi buta.
4. Diabetes melitus
Diabetes merupakan gangguan metabolisme tubuh. Tubuh tidak cukup memproduksi insulin. Akibatnya produksi gula darah meningkat dari normal. Gangguan metabolisme ini akan merusak mata, ginjal, susunan saraf, dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat penyebabkan retinopati diabetes. Retinopati diabetes adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Kelainan tersebut berupa obstruksi kapiler, yaitu kelainan pada daerah kapiler retina yang disebabkan kurangnya aliran darah. Akibatnya, pendarahan para retina karena pecahnya kapiler. Akibat lain dari retinopati diabetes adalah gangguan pada ketajaman penglinatan yang secara perlahan akan terus menurun.
5. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah terlalu tinggi dapat menimbulkan gangguan mata, misalnya pandangan rangkap, pandangan kabur dll.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi ini dapat mengakibatkan retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyimpitan pembuluh darah, sehingga akan tampak pembuluh darah berwarna pucat, mengecil. Akibat dari penyimpitan pembuluh darah ini akan mengakibatkan kelainan pada retina karena dapat mengakibatkan pendarahan pada daerah makula. Pada penderita hipertensi yang berat dapat menyebabkan pendarahan pada daerah pupil dan sejajar dengan permukaan retina.
6. Stroke
Stroke disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak atau pendarahan. Akibatnya kerusakan saraf mata yang akan mengganggu penglihatan.
7. Radang kantung air mata
Radang ini ditemukan pada anak-anak,biasanya dimulai dengan tertutupnya saluran air mata oleh kotoran. Kotoran ini akhirnya menyumbat saluran air mata, dan dapat menyebabkan radang kantung air mata. Radang ini dapat juga disebabkaf tidak terbukanya selaput; saluran air mata waktu bayi. Keadaan radang ini bilajdibiarkan, akan tampak nanah yang memancar dari lubang saluran air mata dan sangat berbahaya bagi kesehatan mata. Untuk mengukur penyumbatan saluran air mata atau lakrimal lakukan dengan alat ukur yang disebut dengan Sonde.
7. Radang kelenjar kelompak mata
Orang awam mengenal istilah radang kelenjar kelompak mata ini dengan istilah bintilan. Radang ini dalam keadaan acut terlihat benjolan merah pada tepi kelopak mata atas atau bawah bernanah. Jika keadaan ini tidak cepat mendapat pengobatan maka akan mengakibatkan hal yang sangat berbahaya bagi mata.
8. Hemangioma
Tumor jinak pada peinbuluh darah sering tampak pada usia muda, atau bayi. Nampak merah kebiruan pada daerah tengah mata dan tampak semakin besar saat anak menangis, Gejala lain yang terlihat yaitu turunnya kelopak mata atau pembengkakan kelopak mata atas.
9. Retinoblastoma
Tumor ganas yang berasal dari retina seririg ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigaTpada penyakit ini adalah menonjolnya bola mata, bercak putih yang terlihat pada pupil, strabismus (juling), glaukoma, mata sering merah atau penglihatan yang terus menurun, Pengobatannya sangat sulit, karena akan melalui radiasi atau pengangkatan bola mata.
10. Cellutis orbita
Radang jaringan mata ini disebabkan karena infeksi kuman pada jaringan mata, biasanya berasal dari bisul kelppak mata atau pangkal hidung. Sering terjadi pada anak-anak yang mengalami safcit sinusitis (radang sinus) atau anak-anak dengan gizi sangat jelek. Akibat penyakit ini adalah pandangan kabur, pandangan ganda, kelopak mata membengkak, bola mata menonjol, gangguan pada gerak bola mata.
11. Glaukoma
Glaukoma disebabkan karena tekanan bola mata yang tinggi. Hal ini terjadi karena struktur bola mata yang tidak sempurna pada saat pembentukannya dalam rahim. Penyakit ini ditandai dengan pembesaran pada bola mata, selaput bening menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata dan merasakan silau. Jika keadaan ini tidak cepat ditangani akan mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kornea menjadi keruh. Glaukoma ini dapat menimbulkan beberapa macam keadaan pada mata. Glaukona absolut adalah suatu keadaan mata dengan ketajaman penglihatannya sudah nol. Hal ini disebabkan tekanan bola mata sangat tinggi, sehlngga bola mata menjadi keras seperti batu. Untuk melakukan tekanan pada bola mata dipergunakan alat yang disebut tonometri.
12. Fibroplasi retrolensa (retinopati prematuritas)
Fibroplasi retrolensa adalah suatu bentuk retinopati prematuritas yang diakibatkan pemberian oksigen yang berlebihan pada bayi setelah lahir. Hal ini biasanya terjadi karena bayi lahir prematur dengan usia kehamilan 25 - 30 minggu, sehingga bayi membutuhkan tambahan oksigen yang kadang-kadang pemberiannya berlebihan. Memang situasi ini sangat menyulitkan bagi perawatan. sebab bila pemberian oksigen kurang maka bayi akan meninggal tetapi bila berlebihan akan menyebabkan kerusakan pada susunan saraf. Hal itu akan mengakibatkan bayi buta atau kurang lihat, atau dapat juga menimbulkan ablasia retina yaitu keadaan sel kerucut dan sel/batang terpisah dari epitel pigmen. Biasanya dihubungkan dengan pemisahari retina karena adanya robekan pada retina.
13. Efek obat/zat kimiawi
Zat kimia atau obat-obatan membawa efek pada bagian-bagian bola mata sehingga mengakibatkan kerusakan. Tentunya kerusakan ini akan berbeda antara yang Satu bagian dengan bagian yang lain. Hal ini tergantung pada jenis obat atau zat kimia yang dipergunakan, letak bagian mata dan” sensitivitas bagian bola mata. Contoh: asam sulfat, asam tannat, dll, bila mengenai kornea maka akan menimbulkan kerusakan yang berakibat menjadi buta. Zat ethanol, aceton, dll, bila mengenai kornea maka akan mengakibatkan kering dan terasa sakit karena langsung mengenai receptor-receptor rasa sakit. Obat anti malaria dapat menyebabkan kekeruhan pada epithel kornea.
PENCEGAHAN KEBUTAAN
a. Pencegahan secara medis
1. Pencegahan secara genetika dapat dilakukan dengan jalan periksa ke dokter. Sebelum menikah hendaknya memeriksakan diri pada dokter, sehingga akan diketahui apakah gen mereka dapat menyebabkan kecacatan pada .anak yang kelak akan dilahirkan, sehingga pepatah kuno masih bisa dipertahankan yaitu bibit dan bebet. Bibit artinya bagaimanakah benih orang tersebut, apakah dalam keluarganya terdapat bentuk kecacatan, misal: paman, bibi, nenek, atau dari buyut terdapat bentuk kecacatan buta atau tunagrahita atau tunarungu, dll, maka orang tersebut membawa bibit yang kurang baik. Bila bibit kita juga tidak baik, maka jelas anak yang dilahirkan juga akan mengalami kecacatan tersebut. Bebet artinya keturunan, dari manakah asal orang tersebut, apakah berasal dari keluaga baik-baik, apakah dalam keluarganya pernah atau sering terjadi perkawinan antar keluarga dekat, karena hal inipun akan berakibat kurang baikrjuga bagi keturunan yang dilahirkan.
2. Hindarilah kehamilan di atas usia 35 tahun
Usia 35 tahun ke atas merupakan usia berisiko tinggi dalam melahirkan. Berisiko tinggi karena keadaan panggul yang sudah tidak lentur lagi, sehigga akan mempersulit dalam proses kelahiran. Napas sudah tidak sepanjang dan sekuat saat masih di bawah 35 tahun. Napas yang tidak kuat akan menyebabkan passen ibu saat melahirkan kurang kuat. Bila passen ibu tidak kuat saat melahirkan, maka harus dibantu dengan peralatan kedokteran misal tang atau kop. Pemakaian kedua alat tersebut dapat pula mengakibatkan kecacatan bila saat menarik kepala bayi mengenai saraf. Selain itu kelahiran pada resiko tinggi dapat mengakibatkan kelahiran jenis mongol ataupun down, sindrom.
3. Penggunaan obat penenang
Hindarilah penggunaan obat penenang khususnya pada triwulan pertama dalam kehamilan. Penghindaran ini sangat permanfaat, karena pengaruh biokemik dan farmakologik biasanya akan berakibat perubahan morfologik.
4. Penggunaan terapi radioaktif
Penggunaan terapi radiaktif hendaknya dihindari terutama pada triwulan pertama kehamilan. Diagnostik pada wanita hamil sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-10 pada siklus haid. Hal ini untuk mencegah terjadinya mutasi kromosom selsel telur pada ovarium.
5. Gizi/nutrisi baik
Gizi atau nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan lengkap sangat dibutuhkan dalam triwulan pertama dan trimester ketiga. Hal ini biasanya tidak mudah dilaksanakan karena pada saat itu banyak terganggu dengan muntahmuntah dan berkurangnya nafsu makan. Pada waktu-waktu itu sering makan obat untuk mendatangkan haid yang terlambat apa lagi kalau dengan sengaja ingin menolak suatu kehamilan yang tidak diharapkan.
6. Pencegahan terhadap virus menular
Pencegahan terhadap virus rubela/sifilis dan virus herpes simpleks. Pencegahan terhadap virus rubela dapat dilakukan dengan memberi imunisasi pada anak secara rutin antara usia 1 tahun dan usia dewasa. Pencegahan virus herpes simpleks dengan memberi tetesan larutan nitras perak 1% pada mata anak saat lahir.
7. Memperhatikan gizi makanan saat masa pertumbuhan
Dalam masa pertumbuhan hendaknya anak-anak diberikan gizi yang cukup baik dalam kualitas maupun kuantitas terutama protein, lemak, vitamin A dan B. Hal ini diberikan untuk pencegahan terjadinya kebutaan. Sedangkan untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan vitamin A dapat dilakukan dengan pemberian minyak kelapa sawit kurang lebih 4 cc sehari semasa balita, sehingga akan nampak frekwensi defisiensi vitamin A menurun dan serum vitamin A meningkat juga diberikan segala jenis makanan yang mengandung vitamin A.
b. Secara sosial
Dari segi sosial pencegahan ketunanetraan dapat dilakukan melalui berbagai macam kegiatan,antara lain:
1. Memberi penyuluhan tentang penyebab terjadinya kecacatan terutama tunanetra. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui kegiatan PKK, karena ibu merupakan faktor penting dalam mencegah terjadinya kecacatan.
2. Peranan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sangat berarti bagi pencegahan terjadinya kebutaan, terutama untuk kegiatan deteksi dini. Walau di sekolah telah ada UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang akan memeriksa kesehatan mata anak-anak sekolah secara rutin. Peranan Puskesmas maupun UKS sangatlah besar karena melalui diagnosa mereka akan dapat memberikan bantuan dini kepada sipenderita.
3. Peranan Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat (RBM) sangat berarti, karena RBM menggunakan semaksimal mungkin sumber daya dan potensi masyarakat yang ada. Kegiatan RBM ini dilakukan dengan koordinasi dan kerjasama antara instansi yang terkait dan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat.
LANDASAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LUAR BIASA BAGI TUNANETRA
1. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Historis atau sejarah
Pada zaman kuno atau primitif, manusia masih mengandalkan kekuatan fisik untuk mencari nafkah. Kekuatan fisik dalam mencari nafkah atau makan dengan jalan berburu. Dengan demikian anak yang tunanetra tidak dapat berburu. Maka kehidupahnya akan tergantung pada orang lain. Pada abad sebelum pertengahan 18, jika bayi lahir dalam keadaan tunanetra total, segera dibunuh. Jika mengalami tunanetra sudah dewasa, maka akan disingkirkan atau diperalat untuk mencari uang.
Di Indonesia, pada zaman penjajahan belanda, berdirilah lembaga bagi tunanetra. Lembaga ini berdiri tahun 1901 di Bandung. Lembaga ini didirikan oleh Dr.Westhoof. Lembaga ini diberi nama Blinden Institut. Pada tahun-tahun pertama para tunanetra diberi pekerjaan di bengkel kerja atau sheltered workshop dan tinggal di asrama. Makin lama dirasakan, bahwa tunanetra tidak saja membutuhkan ketrampilan, tetapi juga pendidikan. Pendidikan akan bermanfaat untuk mengembangkan daya nalarnya, pengetahuannya, mengembangkan daya pikirnya. Maka pada saat ini Blinden Institut tidak saja memberi bidang ketrampilan tetapi juga pendidikan. Sekolah ini dikenal dengan nama SLB/A Wiyata Guna yang beralamat di Jl.Pajajaran Bandung.
Dengan berkembangannya waktu dan kepedulian pemerintah Republik Indonesia, saat ini telah banyak lembaga pendidikan yang mendidik para tunanetra. Penyelenggara lembaga pendidikan ini diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan, Departemen Sosial, dan Yayasan swasta.
2. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Psikologis atau ilmu jiwa.
Manusia dengan kodratnya membutuhkan kehadiran orang lain. Orang atau anak yang menyandang kecacatan juga membutuhkan kehadiran orang lain, kehadiran orang lain tentunya dengan bekal pengetahuan tentang anak cacat yang memadai. Selain pengetahuan memadai, juga sikap yang tepat dalam menghadapi mereka. Sikap tersebut berupa r.elatenan, kesabaran, keuletan, kemampuan mencipta (kreativitas), dan keaktifan dalam mencipta. Ketelatenan berarti sabar dan teliti dalam mengerjakan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988:918). Dalam mengajar tunanetra dibutuhkan ketelatenan.
3. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Sosiologis atau perkembangan masyarakat
Perkembagan masyarakat akan membawa dampak pada perkembangan penyelenggaraan pendidikan luar biasa. Dampak tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Dampak positif berarti pendidikan luar biasa dapat berkembang menuju suatu kemajuan. Dampak negatif berarti pendidikan luar biasa tidak dapat maju. Ketidak majuan tersebut dapat macet (hidup tidak, matipun tidak) ataupun bubar.
Pada zaman penjajahan Belanda, di Indonesia, tumbuhlah lembaga pendidikan luar biasa seperti ”jamur’ di musim hujan”. Pada zaman Jepang, banyak lembaga pendidikan luar biasa yang harus ”gulung tikar” ataupun ”hidup tidak mau, mati enggan”. Pada zaman Jepang, pemerintah memberi kebebasan atas berjalannya lembaga pendidikan luar biasa. Memberi kekebabasan tanpa memberi bantuan. Akibatnya, yayasan yang kuat, dapat berjalan terus. Tetapi yaysan yang lemah, terpaksa harus gulung tikar, karena pada saat itu keadaan ekonomi sulit. Pada zaman Belanda, memberi kebebasan dan memberi bantuan, sehingga dapat berkembang dengan baik.
Pada saat Indonesia telah merdeka, pada tahun 1962 Blinden Institut diserahkan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sekarang dikenal dengan SLB/A NEGERI WIYATA GUNA. Di pihak lain, pemerintah dan masyarakat memperhatikan perkembangan pendidikan luar biasa dan pengadaannya. Pada mulanya lembaga yang diserahi mengelola pendidikan luar biasa adalah seksi Pengajaran Luar Biasa dari Balai Pendidikan Guru di Bandung. Perkembangan kemudian dengan surat keputusan menteri departemen pendidikan dan kebudayaan no.44893/Kab. tanggal 9 Agustus 1955, seksi pengajaran luar biasa pindah ke Jakarta. Seksi ini menjadi bagian dari Jawatan Pengajaran dengan nama Urusan Pendidikan Luar Biasa.
Pada tahun 1957 Jawatan Pendidikan berkembang menjadi dua yaitu Jawatan Pendidikan Umum dan Jawatan Pendidikan Kejuruan. Urusan Pendidikan Luar Biasa diserahkan pada Jawatan Pendidikan Umum. Pada tahun 1963 diadakan reorganisasi kembali. Jawatan-jawawan diganti dengan direktorat-direktorat. Pengawas dan pembinaan sekolah luar biasa diserahkan pada Dinas Pendidikan Luar Biasa pada Direktorat Pendidikan Prasekolah.
Undang-undang Pokok Pendidikan tahun 1954 memuat pasal-pasal tentang pendidikan luar biasa. Sejak itu lembaga pendidikan luar biasa semakin berkembang. Lembaga oenghasil guru anak tuna pun mulai didirikan. SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa), IKIP jurusan Pendidikan Luar Biasa dan Universitas jurusan Pendidikan Luar Biasa. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat mulai memperhatikan perkembangan pendidikan Luar Biasa. Bukti lain adalah membuka SD Terpadu. SD Terpadu merupakan lembaga pendidikan luar biasa integrasi. Integrasi antara anak normal dan tunanetra (secara rinci :entang SD Terpadu, akan dibahas pada bab 5). Kehadiran Pendidikan Luar Biasa semakin diperlukan, terbukti dengan terbitnya:
1. Undang-Undang Pokok Pendidikan no.2 tahun 1989.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pendidikan Luar Biasa.
3. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 0491/U/ 1992 tentang Pendidikan Luar Biasa.
4. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Yuridis Formal atau hukum
Pendidikan luar biasa adalah bentuk layanan pendidikan bagi anak yang tuna. Layanan pendidikan diberikan sesuai dengan jenis ketunaan. Jenis ketunaan meliputi tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras. Masing-masing jenis ketunaan mempunyai ciri khusus dalam kegiatan belajarnya. Ciri khusus tersebut meliputi metode mengajar, alat bantu pelajaran, dan alat peraga. Di Indonesia lembaga Pendidikan Luar Biasa cukup banyak. Lembaga ini diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta.
Masyarakat semakin peduli terhadap kehadiran para penyandang cacat. Masyarakat ikut merasakan kesedihan dan kesengsaraan para penyandang cacat. Masyarakat ingin berpartisipasi dengan pemerintah dalam mengentaskan wajib belajar. Pengentasan wajib belajar tak mungkin berhasil bila masyarakat tidak ikut andil. Masyarakat semakin antusias atau bergairah atau bersemangat mendirikan lembaga penyelenggara pendidikan luar biasa. Hal ini terjadi karena Indonesia telah memiliki dasar hukum penyelenggaraannya.
PRINSIP-PRINSIP PENGAJARAN BAGI ANAK BUTA
Untuk mencapai tujuan pendidikan bagi anak tunanetra (buta) dibutuhkan jembatan. Jembatan its a&ffah prinsip-prinsip pengajaran bagi anak tunanetra (buta). Prinsip mengajar bagi anak tunanetra (buta) akan sangat berbeda dengan low vision (kurang lihat). Tunanetra (buta) mempunyai kebiasaan, bila mengamati suatu benda pasti akan diraba, dicium, dan masuk mulut. Diraba untuk mengetahui apa yang sedang dipegang. Dicium untuk mengetahui bagaimanakah bau dari benda yang dipegang. Masuk mulut untuk diketahui bagaimanakah rasa dari benda tersebut. Cara itulah yang dipergunakan tunanetra untuk mengetahui secara tepat benda yang sedang berada-ditangannya. Cara itulah tunanetra menanamkan suatu konsep. Dalam mengajar, seorang tunanetra harus berpegang pada beberapa prinsip pengajaran bagi tunanetra, yaitu:
1. Prinsip totalitas.
2. Prinsip keperagaan.
3. Prinsip berkesinarnbungan.
4. Prinsip aktivitas.
5. Prinsip individual.
1. Prinsip totalitas.
Totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Dalam mengajar suatu konsep haruslah secara keseluruhan atau utuh. Dalam memberikan contoh jangan sepotong-sepotong.
2. Prinsip keperagaan.
Prinsip peragaan sangat dibutuhkan dalam menjelaskan suatu kosep baru pada siswa. Dengan peraga akan terhindar verbalisme (pengertian yang bersifat katakata tanpa dijelaskan artinya). Alasan penggunaan asas ini dalam pengajaran adalah:
1. Menggunakan indra sebanyak mungkin sehingga siswa mampu mengerti dan mencerna maksud dari alat peraga.
2. Pengetahuan akan masuk pada diri melaiui proses pengindraan: penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, pengecap.
3. Tingkat pemahanan seseorang akan suatu ilmu ada beberapa tingkatan: tingkat peragaan, tingkat skema dan tingkat abstrak.
3. Prinsip berkesinambungan.
Prinsip berkesinambungan atau berkelanjutan sangat dibutuhkan tunanetra (buta). Matapelajaran yang satu harus sinambung dengan pelajaran yang lain. Kesinambungan baik dalam mated maupun istilah yang dipergunakan guru. Jika tidak terjadi kesinambungan maka tunanetra (buta) akan bingung. Kebingungan ini terjadi karena konsep yang diterima dari guru yang satu dengan yang lain berbeda. Mereka beranggapan guru tempat informasi yang selalu benar. Maka disini guru disarankan agar selalu menghubungkan mated pelajaran yang telah dipelajari dengan yang akan dipelajari. Dan istilah yang dipergunakan hendaknya tidak terlalu bervariasi antara guru yang satu dengan yang lain.
4. Prinsip aktivitas.
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar mengajar. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri.
Prinsip aktivitas sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar bagi tunanetra (buta). Dalam suatu kegiatan belajar mengajar, tunanetra (buta) diharapkan ikut aktif, tidak saja sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak akan sedikit. Akibatnya, pengalaman belajar sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Situasi demikian membuat mereka mengantuk. Sebaliknya bila mereka aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka pengalaman belajar mereka banyak. Akibatnya konsep yang mereka terima akan menempel lebih lama. Situasi demikian membuat mereka mendapat kepuasan dalam belajar, sehingga akan menggali rasa ingin tahu yang tinggi.
5. Prinsip individual.
Prinsip individual dalam pelajaran berarti suatu pengajaran dengan memperhatikan perbedaan individual anak: keadaan anak, bakat dan kemampuan masing-masing anak. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini adalah: keadaan rumah, lingkungan rumah, pendidikan, kesehatan anak, makanan, usia, keadaan sosial ekonomi orang tua dll. Dengan adanya perbedaan yang bermacam-raacam dapat dipahami bahwa bahan pelajaran yang sama, kecepatan yang sama, cara mengerjakan yang sama, cara penilaian yang sama, tidak akan memberikan hasil yang sama.
PROGRAM PENDIDIKAN BAGI ANAK BUTA
1. Huruf braille
Louis Braille telah menyusun tulisan yang terdiri dari 6 titik dijajarkan vertikal tigatiga. Dengan menempatkan titik tersebut dalam berbagai posisi maka terbentuklah seluruh abjad. Dengan menggunakan tulisan tersebut akan mempermudah para tunanetra membaca dan menulis.
Untuk membaca, titik timbul positif yang dibaca. Cara membaca seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan. Maka susunannya sebagai berikut:
=
titik 1 ● ● titik 4
titik 2 ● ● titik 5
titik 3 ● ● titik 6
Huruf braille tulis
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
@
^
c
F
I
D
G
J
E
H
k
l
m
n
o
p
q
r
s
t
.
L
%
N
[
?
]
W
:
\
u
v
x
y
z
w
+
#
X
Y
!
R
Untuk menulis prinsip kerjanya berbeda dengan membaca membaca. Cara menulis huruf braille tidak seperti pada umumnya yaitu dimulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis braille secara negatif dan menghasilkan tulisan secara timbul positif. Maka susunan dalam menulis braille menjadi sebagai berikut:
2. Menanggapi rangsang cahaya yang datang padanya, terutama pada .benda yang kena sinar, disebut visually function. Bila ada benda terkena cahaya, tunanetra kurang lihat akan membuat reaksi atau merespon benda tersebut. la akan selalu mencari benda yang terkena sinar. la tidak akan berhenti mencari, bila ia belum dapat melihat benda yang terkena sinar.
3. Bergerak dengan penuh percaya diri baik di rumah maupun di sekolah. Tunanetra kurang lihat akan bergerak penuh percaya diri. Ia akan merasa bangga bila harus menuntun tunanetra yang total atau buta, ia akan bersikap seperti orang awas, bila sekali-kali ia tersandung, maka semuanya itu dianggapnya biasa.
4. Merespon warna. Ia akan selalu memberikan komentar pada warna benda yang dilihatnya.
5. Mereka dapat menghindari rintangan-rintangan yang berbentuk besar dengan sisa penglihatannya. Bila ada selokan, batu besar, tumpukan batu atau kayu, penghalang jalan, mereka akan dapat segera mengetahui dan dapat menghindari bahaya tersebut.
6. Memiringkan kepala bila akan memulai dan melakukan suatu pekerjaan. Hal ini terjadi karena mereka mencoba untuk menyesuaikan cahaya yang ada dan daya lihatnya.
7. Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya. Bila ada benda bergerak, ia akan mengikuti arah gerak benda tersebut, sampai benda tersebut tidak tampak lagi.
8. Tertarik pada benda yang bergerak. Ia selalu ingin merespon adanya benda. Hal itu dipergunakan untuk menunjukkan bahwa ia masih dapat melihat, tetapi ia akan terkejut bila benda itu datangnya tiba-tiba.
9. Mencari benda jatuh selalu menggunakan penglihatannya. Hal ini dikerjakan untuk membuktikan bahwa ia masih mampu melihat, sehingga ia pun sangat tertarik dengan permainan yang menggunakan mata.
10. Mereka akan selalu menjadi penuntun bagi temannya yang buta. Mereka akan merasa bangga bila harus menuntun temannya yang buta. Mereka akan menunjukkan pada temannya yang buta, bahwa mereka masih mampu untuk melihat lingkungan di sekitarnya.
11. Jika berjalan sering membentur atau menginjak-injak benda tanpa disengaja. Benda kecil seperti kapur, pensil, bolpoinV bila jatuh di lantai, tunanetra kurang lihat akan sukar melihatnya. Akibatnya benda-benda tersebut akan diinjaknya tanpa sengaja.
12. Berjalan dengan menyeretkan atau menggeserkan kaki atau salah langkah. Tidak jarang mereka berjalan dengan menggeserkan kaki. Hal ini terjadi karena mereka takut akan menginjak benda kecil di sekitarnya. Mereka akan malu dengan temannya yang buta ataupun yang awas. Salah langkah sering dilakukan tunanetra kurang lihat, karena mereka salah mendeteksi lingkungan. Mendeteksi lingkungan atau mengamati lingkungan yang salah akan mengakibatkan salah melangkahkan kaki.
13. Kesulitan dalam menunjuk benda atau mencari benda kecuali warnanya kontras. Mereka sulit menyebutkan, nama benda dalam sebuah gambar atau foto, bila warnanya tidak kontras. Warna dasar merah muda, warna benda merah tua, tunanetra kurang lihat akan sulit melihat gambar benda tersebut. Tetapi bila warna dasar putih, warna benda hitam, maka mereka akan mudah menyebut nama benda tersebut, karena warnanya kontras.
14. Kesulitan melakukan gerakan-gerakan yang halus, dan lembut. Gerakan halus dan lembut sulit dilihat, seperti menari. Seseorang dapat menari, bila ia mampu meniru gerakan-gerakan gurunya. Bila ia tidak mampu melihat gerakan yang halus dan lembut, maka iapun tidak mampu untuk menirukannya.
15. Selalu melihat benda dengan global atau menyeluruh. Keterbatasan dalam melihat menyebabkan ketidakjelian dalam melihat detail benda atau keselumhan benda secara rinci.
16. Koordinasi atau kerja sama antara mata dan anggota badan yang lemah. Seseorang dapat memasukkan bola ke gawang dengan tepat, maka diperlukan koordinasi mata dan kaki. Agar dapat mengiris dengan baik, maka diperlukan koordinasi mata dan tangan. Mereka yang mengalami tunanetra kurang lihat kurang dapat melakukan itu semua, karena daya lihatnya kurang. Daya lihat kurang, menyebabkan koordinasi mata dan anggota badan lemah.
PENYEBAB KETUNANETRAAN
Informasi mengenai terjadinya kecacatan sangat beraneka ragam. Kecacatan dapat ditinjau dari sudut waktu terjadinya (ketika anak/bayi sebelum dilahirkan atau masa prenatal, saat anak dilahirkan atau masa natal, ketika anak telah lahir atau masa post natal). Kecacatan juga dapat ditinjau dari sudut intern (penyebab yang datang dari dalam diri). dan ekstern (penyebab yang datang dari luar diri).
a. Faktor intern
Faktor intern merupakah penyebab kecacatan yang timbul dari dalam diri orang tersebut.
1. Perkawinan keluarga
Di dalam tubuh terdapat trilliun sel yang dahulunya hanya berasal dari segumpal sel yaitu hasil pertemuan antara sel telur dan sperma. Di dalam sel-sel inilah terdapat faktor-faktor keturunan yang senantiasa diturunkan pada anak-anaknya. Pada umumnya faktor keturunan terdapat pada inti sel (nukleus) dalam bentuk kromosom yang berpasangan berjumlah 23 pasang. Kromosom ini terdiri atas zat kimiawi yang kompleks dinamakan DNA (deoxyribonucleic acid). DNA ini selanjutnya membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik di dalam tubuh manusia. Bila terjadi kelainan genetik akibat diturunkan secara turun-temurun dari kedua orang tua atau salah satu, maka genrgen dan kromosom inilah yang nan tiny a akan diturunkan pada generasi berikutnya. Hal ini akan sangat terasa bila terjadi perkawinan antar keluarga.
2. Perkawinan antar tunanetra
Di dalam sel terdapat faktor-faktor keturunan yang senantiasa diturunkan pada anak-anaknya. Faktor DNA yang membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik di dalam tubuh manusia. Gen-gen dan kromosom (DNA) inilah yang nantinya akan diturunkan pada generasi berikutnya. Hal ini akan sangat terasa bila terjadi perkawinan antar tunanetra.
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor kecacatan yang timbul dari luar diri.
1. Penyakit sifilis/raja singa/rubella
Penyakit sifilis merupakan penyakit kotor yang menyerang alat kelamin. Penyakit ini disebut juga raja singa, karena sangat jahat. Bila penyakit ini menyerang seorang ibu, maka kuman-kuman sifilis akan terus merarnbat ke dalam kandungan. Maka situasi dalam kandungan kotor. Bila ibu mengandung dalam keadaan kandungan kotor, maka dapat dibayangkan bagaimana keadaan anak yang hidup di dalamnya. Anak harus lahir melalui saluran yang tidak bersih, akibatnya mata dan indra lainnya akan ikut terganggu atau bahkan anak menjadi buta dan masih disertai kecacatan yang lain.
2. Malnutrisi berat
Kekurangan gizi yang sangat berat pada tahap embrional (pertumbuhan anak dalam kandungan mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-8) akan menimbulkan kelainan-kelainan yang sangat kompleks. Kekompleksan ini akan mempengaruhi susunan saraf pusat dan mata. Pada tahap embrional, merupakan penentu, karena pada akhir tahap ini embrio sudah dilengkapi dengan bagian-bagian tubuh manusia secara lengkap dan sudah seperti manusia kecil. Malnutrisi berat ini menyangkut kekurangan kalori, protein, kalsium, jodium, serta vitamin A, C, D, E. Semua nutrisi tersebut sangat dibutuhkan pada tahap embrional untuk pertunibuhan dasar organ khususnyaotak.
3. Kekurangan vitamin A
Vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh. Ketahanan terhadap infeksi. Kehadiran vitamin A menyebabkan badan lebih efisien dalam menggunakan protein yang dikonsumsi. Vitamin A begjengaruh dalatm kegiatan berbagai macarn hormon pada anak-anak kekurangan vitamin A akan menyebabkan keriisakan pada matanya. Kerusakan itu akan meliputi kerusakan pada sensitifitas retina terhadap cahaya (rabun senja) serta merasak seiaput epitel pada konjungtiva dan kornea (xerophtalmia=xerosis). Keadaan khas dari xerosis ini adalah kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada pada celah kelopak mata, juga akan disertasi pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata bergerak maka akan nampak lipatan yang timbul pada konjungtiva bulbi. Bila dalam keadaan parah, maka akan mengakibatkan hancurnya retina (keratomalacia), dan bila keadaan ini tetap dibiarkan, maka anak akan menjadi buta.
4. Diabetes melitus
Diabetes merupakan gangguan metabolisme tubuh. Tubuh tidak cukup memproduksi insulin. Akibatnya produksi gula darah meningkat dari normal. Gangguan metabolisme ini akan merusak mata, ginjal, susunan saraf, dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat penyebabkan retinopati diabetes. Retinopati diabetes adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Kelainan tersebut berupa obstruksi kapiler, yaitu kelainan pada daerah kapiler retina yang disebabkan kurangnya aliran darah. Akibatnya, pendarahan para retina karena pecahnya kapiler. Akibat lain dari retinopati diabetes adalah gangguan pada ketajaman penglinatan yang secara perlahan akan terus menurun.
5. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah terlalu tinggi dapat menimbulkan gangguan mata, misalnya pandangan rangkap, pandangan kabur dll.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi ini dapat mengakibatkan retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyimpitan pembuluh darah, sehingga akan tampak pembuluh darah berwarna pucat, mengecil. Akibat dari penyimpitan pembuluh darah ini akan mengakibatkan kelainan pada retina karena dapat mengakibatkan pendarahan pada daerah makula. Pada penderita hipertensi yang berat dapat menyebabkan pendarahan pada daerah pupil dan sejajar dengan permukaan retina.
6. Stroke
Stroke disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak atau pendarahan. Akibatnya kerusakan saraf mata yang akan mengganggu penglihatan.
7. Radang kantung air mata
Radang ini ditemukan pada anak-anak,biasanya dimulai dengan tertutupnya saluran air mata oleh kotoran. Kotoran ini akhirnya menyumbat saluran air mata, dan dapat menyebabkan radang kantung air mata. Radang ini dapat juga disebabkaf tidak terbukanya selaput; saluran air mata waktu bayi. Keadaan radang ini bilajdibiarkan, akan tampak nanah yang memancar dari lubang saluran air mata dan sangat berbahaya bagi kesehatan mata. Untuk mengukur penyumbatan saluran air mata atau lakrimal lakukan dengan alat ukur yang disebut dengan Sonde.
7. Radang kelenjar kelompak mata
Orang awam mengenal istilah radang kelenjar kelompak mata ini dengan istilah bintilan. Radang ini dalam keadaan acut terlihat benjolan merah pada tepi kelopak mata atas atau bawah bernanah. Jika keadaan ini tidak cepat mendapat pengobatan maka akan mengakibatkan hal yang sangat berbahaya bagi mata.
8. Hemangioma
Tumor jinak pada peinbuluh darah sering tampak pada usia muda, atau bayi. Nampak merah kebiruan pada daerah tengah mata dan tampak semakin besar saat anak menangis, Gejala lain yang terlihat yaitu turunnya kelopak mata atau pembengkakan kelopak mata atas.
9. Retinoblastoma
Tumor ganas yang berasal dari retina seririg ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigaTpada penyakit ini adalah menonjolnya bola mata, bercak putih yang terlihat pada pupil, strabismus (juling), glaukoma, mata sering merah atau penglihatan yang terus menurun, Pengobatannya sangat sulit, karena akan melalui radiasi atau pengangkatan bola mata.
10. Cellutis orbita
Radang jaringan mata ini disebabkan karena infeksi kuman pada jaringan mata, biasanya berasal dari bisul kelppak mata atau pangkal hidung. Sering terjadi pada anak-anak yang mengalami safcit sinusitis (radang sinus) atau anak-anak dengan gizi sangat jelek. Akibat penyakit ini adalah pandangan kabur, pandangan ganda, kelopak mata membengkak, bola mata menonjol, gangguan pada gerak bola mata.
11. Glaukoma
Glaukoma disebabkan karena tekanan bola mata yang tinggi. Hal ini terjadi karena struktur bola mata yang tidak sempurna pada saat pembentukannya dalam rahim. Penyakit ini ditandai dengan pembesaran pada bola mata, selaput bening menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata dan merasakan silau. Jika keadaan ini tidak cepat ditangani akan mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kornea menjadi keruh. Glaukoma ini dapat menimbulkan beberapa macam keadaan pada mata. Glaukona absolut adalah suatu keadaan mata dengan ketajaman penglihatannya sudah nol. Hal ini disebabkan tekanan bola mata sangat tinggi, sehlngga bola mata menjadi keras seperti batu. Untuk melakukan tekanan pada bola mata dipergunakan alat yang disebut tonometri.
12. Fibroplasi retrolensa (retinopati prematuritas)
Fibroplasi retrolensa adalah suatu bentuk retinopati prematuritas yang diakibatkan pemberian oksigen yang berlebihan pada bayi setelah lahir. Hal ini biasanya terjadi karena bayi lahir prematur dengan usia kehamilan 25 - 30 minggu, sehingga bayi membutuhkan tambahan oksigen yang kadang-kadang pemberiannya berlebihan. Memang situasi ini sangat menyulitkan bagi perawatan. sebab bila pemberian oksigen kurang maka bayi akan meninggal tetapi bila berlebihan akan menyebabkan kerusakan pada susunan saraf. Hal itu akan mengakibatkan bayi buta atau kurang lihat, atau dapat juga menimbulkan ablasia retina yaitu keadaan sel kerucut dan sel/batang terpisah dari epitel pigmen. Biasanya dihubungkan dengan pemisahari retina karena adanya robekan pada retina.
13. Efek obat/zat kimiawi
Zat kimia atau obat-obatan membawa efek pada bagian-bagian bola mata sehingga mengakibatkan kerusakan. Tentunya kerusakan ini akan berbeda antara yang Satu bagian dengan bagian yang lain. Hal ini tergantung pada jenis obat atau zat kimia yang dipergunakan, letak bagian mata dan” sensitivitas bagian bola mata. Contoh: asam sulfat, asam tannat, dll, bila mengenai kornea maka akan menimbulkan kerusakan yang berakibat menjadi buta. Zat ethanol, aceton, dll, bila mengenai kornea maka akan mengakibatkan kering dan terasa sakit karena langsung mengenai receptor-receptor rasa sakit. Obat anti malaria dapat menyebabkan kekeruhan pada epithel kornea.
PENCEGAHAN KEBUTAAN
a. Pencegahan secara medis
1. Pencegahan secara genetika dapat dilakukan dengan jalan periksa ke dokter. Sebelum menikah hendaknya memeriksakan diri pada dokter, sehingga akan diketahui apakah gen mereka dapat menyebabkan kecacatan pada .anak yang kelak akan dilahirkan, sehingga pepatah kuno masih bisa dipertahankan yaitu bibit dan bebet. Bibit artinya bagaimanakah benih orang tersebut, apakah dalam keluarganya terdapat bentuk kecacatan, misal: paman, bibi, nenek, atau dari buyut terdapat bentuk kecacatan buta atau tunagrahita atau tunarungu, dll, maka orang tersebut membawa bibit yang kurang baik. Bila bibit kita juga tidak baik, maka jelas anak yang dilahirkan juga akan mengalami kecacatan tersebut. Bebet artinya keturunan, dari manakah asal orang tersebut, apakah berasal dari keluaga baik-baik, apakah dalam keluarganya pernah atau sering terjadi perkawinan antar keluarga dekat, karena hal inipun akan berakibat kurang baikrjuga bagi keturunan yang dilahirkan.
2. Hindarilah kehamilan di atas usia 35 tahun
Usia 35 tahun ke atas merupakan usia berisiko tinggi dalam melahirkan. Berisiko tinggi karena keadaan panggul yang sudah tidak lentur lagi, sehigga akan mempersulit dalam proses kelahiran. Napas sudah tidak sepanjang dan sekuat saat masih di bawah 35 tahun. Napas yang tidak kuat akan menyebabkan passen ibu saat melahirkan kurang kuat. Bila passen ibu tidak kuat saat melahirkan, maka harus dibantu dengan peralatan kedokteran misal tang atau kop. Pemakaian kedua alat tersebut dapat pula mengakibatkan kecacatan bila saat menarik kepala bayi mengenai saraf. Selain itu kelahiran pada resiko tinggi dapat mengakibatkan kelahiran jenis mongol ataupun down, sindrom.
3. Penggunaan obat penenang
Hindarilah penggunaan obat penenang khususnya pada triwulan pertama dalam kehamilan. Penghindaran ini sangat permanfaat, karena pengaruh biokemik dan farmakologik biasanya akan berakibat perubahan morfologik.
4. Penggunaan terapi radioaktif
Penggunaan terapi radiaktif hendaknya dihindari terutama pada triwulan pertama kehamilan. Diagnostik pada wanita hamil sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-10 pada siklus haid. Hal ini untuk mencegah terjadinya mutasi kromosom selsel telur pada ovarium.
5. Gizi/nutrisi baik
Gizi atau nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan lengkap sangat dibutuhkan dalam triwulan pertama dan trimester ketiga. Hal ini biasanya tidak mudah dilaksanakan karena pada saat itu banyak terganggu dengan muntahmuntah dan berkurangnya nafsu makan. Pada waktu-waktu itu sering makan obat untuk mendatangkan haid yang terlambat apa lagi kalau dengan sengaja ingin menolak suatu kehamilan yang tidak diharapkan.
6. Pencegahan terhadap virus menular
Pencegahan terhadap virus rubela/sifilis dan virus herpes simpleks. Pencegahan terhadap virus rubela dapat dilakukan dengan memberi imunisasi pada anak secara rutin antara usia 1 tahun dan usia dewasa. Pencegahan virus herpes simpleks dengan memberi tetesan larutan nitras perak 1% pada mata anak saat lahir.
7. Memperhatikan gizi makanan saat masa pertumbuhan
Dalam masa pertumbuhan hendaknya anak-anak diberikan gizi yang cukup baik dalam kualitas maupun kuantitas terutama protein, lemak, vitamin A dan B. Hal ini diberikan untuk pencegahan terjadinya kebutaan. Sedangkan untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan vitamin A dapat dilakukan dengan pemberian minyak kelapa sawit kurang lebih 4 cc sehari semasa balita, sehingga akan nampak frekwensi defisiensi vitamin A menurun dan serum vitamin A meningkat juga diberikan segala jenis makanan yang mengandung vitamin A.
b. Secara sosial
Dari segi sosial pencegahan ketunanetraan dapat dilakukan melalui berbagai macam kegiatan,antara lain:
1. Memberi penyuluhan tentang penyebab terjadinya kecacatan terutama tunanetra. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui kegiatan PKK, karena ibu merupakan faktor penting dalam mencegah terjadinya kecacatan.
2. Peranan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sangat berarti bagi pencegahan terjadinya kebutaan, terutama untuk kegiatan deteksi dini. Walau di sekolah telah ada UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang akan memeriksa kesehatan mata anak-anak sekolah secara rutin. Peranan Puskesmas maupun UKS sangatlah besar karena melalui diagnosa mereka akan dapat memberikan bantuan dini kepada sipenderita.
3. Peranan Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat (RBM) sangat berarti, karena RBM menggunakan semaksimal mungkin sumber daya dan potensi masyarakat yang ada. Kegiatan RBM ini dilakukan dengan koordinasi dan kerjasama antara instansi yang terkait dan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat.
LANDASAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LUAR BIASA BAGI TUNANETRA
1. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Historis atau sejarah
Pada zaman kuno atau primitif, manusia masih mengandalkan kekuatan fisik untuk mencari nafkah. Kekuatan fisik dalam mencari nafkah atau makan dengan jalan berburu. Dengan demikian anak yang tunanetra tidak dapat berburu. Maka kehidupahnya akan tergantung pada orang lain. Pada abad sebelum pertengahan 18, jika bayi lahir dalam keadaan tunanetra total, segera dibunuh. Jika mengalami tunanetra sudah dewasa, maka akan disingkirkan atau diperalat untuk mencari uang.
Di Indonesia, pada zaman penjajahan belanda, berdirilah lembaga bagi tunanetra. Lembaga ini berdiri tahun 1901 di Bandung. Lembaga ini didirikan oleh Dr.Westhoof. Lembaga ini diberi nama Blinden Institut. Pada tahun-tahun pertama para tunanetra diberi pekerjaan di bengkel kerja atau sheltered workshop dan tinggal di asrama. Makin lama dirasakan, bahwa tunanetra tidak saja membutuhkan ketrampilan, tetapi juga pendidikan. Pendidikan akan bermanfaat untuk mengembangkan daya nalarnya, pengetahuannya, mengembangkan daya pikirnya. Maka pada saat ini Blinden Institut tidak saja memberi bidang ketrampilan tetapi juga pendidikan. Sekolah ini dikenal dengan nama SLB/A Wiyata Guna yang beralamat di Jl.Pajajaran Bandung.
Dengan berkembangannya waktu dan kepedulian pemerintah Republik Indonesia, saat ini telah banyak lembaga pendidikan yang mendidik para tunanetra. Penyelenggara lembaga pendidikan ini diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan, Departemen Sosial, dan Yayasan swasta.
2. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Psikologis atau ilmu jiwa.
Manusia dengan kodratnya membutuhkan kehadiran orang lain. Orang atau anak yang menyandang kecacatan juga membutuhkan kehadiran orang lain, kehadiran orang lain tentunya dengan bekal pengetahuan tentang anak cacat yang memadai. Selain pengetahuan memadai, juga sikap yang tepat dalam menghadapi mereka. Sikap tersebut berupa r.elatenan, kesabaran, keuletan, kemampuan mencipta (kreativitas), dan keaktifan dalam mencipta. Ketelatenan berarti sabar dan teliti dalam mengerjakan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988:918). Dalam mengajar tunanetra dibutuhkan ketelatenan.
3. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Sosiologis atau perkembangan masyarakat
Perkembagan masyarakat akan membawa dampak pada perkembangan penyelenggaraan pendidikan luar biasa. Dampak tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Dampak positif berarti pendidikan luar biasa dapat berkembang menuju suatu kemajuan. Dampak negatif berarti pendidikan luar biasa tidak dapat maju. Ketidak majuan tersebut dapat macet (hidup tidak, matipun tidak) ataupun bubar.
Pada zaman penjajahan Belanda, di Indonesia, tumbuhlah lembaga pendidikan luar biasa seperti ”jamur’ di musim hujan”. Pada zaman Jepang, banyak lembaga pendidikan luar biasa yang harus ”gulung tikar” ataupun ”hidup tidak mau, mati enggan”. Pada zaman Jepang, pemerintah memberi kebebasan atas berjalannya lembaga pendidikan luar biasa. Memberi kekebabasan tanpa memberi bantuan. Akibatnya, yayasan yang kuat, dapat berjalan terus. Tetapi yaysan yang lemah, terpaksa harus gulung tikar, karena pada saat itu keadaan ekonomi sulit. Pada zaman Belanda, memberi kebebasan dan memberi bantuan, sehingga dapat berkembang dengan baik.
Pada saat Indonesia telah merdeka, pada tahun 1962 Blinden Institut diserahkan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sekarang dikenal dengan SLB/A NEGERI WIYATA GUNA. Di pihak lain, pemerintah dan masyarakat memperhatikan perkembangan pendidikan luar biasa dan pengadaannya. Pada mulanya lembaga yang diserahi mengelola pendidikan luar biasa adalah seksi Pengajaran Luar Biasa dari Balai Pendidikan Guru di Bandung. Perkembangan kemudian dengan surat keputusan menteri departemen pendidikan dan kebudayaan no.44893/Kab. tanggal 9 Agustus 1955, seksi pengajaran luar biasa pindah ke Jakarta. Seksi ini menjadi bagian dari Jawatan Pengajaran dengan nama Urusan Pendidikan Luar Biasa.
Pada tahun 1957 Jawatan Pendidikan berkembang menjadi dua yaitu Jawatan Pendidikan Umum dan Jawatan Pendidikan Kejuruan. Urusan Pendidikan Luar Biasa diserahkan pada Jawatan Pendidikan Umum. Pada tahun 1963 diadakan reorganisasi kembali. Jawatan-jawawan diganti dengan direktorat-direktorat. Pengawas dan pembinaan sekolah luar biasa diserahkan pada Dinas Pendidikan Luar Biasa pada Direktorat Pendidikan Prasekolah.
Undang-undang Pokok Pendidikan tahun 1954 memuat pasal-pasal tentang pendidikan luar biasa. Sejak itu lembaga pendidikan luar biasa semakin berkembang. Lembaga oenghasil guru anak tuna pun mulai didirikan. SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa), IKIP jurusan Pendidikan Luar Biasa dan Universitas jurusan Pendidikan Luar Biasa. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat mulai memperhatikan perkembangan pendidikan Luar Biasa. Bukti lain adalah membuka SD Terpadu. SD Terpadu merupakan lembaga pendidikan luar biasa integrasi. Integrasi antara anak normal dan tunanetra (secara rinci :entang SD Terpadu, akan dibahas pada bab 5). Kehadiran Pendidikan Luar Biasa semakin diperlukan, terbukti dengan terbitnya:
1. Undang-Undang Pokok Pendidikan no.2 tahun 1989.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pendidikan Luar Biasa.
3. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 0491/U/ 1992 tentang Pendidikan Luar Biasa.
4. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa Bagi Tunanetra berdasarkan Yuridis Formal atau hukum
Pendidikan luar biasa adalah bentuk layanan pendidikan bagi anak yang tuna. Layanan pendidikan diberikan sesuai dengan jenis ketunaan. Jenis ketunaan meliputi tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras. Masing-masing jenis ketunaan mempunyai ciri khusus dalam kegiatan belajarnya. Ciri khusus tersebut meliputi metode mengajar, alat bantu pelajaran, dan alat peraga. Di Indonesia lembaga Pendidikan Luar Biasa cukup banyak. Lembaga ini diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta.
Masyarakat semakin peduli terhadap kehadiran para penyandang cacat. Masyarakat ikut merasakan kesedihan dan kesengsaraan para penyandang cacat. Masyarakat ingin berpartisipasi dengan pemerintah dalam mengentaskan wajib belajar. Pengentasan wajib belajar tak mungkin berhasil bila masyarakat tidak ikut andil. Masyarakat semakin antusias atau bergairah atau bersemangat mendirikan lembaga penyelenggara pendidikan luar biasa. Hal ini terjadi karena Indonesia telah memiliki dasar hukum penyelenggaraannya.
PRINSIP-PRINSIP PENGAJARAN BAGI ANAK BUTA
Untuk mencapai tujuan pendidikan bagi anak tunanetra (buta) dibutuhkan jembatan. Jembatan its a&ffah prinsip-prinsip pengajaran bagi anak tunanetra (buta). Prinsip mengajar bagi anak tunanetra (buta) akan sangat berbeda dengan low vision (kurang lihat). Tunanetra (buta) mempunyai kebiasaan, bila mengamati suatu benda pasti akan diraba, dicium, dan masuk mulut. Diraba untuk mengetahui apa yang sedang dipegang. Dicium untuk mengetahui bagaimanakah bau dari benda yang dipegang. Masuk mulut untuk diketahui bagaimanakah rasa dari benda tersebut. Cara itulah yang dipergunakan tunanetra untuk mengetahui secara tepat benda yang sedang berada-ditangannya. Cara itulah tunanetra menanamkan suatu konsep. Dalam mengajar, seorang tunanetra harus berpegang pada beberapa prinsip pengajaran bagi tunanetra, yaitu:
1. Prinsip totalitas.
2. Prinsip keperagaan.
3. Prinsip berkesinarnbungan.
4. Prinsip aktivitas.
5. Prinsip individual.
1. Prinsip totalitas.
Totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Dalam mengajar suatu konsep haruslah secara keseluruhan atau utuh. Dalam memberikan contoh jangan sepotong-sepotong.
2. Prinsip keperagaan.
Prinsip peragaan sangat dibutuhkan dalam menjelaskan suatu kosep baru pada siswa. Dengan peraga akan terhindar verbalisme (pengertian yang bersifat katakata tanpa dijelaskan artinya). Alasan penggunaan asas ini dalam pengajaran adalah:
1. Menggunakan indra sebanyak mungkin sehingga siswa mampu mengerti dan mencerna maksud dari alat peraga.
2. Pengetahuan akan masuk pada diri melaiui proses pengindraan: penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, pengecap.
3. Tingkat pemahanan seseorang akan suatu ilmu ada beberapa tingkatan: tingkat peragaan, tingkat skema dan tingkat abstrak.
3. Prinsip berkesinambungan.
Prinsip berkesinambungan atau berkelanjutan sangat dibutuhkan tunanetra (buta). Matapelajaran yang satu harus sinambung dengan pelajaran yang lain. Kesinambungan baik dalam mated maupun istilah yang dipergunakan guru. Jika tidak terjadi kesinambungan maka tunanetra (buta) akan bingung. Kebingungan ini terjadi karena konsep yang diterima dari guru yang satu dengan yang lain berbeda. Mereka beranggapan guru tempat informasi yang selalu benar. Maka disini guru disarankan agar selalu menghubungkan mated pelajaran yang telah dipelajari dengan yang akan dipelajari. Dan istilah yang dipergunakan hendaknya tidak terlalu bervariasi antara guru yang satu dengan yang lain.
4. Prinsip aktivitas.
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar mengajar. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri.
Prinsip aktivitas sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar bagi tunanetra (buta). Dalam suatu kegiatan belajar mengajar, tunanetra (buta) diharapkan ikut aktif, tidak saja sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak akan sedikit. Akibatnya, pengalaman belajar sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Situasi demikian membuat mereka mengantuk. Sebaliknya bila mereka aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka pengalaman belajar mereka banyak. Akibatnya konsep yang mereka terima akan menempel lebih lama. Situasi demikian membuat mereka mendapat kepuasan dalam belajar, sehingga akan menggali rasa ingin tahu yang tinggi.
5. Prinsip individual.
Prinsip individual dalam pelajaran berarti suatu pengajaran dengan memperhatikan perbedaan individual anak: keadaan anak, bakat dan kemampuan masing-masing anak. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini adalah: keadaan rumah, lingkungan rumah, pendidikan, kesehatan anak, makanan, usia, keadaan sosial ekonomi orang tua dll. Dengan adanya perbedaan yang bermacam-raacam dapat dipahami bahwa bahan pelajaran yang sama, kecepatan yang sama, cara mengerjakan yang sama, cara penilaian yang sama, tidak akan memberikan hasil yang sama.
PROGRAM PENDIDIKAN BAGI ANAK BUTA
1. Huruf braille
Louis Braille telah menyusun tulisan yang terdiri dari 6 titik dijajarkan vertikal tigatiga. Dengan menempatkan titik tersebut dalam berbagai posisi maka terbentuklah seluruh abjad. Dengan menggunakan tulisan tersebut akan mempermudah para tunanetra membaca dan menulis.
Untuk membaca, titik timbul positif yang dibaca. Cara membaca seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan. Maka susunannya sebagai berikut:
=
titik 1 ● ● titik 4
titik 2 ● ● titik 5
titik 3 ● ● titik 6
Huruf braille tulis
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
@
^
c
F
I
D
G
J
E
H
k
l
m
n
o
p
q
r
s
t
.
L
%
N
[
?
]
W
:
\
u
v
x
y
z
w
+
#
X
Y
!
R
Untuk menulis prinsip kerjanya berbeda dengan membaca membaca. Cara menulis huruf braille tidak seperti pada umumnya yaitu dimulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis braille secara negatif dan menghasilkan tulisan secara timbul positif. Maka susunan dalam menulis braille menjadi sebagai berikut:
titik 4 ● ● titik 1
titik 5 ● ● titik 2
titik 6 ● ● titik 3
Huruf braille baca
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
a
b
C
d
e
f
g
h
i
J
k
l
m
n
o
p
q
r
s
t
k
l
M
n
o
p
q
r
s
t
u
v
x
y
z
w
u
v
X
y
z
w
Setelah kita mengenal prinsip penulisan huruf braille, marilah kita sekarang mengenal metode membaca dan menulis permulaan braille sekaligus dengan pengenalan huruf braille.
Metode membaca dan menulis braille
Kebutaan tidak hanya membuat seseorang tidak dapat melihat sesuatu dengan baik dan jelas, tetapi lebih dan itu menghambat dalam proses belajar mengajar. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat mengikuti cara-cara umum. Ada hal-hal tertentu yang berbeda degan cara umum. Misal dalam hal bahasa tulis, tunanetra hanya bisa membaca tulisan dengan huruf timbul, agar dapat ditangkap oleh indera raba. Tulisan timbul tersebut adalah huruf braille. Dalam mengajarkan membaca dan menulis permulaan braille menggunakan metode yang mudah dan cepat hafal. Hafal huruf braille merupakan syarat untuk dapat mengikuti pelajaran. Dengan demikian akan mendorong kreativitas anak dalam belajar.
Tidak semua tunanetra mempunyai intelegensi normal ada juga yang berintelegensi di bawah rata-rata. Anak tunanetra yang bermasalah yaitu mempunyai intelegensi dibawah rata-rata mempunyai kemampuan yang minim untuk berprestasi baik dalam bidang akademik. Minimnya kemampuan haruslah dibarengi dengan penggunaan metode yang tepat. Untuk tunanetra yang berintelegensi normal atau bahkan di atas rata-rata akan lebih tinggi hasilnya bila dibanding dengan mereka yang berintelegensi di bawah rata-rata. Untuk itulah diharapkan menguasai metode membaca dan menulis permulaan braille yang sesuai dengan kondisi anak.
2. Orientasi & Mobilitas (O&M)
Tunanetra kehilangan salah satu indra yang paling utama, yaitu mata. Hilangnya indra penglihatan mereka menyebabkan hilangnya alat orientasi yang utama, Akibat hilangnya indra penglihatan, maka mobilitas tunanetra terganggu. Untuk mengatasi gangguan atau hambatan tersebut, maka harus diberikan latihan khusus dan alat khusus. Latihan khusus dan alat khusus, dapat diperoleh melalui pelajaran orientasi dan mobilitas.
PENDIDIKAN BAGI ANAK KURANG LIHAT
a. Pengertian Anak Kurang Lihat
Anak kurang lihat atau anak kurang awas, dikenal dengan sebutan anak low vision. Mereka adalah anak yang masih memiliki sisa penglihatan. Bermacam-macam pengertian mencoba untuk menjelaskan pengertian anak kurang lihat namun belum ada pengertian yang bisa diterima secara umum oleh berbagai profesi. Hal ini terjadi karena ilmu tentang anak kurang lihat baru berkembang dan berbagai sudut disiplin ilmu mencoba memahami anak kurang lihat.
Barraga (1986:5) memaparkan beberapa defenisi anak kurang lihat. The World Health Organization mendefinisikan anak kurang lihat sebagai: ”pribadi yang memiliki kecacatar. visual yang jelas tetapi juga masih memiliki sisa penglihatan yang dapat digunakan”. The Low Vision Services of the United of America menyatakan bahwa anak kurang lihat adalah ”penurunan ketajaman penglihatan dan atau lapang pandangan yang tidak normal akiba: adanya penyimpangan pada sistem visual”. Dr. Corn, seorang pendidik menyarankan bahwa seorang invidu yang disebut anak kurang lihat adalah: ”Orang yang masih kurang sekai: kemampuan lihatnya meskipun telah dikoreksL akan tetapi orang ini masih bisa meningkatkan fungsi penglihatannya melalui penggunaan alat-alat bantu optikal dan non optikal serta memodifikasi lingkungan dan atau teknik-teknik”. Barraga sendiri mengemukakan: ”anak kurang lihat memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam penglihatan jauh, tetapi dapat melihat benda-benda dan bahan-bahan dalam jarak beberapa inci”.
Dua pengertian yang terakhir lebih berorientasi pada fungsi penglihatan dan kegunaannya baik dalam pendidikan maupun rehabilitasi.
Hallahan & Kauffman (1991:304) mengatakan bahwa anak kurang lihat adalah: oaereka yang dapat membaca huruf bercetak tebal bahkan termasuk mereka yang rnemerlukan alat-alat pembesar”.
b. Prinsip-prinsip pengajaran bagi anak kurang lihat.
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak kurang lihat. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam melayani pendidikan bagi low vision adalah:
1. Cahaya/penerangan
Ruangan belajar hendaknya mendapat cahaya. Cahaya yang datang tidak langsung dari depan tetapi dari samping atau biarkanlah anak dapat memilih keadaan cahaya yang sesuai dengan kondisinya. Pemberian cahaya diusahakan tidak menimbulkan rasa silau. Bahkan sebaliknya, harus dapat meningkatkan kekontrasan tulisan pada halaman buku. Anak albino sangat peka terhadap cahaya. Maka mereka memerlukan perhatian khusus. Perhatian dalam pengontrolan cahaya alami maupun cahaya lampu. Kelas dan perpustakaan dapat menimbulkan masalah. bila tidak terdapat pengontrolan cahaya. Maka perlu pengaturan pencahayaan dengan arahan dari para ahli mata. v ;
2. Warna
Dengan kondisi penglihatannya, maka kontras warna sangat dibutuhkan dalam kelancaran belajarnya.
3. Ukuran
Ukuran benda yang diberikan pada anak sebagai latihan kepekaan indra raba haruslah diperhatikan sehingga akan mempermudah dalam mengikuti pelajaran.
4. Waktu
Waktu yang dibutuhkan low vision dalam mengikuti pelajaran akan lebih banyak bila dibanding dengan anak awas. Dalam membaca, mereka memerlukan waktu untuk mengerti. Disamping itu masih memerlukan ketajaman penglihatan untuk menafsirkan gambar. Sehingga guru harus memperhatikan faktor kelelahan anak. Namun perlu diwaspadai, tidak harus setiap saat perlu penyesuaian waktu. Sebab suatu saat akan menimbulkan hal-hal yang melampaui batas. Melampaui batas dalam hal yang menyangkut ketidakmampuan anak. Misal: minta dimengerti bila suatu ketika dia berprestasi buruk. Dalam hal ini perlu meyakinkan anak bahwa dia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan dan kebiasaankebiasaan yang baik.
5. Metode Pengajaran
Metode pengajaran yang dipergunakan dalam mengajar bagi anak kurang lihat tidak ada bedanya dengan anak awas. Perbedaan terletak pada penekanan kegiatan. Hal ini dilakukan untuk memberi motivasi belajar pada anak kurang lihat. Sifat dari bahan cetak bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam membaca. Meskipun beberapa anak low vision dapat menggunakan buku biasa. Namun anak yang lain ada yang membutuhkan bahan bercetak tebal. Untuk beberapa anak, lembar kerja mungkin perlu diperhitam untuk mendapatkan kekontrasan. Warna hitam dan putih adalah kombinasi yang baik untuk lebar kerja. Pengunaan pena diharuskan dalam memeriksa dan menulis di lembar tugas anak, penggunaan pinsil di atas kertas, hasilnya tidak terlalu jelas bahkan kabur bagi anak kurang lihat. Untuk meningkatkan kemampuan sisa penglihatan anak kurang lihat, diperlukan alat bantu melihat. Peralatan tersebut adalah alat-alat proyeksi dan pembesar yang dapat memberi keuntungan besar berupa lensa khusus. Lensa ini dapat dijepitkan pada kacamata biasa atau dapat dipegang (serupa kaca pembesar) yang sangat mudah digunakan dan bermanfaat untuk membaca bahan cetak.
Penyesuaian ruang kelas untuk anak kurang lihat
a. Perhatian terhadap keadaan lingkungan.
Lingkungan kelas hendaknya tidak berubah. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat bergerak dengan bebas dalam ruang. Tingkat kebisingan perlu diperhatikan gar tidak merusak konsentrasi anak: Perlu diingat bahwa mendorong anak untuk mengunakan mata dalam belajar tidaklah berakibat merusak mata. Namun faktor kelelahan perlu dipertimbangkan. Sebab latihan melihat, seperti juga latihan mendengar, menciptakan ketegangan dalam diri anak. Akibatnya anak tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya secara tuntas. Zuntas berdasarkan waktu yang telah ditentukan guru. Anak diberi kebebasan berpindah tempat. Agar anak dapat berada dekat pada sasaran belajarnya. Cara semacam ini akan memberikan kesempatan terbaik untuk memperoleh informasi melalui semua saluran indera yang ada. OHP (overhead projector) sebagai media pengajaran dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi anak kurang lihat. Sebaiknya sebelum memulai dan selama pelajaran dehgan menggunakan OHP, memberikan terlebih dahulu foto kopi dari tranparansi yang akan digunakan. Cara ini untuk mempermudahkan anak mengikuti diskusi dengan agak tenang.
b. Adaptasi lainnya dalam ruang kelas
Terkadang perubahan yang minim dalam kelas bisa memberi keuntungan pada anak. Contoh bentuk sandaran kursi, dapat memberikan kemudahan bagi anak untuk menjaga jarak sewaktu membaca buku. Lampu ruang kelas perlu diperhatikan, kertas tulis jangan sampai menimbulkan kesilauan. Beberapa guru menemukan bahwa memberi anak low vision kursi yang menggunakan roda, memberikan kemudahan bagi anak untuk mendekati sumber-sumber informasi atau sumber pengajaran yang sedang diajarkan. Sehingga ia tidak harus selalu berdiri atau duduk. Penggunaan pena berwarna gelap atau yang memberi warna kontras perlu diperhatikan.
PROGRAM PENDIDIKAN BAGI ANAK KURANG LIHAT
Implikasi ketiga dari hilangnya penglihatan adalah terlihat pada perkembangan kurikulum sekolah. Kurikulum prasekolah bagi anak low vision penekanannya pada kesiapan membaca. Semua anak perlu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan prasyarat untuk pengembangan kemampuan baca. Pengalaman ketrampilan ini sangat penting, karena anak low vision mengembangkan ketrampilan ini melalui sistem sensori utama yang sedang berfungsi pada tingkat yang minimal. Pittam (Savage, 1979) menyarankan ketrampilan yang seharusnya diberi penekanan secara khusus dalam pengalaman belajar anak low vision, adalah: persepsi rabaan, orientasi kiri-kanan, persepsi auditori (kesan yang timbul melalui pendengaran) melengkapi kemampuan melihatnya. Untuk itulah dibutuhkan bermacam-macam latihan. Latihan atau program layanan berkaitan dengan meningkatkan kemampuan melihat (mempertajam sisa penglihatan. memfungsikan sisa penglihatan, mengembangkan seluruh potensi visual yang masih dimiliki anak) dan kemampuan membaca-menulis.
1. Latihan fungsional penglihatan
Latihan fungsional penglihatan merapakan latihan-latihan yang dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan melihat. Dengan demikian menjaga anak kurang lihat tetap mempunyai persepsi terhadap lingkungannya. Hal ini berguna untuk mengefektifkan kemampuan sisa penglihatannya. Dengan sisa penglihatannya dapat menyampaikan pesan-pesan ke otak. Juga untuk melatih kemampuan, mengerti dan menginterpretasikan informasi yang diterima oleh mata. Latihan fungsional penglihatan ini bertitik tolak dari pemeriksaan awal dengan tetap memperhatikan cara anak menggunakan sisa penglihatannya, posisi melihat, ukuran, kontras warna, penerangan/ cahaya, jarak, reaksi anak saat melihat. Peralatan latihan yang dipergunakan dapat berupa gambar, macam-macam bentuk, benda-benda yang berurutan besar-kecilnya yang berwarna, senter dll. Metode yang dipergunakan dalam memberikan latihan ini adalah metode permainan yang sengaja dilakukan untuk mendeteksi kemampuan sisa penglihatan.
Dalam membuat program dan melaksanakan program ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
a. Mengembangkan perhatian terhadap sikap ”belajar melihat”.
Banyak anak low vision yang tidak mau untuk belajar melihat, karena mereka takut kecewa akan hasil dari penglihatannya. Mereka takut dituntut berbuat banyak seperti orang awas dan mereka takut untuk diharuskan bekerja keras agar dapat memenuhi tuntutan. Maka untuk mengatasi hal tersebut, guru diharapkan dapat menciptakan suatu latihan yang bersifat permainan yang gerabua dan tidak membuat bosan.
b. Meningkatkan fungsi otot mata
Dengan ”belajar melihat” diharapkan anak dapat untuk:
1). Memusatkan perhatian pada benda yang diamatinya.
2). Mengikuti benda yang bergerak dengan menggunakan matanya,
3). Mengatur fokus penglihatan.
c. Memberi motivasi dan semangat untuk mengikuti latihan aktivitas mata. Hal ini dapat dilakukan bercerita tentang apa yang dilihatnya.
d. Semua hasil pekerjaan anak dikumpulkan dalam sebuah buku, sehingga anak dapat melihat kembali tentang apa yang pernah dilihat, dikerjakan, dan diceritakan.
e. Waktu yang dipergunakan antara 5-40 menit (pertahap) untuk beberapa bulan (1-3 bulan).
2. Latihan membaca permulaan bagi anak kurang lihat.
Syarat agar latihan membaca permulaan ini berhasil adalah:
a. Guru meluangkan waktu untuk mendengarkan anak membaca. ,
b. Suasana kelas harus tenang, agar anak tidak bingung dan dapat konsentrasi.
c. Anak merasa bebas membaca kata-kata baru tanpa takut ditertawakan teman atau guru.
Latihan pra membaca
Sebelum dapat membaca dengan baik, haruslah didahului dengan pra membaca. Karena dalam pra membaca, terdapat bermacam-macam latihan. Semua latihan mengarah pada membaca.
1. Mensortir atau mengelompokkan menurut bentuk dan ukuran.
a. Mengelompokkan bentuk-bentuk tiga demensi dan menderetkan secara horisontal.
b. Mensortir kartu-kartu bergambar untuk mendapatkan kartu y.ang sama dan berbeda.
c. Mengurutkan bentuk dari besar sampai kecil dan sebaliknya.
d. Permainan berpasangan. (Anak haras dapat menemukan dua gambar yang sama.)
2. Menelusuri gambar dengan penglihatannya, dari kiri ke kanan.
Hal ini dipersiapkan agar anak terlatih dalam sistem membaca, yaitu dari kiri ke kanan.
3. Menemukan bentuk yang berbeda atau yang sama pada deretan tanda-tanda
4. Melihat buku. Untuk mengerti urutan halaman, membalik halaman satu persatu.
5. Penggunaan bahasa.
Guru membuat asesmen terhadap kemampuan berbahasa anak.
a. Apakah anak mengerti kata-kata yang digunakan?
b. Apakah anak dapat menyelesaikan perintah?
c. Apakah anak dapat mengulang kalimat pendek yang diucapkan guru?
d. Dapatkah ,anak menjawab pertanyaan guru?
Latihan membaca
Bahasa Indonesia sangatlah fonetis (bunyi yang dilambangkan dengan huruf). Biasanya satu bunyi-satu huruf. Maka dalam latihan membaca ini dibutuhkan beberapa tahap latihan,
1. Latihan tahap pertama
a. Mengenal huruf
Cara penggunaannya:
Setiap anak mendapat kertas yang berisikan beberapa kata. Guru mempunyai satu set kartu. Masing-masing kartu berisikan satu huruf. Guru mengambil satu kartu dan membaca huruf dalam kartu, sambil menunjukkan kartu pada anakanak. Anak yang mempunyai huruf yang sama dengan kartu guru diminta angkat tangan. Guru akan menutupkan kartu pada huraf yang berada pada kertas anak.
b. Membuat kotak gambar dengan kode huruf.
Caranya: Guru menyiapkan beberapa kotak untuk gambar. Masing-masing kotak diberi lambang satu huruf. Anak diminta mengumpulkan gambar dan memasukkan pada kotak. Nama depan gambar sebagai lambang kotak. Misal: kotak K, anak dapat memasukkan gambar kursi, kuda, kucing, dll.
c. Melengkapi nama gambar.
Melengkapi nama gambar dimulai dari 3 kata.
Caranya: guru menunjukkan gambar dengan nama gambar. Anak dikenalkan hurufnya. Anak diminta mengisi huruf yang kosong.
2. Tahap membaca ke dua.
Tahap ke dua mengarah pada skema membaca. Melatih banyak kata-kata. Hal ini akan merangsang anak untuk membaca buku.
a. Permainan kata yang dicocokkan dengan gambar.
b. Guru dapat mengarah pada buku cerita bergambar. Bila daya penglihatan anak masih bertahan baik. Tetapi bila kondisinya terus menurun, maka dapat beralih pada persiapan membaca huruf braille.
3. Tahap ke tiga.
a. Mengenalkan huruf besar.
Dalam mengenalkan huruf jangan sampai membingungkan anak. Anak diharapkan mengerti benar perbedaan huruf kecil dan besar.
b. Membaca denagn kelancaran yang normal.
Anak diminta membaca buku cerita beberapa baris atau beberapa halaman. Guru dapat memperhatikan cara membaca anak. Kalau sering terjadi kesalahan, perlu ditelaah kembali. Mungkin bahan bacaan terlalu sukar untuk anak.
c. Menceritakan kembali.
Anak diminta menceritakan kembali yang telah dibaca. Bila anak tidak -y dapat, berarti bahan terlalu tinggi.
4. Tahap ke empat.
a. Membaca lancar dan menceritakan kembali.
Pada tahap ke empat ini, anak diharapkan sudah dapat membaca dengan lancar dan benar. Benar dalam memberikan ekspresi pada kata. Dan dapat menceritakan isi bacaan.
b. Meringkas cerita.
Merapakan ketrampilan tersendiri dalam meringkas cerita. Anak diharapkan dapat memilih kata-kata penting. Anak yang mengalami tunagrahita akan sulit mengerjakannya.
Latihan menulis permulaan bagi anak kurang lihat
Menulis dibutuhkan gerakan motorik halus. Untuk itu diperlukan latihan motorik kasar terlebih dahulu. Dalam latihan menulis berikanlah:
a. Kapur tulis-papan tulis.
b. Krayon-kertas besar.
c. Biarkan anak membuat pola besar. Setelah beberapa saat baru beralih pada pensil berwarna dengan kertas kecil.
d. Jangan memakai pensil, karena hasil goresan pensil tidak jelas atau buram.
Latihan pra menulis
1. Pola bebas besar.
Pada anak kecil pola bebas besar sangat penting artinya untuk rencana kegiatan menulis. Pola ini sering dikenal dengan ”cakar ayam”.
a. Melukis atau menggambar.
Anak dapat menggambar dengan menggunakan tangan, kuas, sikat gigi, dsb. Biar anak memilih sendiri cara yang disenangi.
b. Menggambar dengan menggunakan kapur tulis atau krayon. Bila anak sudah dapat mengontrol gerakan tangannya, baru beralih pada spidol atau pensil berwarna.
2. Memegang spidol yang benar.
Anak dibimbing cara memegang spidol dan bersama-sama anak menulis namanya.
3. Membuat pola yang teratur di atas kertas.
Anak membuat pola-pola huruf yang dirangkai pada kertas.
a. Guru memberi contoh pada kertas anak. Anak mencontoh diatas gambar guru (menelusiri) (tahap pertama).
b. Tahap ke.dua, Guru membuat contoh dan anak meniru di bawah gambar guru.
c. Tahap ke tiga, anak meneruskan pola yang telah dibuat guru.
d. Tahap ke empat, kalau anak sukar melakukan tahap ke tiga. Guru mebuat pola dengan garis-garis patah, anak diminta untuk menebalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasia Widjajantin, Dra, dkk, …., Ortopedagogik Tunanetra I, Departemen Pendidkian dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi.
Ts. Soekini Pradopo, dkk, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, Masa Baru, Bandung.
Slamet Riadi, Drs., dkk, Identifikasi dan Evaluasi Anak Luar Biasa, Cv. Haran Baru, Jakarta.
titik 5 ● ● titik 2
titik 6 ● ● titik 3
Huruf braille baca
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
a
b
C
d
e
f
g
h
i
J
k
l
m
n
o
p
q
r
s
t
k
l
M
n
o
p
q
r
s
t
u
v
x
y
z
w
u
v
X
y
z
w
Setelah kita mengenal prinsip penulisan huruf braille, marilah kita sekarang mengenal metode membaca dan menulis permulaan braille sekaligus dengan pengenalan huruf braille.
Metode membaca dan menulis braille
Kebutaan tidak hanya membuat seseorang tidak dapat melihat sesuatu dengan baik dan jelas, tetapi lebih dan itu menghambat dalam proses belajar mengajar. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat mengikuti cara-cara umum. Ada hal-hal tertentu yang berbeda degan cara umum. Misal dalam hal bahasa tulis, tunanetra hanya bisa membaca tulisan dengan huruf timbul, agar dapat ditangkap oleh indera raba. Tulisan timbul tersebut adalah huruf braille. Dalam mengajarkan membaca dan menulis permulaan braille menggunakan metode yang mudah dan cepat hafal. Hafal huruf braille merupakan syarat untuk dapat mengikuti pelajaran. Dengan demikian akan mendorong kreativitas anak dalam belajar.
Tidak semua tunanetra mempunyai intelegensi normal ada juga yang berintelegensi di bawah rata-rata. Anak tunanetra yang bermasalah yaitu mempunyai intelegensi dibawah rata-rata mempunyai kemampuan yang minim untuk berprestasi baik dalam bidang akademik. Minimnya kemampuan haruslah dibarengi dengan penggunaan metode yang tepat. Untuk tunanetra yang berintelegensi normal atau bahkan di atas rata-rata akan lebih tinggi hasilnya bila dibanding dengan mereka yang berintelegensi di bawah rata-rata. Untuk itulah diharapkan menguasai metode membaca dan menulis permulaan braille yang sesuai dengan kondisi anak.
2. Orientasi & Mobilitas (O&M)
Tunanetra kehilangan salah satu indra yang paling utama, yaitu mata. Hilangnya indra penglihatan mereka menyebabkan hilangnya alat orientasi yang utama, Akibat hilangnya indra penglihatan, maka mobilitas tunanetra terganggu. Untuk mengatasi gangguan atau hambatan tersebut, maka harus diberikan latihan khusus dan alat khusus. Latihan khusus dan alat khusus, dapat diperoleh melalui pelajaran orientasi dan mobilitas.
PENDIDIKAN BAGI ANAK KURANG LIHAT
a. Pengertian Anak Kurang Lihat
Anak kurang lihat atau anak kurang awas, dikenal dengan sebutan anak low vision. Mereka adalah anak yang masih memiliki sisa penglihatan. Bermacam-macam pengertian mencoba untuk menjelaskan pengertian anak kurang lihat namun belum ada pengertian yang bisa diterima secara umum oleh berbagai profesi. Hal ini terjadi karena ilmu tentang anak kurang lihat baru berkembang dan berbagai sudut disiplin ilmu mencoba memahami anak kurang lihat.
Barraga (1986:5) memaparkan beberapa defenisi anak kurang lihat. The World Health Organization mendefinisikan anak kurang lihat sebagai: ”pribadi yang memiliki kecacatar. visual yang jelas tetapi juga masih memiliki sisa penglihatan yang dapat digunakan”. The Low Vision Services of the United of America menyatakan bahwa anak kurang lihat adalah ”penurunan ketajaman penglihatan dan atau lapang pandangan yang tidak normal akiba: adanya penyimpangan pada sistem visual”. Dr. Corn, seorang pendidik menyarankan bahwa seorang invidu yang disebut anak kurang lihat adalah: ”Orang yang masih kurang sekai: kemampuan lihatnya meskipun telah dikoreksL akan tetapi orang ini masih bisa meningkatkan fungsi penglihatannya melalui penggunaan alat-alat bantu optikal dan non optikal serta memodifikasi lingkungan dan atau teknik-teknik”. Barraga sendiri mengemukakan: ”anak kurang lihat memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam penglihatan jauh, tetapi dapat melihat benda-benda dan bahan-bahan dalam jarak beberapa inci”.
Dua pengertian yang terakhir lebih berorientasi pada fungsi penglihatan dan kegunaannya baik dalam pendidikan maupun rehabilitasi.
Hallahan & Kauffman (1991:304) mengatakan bahwa anak kurang lihat adalah: oaereka yang dapat membaca huruf bercetak tebal bahkan termasuk mereka yang rnemerlukan alat-alat pembesar”.
b. Prinsip-prinsip pengajaran bagi anak kurang lihat.
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak kurang lihat. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam melayani pendidikan bagi low vision adalah:
1. Cahaya/penerangan
Ruangan belajar hendaknya mendapat cahaya. Cahaya yang datang tidak langsung dari depan tetapi dari samping atau biarkanlah anak dapat memilih keadaan cahaya yang sesuai dengan kondisinya. Pemberian cahaya diusahakan tidak menimbulkan rasa silau. Bahkan sebaliknya, harus dapat meningkatkan kekontrasan tulisan pada halaman buku. Anak albino sangat peka terhadap cahaya. Maka mereka memerlukan perhatian khusus. Perhatian dalam pengontrolan cahaya alami maupun cahaya lampu. Kelas dan perpustakaan dapat menimbulkan masalah. bila tidak terdapat pengontrolan cahaya. Maka perlu pengaturan pencahayaan dengan arahan dari para ahli mata. v ;
2. Warna
Dengan kondisi penglihatannya, maka kontras warna sangat dibutuhkan dalam kelancaran belajarnya.
3. Ukuran
Ukuran benda yang diberikan pada anak sebagai latihan kepekaan indra raba haruslah diperhatikan sehingga akan mempermudah dalam mengikuti pelajaran.
4. Waktu
Waktu yang dibutuhkan low vision dalam mengikuti pelajaran akan lebih banyak bila dibanding dengan anak awas. Dalam membaca, mereka memerlukan waktu untuk mengerti. Disamping itu masih memerlukan ketajaman penglihatan untuk menafsirkan gambar. Sehingga guru harus memperhatikan faktor kelelahan anak. Namun perlu diwaspadai, tidak harus setiap saat perlu penyesuaian waktu. Sebab suatu saat akan menimbulkan hal-hal yang melampaui batas. Melampaui batas dalam hal yang menyangkut ketidakmampuan anak. Misal: minta dimengerti bila suatu ketika dia berprestasi buruk. Dalam hal ini perlu meyakinkan anak bahwa dia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan dan kebiasaankebiasaan yang baik.
5. Metode Pengajaran
Metode pengajaran yang dipergunakan dalam mengajar bagi anak kurang lihat tidak ada bedanya dengan anak awas. Perbedaan terletak pada penekanan kegiatan. Hal ini dilakukan untuk memberi motivasi belajar pada anak kurang lihat. Sifat dari bahan cetak bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam membaca. Meskipun beberapa anak low vision dapat menggunakan buku biasa. Namun anak yang lain ada yang membutuhkan bahan bercetak tebal. Untuk beberapa anak, lembar kerja mungkin perlu diperhitam untuk mendapatkan kekontrasan. Warna hitam dan putih adalah kombinasi yang baik untuk lebar kerja. Pengunaan pena diharuskan dalam memeriksa dan menulis di lembar tugas anak, penggunaan pinsil di atas kertas, hasilnya tidak terlalu jelas bahkan kabur bagi anak kurang lihat. Untuk meningkatkan kemampuan sisa penglihatan anak kurang lihat, diperlukan alat bantu melihat. Peralatan tersebut adalah alat-alat proyeksi dan pembesar yang dapat memberi keuntungan besar berupa lensa khusus. Lensa ini dapat dijepitkan pada kacamata biasa atau dapat dipegang (serupa kaca pembesar) yang sangat mudah digunakan dan bermanfaat untuk membaca bahan cetak.
Penyesuaian ruang kelas untuk anak kurang lihat
a. Perhatian terhadap keadaan lingkungan.
Lingkungan kelas hendaknya tidak berubah. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat bergerak dengan bebas dalam ruang. Tingkat kebisingan perlu diperhatikan gar tidak merusak konsentrasi anak: Perlu diingat bahwa mendorong anak untuk mengunakan mata dalam belajar tidaklah berakibat merusak mata. Namun faktor kelelahan perlu dipertimbangkan. Sebab latihan melihat, seperti juga latihan mendengar, menciptakan ketegangan dalam diri anak. Akibatnya anak tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya secara tuntas. Zuntas berdasarkan waktu yang telah ditentukan guru. Anak diberi kebebasan berpindah tempat. Agar anak dapat berada dekat pada sasaran belajarnya. Cara semacam ini akan memberikan kesempatan terbaik untuk memperoleh informasi melalui semua saluran indera yang ada. OHP (overhead projector) sebagai media pengajaran dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi anak kurang lihat. Sebaiknya sebelum memulai dan selama pelajaran dehgan menggunakan OHP, memberikan terlebih dahulu foto kopi dari tranparansi yang akan digunakan. Cara ini untuk mempermudahkan anak mengikuti diskusi dengan agak tenang.
b. Adaptasi lainnya dalam ruang kelas
Terkadang perubahan yang minim dalam kelas bisa memberi keuntungan pada anak. Contoh bentuk sandaran kursi, dapat memberikan kemudahan bagi anak untuk menjaga jarak sewaktu membaca buku. Lampu ruang kelas perlu diperhatikan, kertas tulis jangan sampai menimbulkan kesilauan. Beberapa guru menemukan bahwa memberi anak low vision kursi yang menggunakan roda, memberikan kemudahan bagi anak untuk mendekati sumber-sumber informasi atau sumber pengajaran yang sedang diajarkan. Sehingga ia tidak harus selalu berdiri atau duduk. Penggunaan pena berwarna gelap atau yang memberi warna kontras perlu diperhatikan.
PROGRAM PENDIDIKAN BAGI ANAK KURANG LIHAT
Implikasi ketiga dari hilangnya penglihatan adalah terlihat pada perkembangan kurikulum sekolah. Kurikulum prasekolah bagi anak low vision penekanannya pada kesiapan membaca. Semua anak perlu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan prasyarat untuk pengembangan kemampuan baca. Pengalaman ketrampilan ini sangat penting, karena anak low vision mengembangkan ketrampilan ini melalui sistem sensori utama yang sedang berfungsi pada tingkat yang minimal. Pittam (Savage, 1979) menyarankan ketrampilan yang seharusnya diberi penekanan secara khusus dalam pengalaman belajar anak low vision, adalah: persepsi rabaan, orientasi kiri-kanan, persepsi auditori (kesan yang timbul melalui pendengaran) melengkapi kemampuan melihatnya. Untuk itulah dibutuhkan bermacam-macam latihan. Latihan atau program layanan berkaitan dengan meningkatkan kemampuan melihat (mempertajam sisa penglihatan. memfungsikan sisa penglihatan, mengembangkan seluruh potensi visual yang masih dimiliki anak) dan kemampuan membaca-menulis.
1. Latihan fungsional penglihatan
Latihan fungsional penglihatan merapakan latihan-latihan yang dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan melihat. Dengan demikian menjaga anak kurang lihat tetap mempunyai persepsi terhadap lingkungannya. Hal ini berguna untuk mengefektifkan kemampuan sisa penglihatannya. Dengan sisa penglihatannya dapat menyampaikan pesan-pesan ke otak. Juga untuk melatih kemampuan, mengerti dan menginterpretasikan informasi yang diterima oleh mata. Latihan fungsional penglihatan ini bertitik tolak dari pemeriksaan awal dengan tetap memperhatikan cara anak menggunakan sisa penglihatannya, posisi melihat, ukuran, kontras warna, penerangan/ cahaya, jarak, reaksi anak saat melihat. Peralatan latihan yang dipergunakan dapat berupa gambar, macam-macam bentuk, benda-benda yang berurutan besar-kecilnya yang berwarna, senter dll. Metode yang dipergunakan dalam memberikan latihan ini adalah metode permainan yang sengaja dilakukan untuk mendeteksi kemampuan sisa penglihatan.
Dalam membuat program dan melaksanakan program ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
a. Mengembangkan perhatian terhadap sikap ”belajar melihat”.
Banyak anak low vision yang tidak mau untuk belajar melihat, karena mereka takut kecewa akan hasil dari penglihatannya. Mereka takut dituntut berbuat banyak seperti orang awas dan mereka takut untuk diharuskan bekerja keras agar dapat memenuhi tuntutan. Maka untuk mengatasi hal tersebut, guru diharapkan dapat menciptakan suatu latihan yang bersifat permainan yang gerabua dan tidak membuat bosan.
b. Meningkatkan fungsi otot mata
Dengan ”belajar melihat” diharapkan anak dapat untuk:
1). Memusatkan perhatian pada benda yang diamatinya.
2). Mengikuti benda yang bergerak dengan menggunakan matanya,
3). Mengatur fokus penglihatan.
c. Memberi motivasi dan semangat untuk mengikuti latihan aktivitas mata. Hal ini dapat dilakukan bercerita tentang apa yang dilihatnya.
d. Semua hasil pekerjaan anak dikumpulkan dalam sebuah buku, sehingga anak dapat melihat kembali tentang apa yang pernah dilihat, dikerjakan, dan diceritakan.
e. Waktu yang dipergunakan antara 5-40 menit (pertahap) untuk beberapa bulan (1-3 bulan).
2. Latihan membaca permulaan bagi anak kurang lihat.
Syarat agar latihan membaca permulaan ini berhasil adalah:
a. Guru meluangkan waktu untuk mendengarkan anak membaca. ,
b. Suasana kelas harus tenang, agar anak tidak bingung dan dapat konsentrasi.
c. Anak merasa bebas membaca kata-kata baru tanpa takut ditertawakan teman atau guru.
Latihan pra membaca
Sebelum dapat membaca dengan baik, haruslah didahului dengan pra membaca. Karena dalam pra membaca, terdapat bermacam-macam latihan. Semua latihan mengarah pada membaca.
1. Mensortir atau mengelompokkan menurut bentuk dan ukuran.
a. Mengelompokkan bentuk-bentuk tiga demensi dan menderetkan secara horisontal.
b. Mensortir kartu-kartu bergambar untuk mendapatkan kartu y.ang sama dan berbeda.
c. Mengurutkan bentuk dari besar sampai kecil dan sebaliknya.
d. Permainan berpasangan. (Anak haras dapat menemukan dua gambar yang sama.)
2. Menelusuri gambar dengan penglihatannya, dari kiri ke kanan.
Hal ini dipersiapkan agar anak terlatih dalam sistem membaca, yaitu dari kiri ke kanan.
3. Menemukan bentuk yang berbeda atau yang sama pada deretan tanda-tanda
4. Melihat buku. Untuk mengerti urutan halaman, membalik halaman satu persatu.
5. Penggunaan bahasa.
Guru membuat asesmen terhadap kemampuan berbahasa anak.
a. Apakah anak mengerti kata-kata yang digunakan?
b. Apakah anak dapat menyelesaikan perintah?
c. Apakah anak dapat mengulang kalimat pendek yang diucapkan guru?
d. Dapatkah ,anak menjawab pertanyaan guru?
Latihan membaca
Bahasa Indonesia sangatlah fonetis (bunyi yang dilambangkan dengan huruf). Biasanya satu bunyi-satu huruf. Maka dalam latihan membaca ini dibutuhkan beberapa tahap latihan,
1. Latihan tahap pertama
a. Mengenal huruf
Cara penggunaannya:
Setiap anak mendapat kertas yang berisikan beberapa kata. Guru mempunyai satu set kartu. Masing-masing kartu berisikan satu huruf. Guru mengambil satu kartu dan membaca huruf dalam kartu, sambil menunjukkan kartu pada anakanak. Anak yang mempunyai huruf yang sama dengan kartu guru diminta angkat tangan. Guru akan menutupkan kartu pada huraf yang berada pada kertas anak.
b. Membuat kotak gambar dengan kode huruf.
Caranya: Guru menyiapkan beberapa kotak untuk gambar. Masing-masing kotak diberi lambang satu huruf. Anak diminta mengumpulkan gambar dan memasukkan pada kotak. Nama depan gambar sebagai lambang kotak. Misal: kotak K, anak dapat memasukkan gambar kursi, kuda, kucing, dll.
c. Melengkapi nama gambar.
Melengkapi nama gambar dimulai dari 3 kata.
Caranya: guru menunjukkan gambar dengan nama gambar. Anak dikenalkan hurufnya. Anak diminta mengisi huruf yang kosong.
2. Tahap membaca ke dua.
Tahap ke dua mengarah pada skema membaca. Melatih banyak kata-kata. Hal ini akan merangsang anak untuk membaca buku.
a. Permainan kata yang dicocokkan dengan gambar.
b. Guru dapat mengarah pada buku cerita bergambar. Bila daya penglihatan anak masih bertahan baik. Tetapi bila kondisinya terus menurun, maka dapat beralih pada persiapan membaca huruf braille.
3. Tahap ke tiga.
a. Mengenalkan huruf besar.
Dalam mengenalkan huruf jangan sampai membingungkan anak. Anak diharapkan mengerti benar perbedaan huruf kecil dan besar.
b. Membaca denagn kelancaran yang normal.
Anak diminta membaca buku cerita beberapa baris atau beberapa halaman. Guru dapat memperhatikan cara membaca anak. Kalau sering terjadi kesalahan, perlu ditelaah kembali. Mungkin bahan bacaan terlalu sukar untuk anak.
c. Menceritakan kembali.
Anak diminta menceritakan kembali yang telah dibaca. Bila anak tidak -y dapat, berarti bahan terlalu tinggi.
4. Tahap ke empat.
a. Membaca lancar dan menceritakan kembali.
Pada tahap ke empat ini, anak diharapkan sudah dapat membaca dengan lancar dan benar. Benar dalam memberikan ekspresi pada kata. Dan dapat menceritakan isi bacaan.
b. Meringkas cerita.
Merapakan ketrampilan tersendiri dalam meringkas cerita. Anak diharapkan dapat memilih kata-kata penting. Anak yang mengalami tunagrahita akan sulit mengerjakannya.
Latihan menulis permulaan bagi anak kurang lihat
Menulis dibutuhkan gerakan motorik halus. Untuk itu diperlukan latihan motorik kasar terlebih dahulu. Dalam latihan menulis berikanlah:
a. Kapur tulis-papan tulis.
b. Krayon-kertas besar.
c. Biarkan anak membuat pola besar. Setelah beberapa saat baru beralih pada pensil berwarna dengan kertas kecil.
d. Jangan memakai pensil, karena hasil goresan pensil tidak jelas atau buram.
Latihan pra menulis
1. Pola bebas besar.
Pada anak kecil pola bebas besar sangat penting artinya untuk rencana kegiatan menulis. Pola ini sering dikenal dengan ”cakar ayam”.
a. Melukis atau menggambar.
Anak dapat menggambar dengan menggunakan tangan, kuas, sikat gigi, dsb. Biar anak memilih sendiri cara yang disenangi.
b. Menggambar dengan menggunakan kapur tulis atau krayon. Bila anak sudah dapat mengontrol gerakan tangannya, baru beralih pada spidol atau pensil berwarna.
2. Memegang spidol yang benar.
Anak dibimbing cara memegang spidol dan bersama-sama anak menulis namanya.
3. Membuat pola yang teratur di atas kertas.
Anak membuat pola-pola huruf yang dirangkai pada kertas.
a. Guru memberi contoh pada kertas anak. Anak mencontoh diatas gambar guru (menelusiri) (tahap pertama).
b. Tahap ke.dua, Guru membuat contoh dan anak meniru di bawah gambar guru.
c. Tahap ke tiga, anak meneruskan pola yang telah dibuat guru.
d. Tahap ke empat, kalau anak sukar melakukan tahap ke tiga. Guru mebuat pola dengan garis-garis patah, anak diminta untuk menebalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasia Widjajantin, Dra, dkk, …., Ortopedagogik Tunanetra I, Departemen Pendidkian dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi.
Ts. Soekini Pradopo, dkk, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, Masa Baru, Bandung.
Slamet Riadi, Drs., dkk, Identifikasi dan Evaluasi Anak Luar Biasa, Cv. Haran Baru, Jakarta.